Jangan Berkata “Jangan” Kepada Anak

Tuesday, February 11, 2025


 

 

www.mardanurdin.com


 

Mengapa Tidak Boleh Mengatakan Jangan Kepada Anak?



Ada banyak pendapat yang diutarakan oleh para humanis termasuk para psikolog dari barat tentang gaya pengasuhan ala  Barat yang menyarankan untuk tidak menggunakan kata "JANGAN" atau perintah negatif secara berlebihan kepada anak-anak dengan beberapa alasan, yaitu: 

 

1. Anak akan fokus pada hal negatif

 

Saat anak sering mendengar kata “jangan”, anak cenderung berfokus pada larangan daripada apa yang boleh dilakukan. Misalnya, saat orang tua selalu mengatakan “jangan ribut”, kemungkinan anak belum memahami perilaku apa yang sebaiknya dilakukan dan diharapkan oleh orang tua, misalnya “bicaralah dengan suara yang pelan.” 


2. Mengembangkan Bahasa Positif


Dengan tidak banyak melarang, anak akan mengembangkan bahasa positif. Alih-alih melarang anak berbicara kasar, misalnya, “jangan berlari di dalam rumah” maka memberi tahu anak dengan kalimat: " tolong berjalan dengan pelan di dalam rumah" cenderung lebih efektif daripada hanya melarang. 

 

3. Meningkatkan Kemandirian dan Kreativitas


Anak tidak boleh selalu diatur tentang apa yang tidak boleh mereka lakukan, tetapi diajak untuk menemukan pilihan yang lebih baik. Misalnya, daripada melarang anak bermain terus sepanjang hari, maka lebih baik anak diberi pilihan, mau bermain atau mau belajar dengan kata-kata yang halus. 

Dengan kata lain, fokus pada solusi bukan berfokus pada larangan. Misalnya, ketika anak melakukan kesalahan, diskusikan apa yang bisa mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahnnya daripada hanya menekankan kesalahan tersebut. 

 

“Namun, tidak semua situasi memungkinkan penggunaan bahasa positif kepada anak, tergantung pada konteks dan situasinya.”

 

Sebelum lanjut ke tulisan berikut, mari menggarisbawahi kalimat dalam tanda kutip di atas.

 

 

Benarkah Kata JANGAN “haram” dikatakan pada Anak?

 

 

Beberapa waktu lalu, saya melihat postingan ustaz Mohammad Fauzil Adhim di instagram. Postingan itu adalah reels yang memperlihatkan seorang anak yang sedang marah dengan melemparkan barang-barang dalam sebuah supermarket. Yang menjadi sorotan adalah ibu si anak yang juga sibuk melarang penjaga toko dan satpam yang mencoba menegur dan melarang anaknya melakukan tindakan yang merusak itu.


Saya melihat video itu ikut merasa dongkol melihat sikap ibunya sembari berpikir, "kira-kira apa yang ada dalam pikiran sang ibu saat melihat anaknya melakukan tindakan yang  “keterlaluan” itu?"

 

Kembali ke postingan ustaz Mohammad Fauzil Adhim, beliau menuliskan di akhir keterangan video tersebut, 


“kejamlah orangtua yang hanya mengenalkan kata “iya” dan membutakan anak dari kata “jangan” dan “tidak”.

Berikut postingan ustaz Mohammad Fauzil Adhim di instagramnya.





Mengatakan kata “jangan” dan “tidak” kepada anak akhir-akhir ini semakin masif sebarannya, sehingga orang tua terkadang kesulitan untuk mengucapkan kata jangan pada anak-anaknya sekalipun sudah berada dalam situasi yang menyudutkan keselamatannya.

Bahkan ketika terpaksa mengucapkan kata “jangan” kepada anak,  orang tuanya  merasa bersalah. 

Padahal jika tidak dikatakan, bisa jadi anak akan mengalami kesulitan.

 

Rasanya ada yang mengganjal di benak kita  saat anak berada dalam kondisi panik dan terjepit dan kita tidak mengatakan kata “jangan” karena hal ini bertentangan dengan fitrah manusia.

 

Misalnya, saat anak berlari-larian di pantai sementara ombak sedang bergulung-gulung menuju pantai, tidak mungkin dalam waktu singkat kita akan mengatakan, “Nak, kemarilah, bermain di sini saja!” 

Keburu anak ikut digulung oleh ombak karena anak kecil membutuhkan waktu untuk mencerna makna kalimat tersebut.

 

Tentu berbeda responnya anak ketika  orang tua spontan berseru, “Jangan ke sana Nak, Bahaya!” Anak akan terkejut dan menghentikan langkahnya.

 

Kata ‘Jangan’ Dalam Prespektif Psikologis  Islam

 

Al Qur’an sebagai pedoman umat Islam menggunakan kata “jangan” lebih dari 500 kata yang tersebar di 66 surat. Sementara itu, gaya pengasuhan yang menggunakan kata “jangan” diperlihatkan dalam Al Qur’an melalui nasihat Luqman Al-Hakim dalam surat Luqman. 

Kita, umat Islam diperintahkan untuk meneladani Luqman Al-Hakim sebagai orang yang  arif dan diberi hikmah 

 

Allah berfirman :


“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. ( Qs. Luqman : 12 ).

 

Kata “jangan”  atau “laa” ditegaskan di ayat 13 sampai pada ayat 19. Terdapat  empat kata jangan yang dinasihatkan oleh Luqman Al-Hakim, yaitu:

 

  1. Janganlah menyekutukan Allah.
  2. Janganlah kamu mentaati keduanya ... (jika keduanya memaksamu menyekutukan Allah)
  3. Janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong.
  4. Janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.

 

Jika kita perhatikan, Luqman menggunakan kata “jangan menyekutukan Allah”, tidak menggantinya dengan kata-kata “esakanlah Allah” demikian pula dengan kata “jangan” atau “laa” yang lain. Kata “jangan” sangat tegas dinasihatkan oleh Luqman kepada anaknya.

 

Menurut Abdulkarim ZA & Mahasri S  dalam journals.ums.ac.id

“Anak-anak hasil didikan tanpa “jangan” berisiko tidak punya “sense of syariah” dan keterikatan hukum.”

 

Membuang kata ‘jangan’ justru menjadikan anak hanya dimanja oleh pilihan yang serba benar.

 

Mislanya:

 

Anak tidak bersikap sombong karena menurutnya rendah hati lebih aman baginya, bukan karena kesombongan adalah sifat yang dibenci Allah dan berdosa jika melakukannya.

 

Dia tidak memukul temannya bukan karena paham bahwa memukul itu dilarang, tetapi tidak memukul karena lebih memilih berdamai.

 

Bisa jadi suatu saat, anak muslim tidak melakukan perzinahan bukan karena takut dosa melainkan  menahan nafsu adalah pilihan yang dianjurkan oleh orang tuanya atau adanya pertimbangan-pertimbangan logis lainnya.


 

Tempatkan Kata ‘Jangan’ Pada Tempatnya

 

 

Menempatkan kata ‘JANGAN’ seharusnya ditempatkan pada tempatnya.

Seperti di paragraf sebelumnya, bahwa ada penekanan dalam penggunaan bahasa positif kepada anak, yaitu tidak semua situasi memungkinkan penggunaan bahasa positif kepada anak, tergantung pada konteks dan situasinya.

 

Inilah yang tidak dipahami oleh banyak orang tua. Mereka menelan bulat-bulat larangan menggunakan kata “jangan” pada situasi dan konteks secara serampangan. Pokoknya fokus ke kata-kata positif saja. Dan yang paling memprihatinkan banyak orang tua yang anti menegur anaknya apalagi menghukumnya sekalipun jelas-jelas melakukan kesalahan. 

 

Misalnya, seorang anak membongkar barang semaunya, mencoret-coret di tempat yang seharusnya tidak boleh dicoreti, alih-alih melarang anaknya, orang tua membiarkannya dan menganggap itu adalah pengembangan kretivitas anak.  

Padahal ada banyak kalimat positif yang bisa dikatakan kepada anak untuk menghentikannya, jika merasa masih sulit berkata “jangan anak”

 

Menuntun anak sebaiknya pada jalur semestinya karena melarangnya bukan berarti menghambat kreativitasnya atau melarangnya bereksplorasi melainkan lebih kepada mengarahkan agar anak bisa hidup sesuai dengan norma yang sepantasnya ia kenal sejak kecil.

 

Melarang anak tidak juga tanpa penjelasan maka laranglah seperlunya dengan mengutarakan alasan-alasan yang masuk akal. Sangat penting mengajarkan adab yang baik kepada anak sejak dini, karena jika seorang anak sudah dewasa tanpa bimbingan maka orang tua akan menyesal manakala menyaksikan anaknya yang berperilaku tidak beradab.


Karena pengajaran terbaik kepada anak adalah adab yang baik sebagaimana hadist berikut ini.

 

“Dari Ayyub bin Musa, dari bapaknya, dari kakeknya, Rasulullah saw bersabda: Tiada pemberian orang tua terhadap anaknya yang lebih baik dari adab yang baik (HR At-Tirmidzi). 


Jika menyangkut ketauhidan, ahlakul karimah dan tentang ibadah kepada Allah, maka jangan ragu memberinya peringatan yang keras apabila mereka abai dalam ketiga hal tersebut.

 

Sebagaimana hadist hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 495), Ahmad (II/180, 187) dengan sanad hasan, dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya radhiyallaahu ‘anhum.


“Suruhlah anak kalian salat ketika berumur 7 tahun, dan kalau sudah berusia 10 tahun meninggalkan shalat, maka pukullah ia. Dan pisahkanlah tempat tidurnya (antara anak laki-laki dan anak wanita).

 

Maka mengatakan kata “jangan” kepada anak tidaklah tabu. 

Mengatakan kalimat-kalimat positif kepada anak adalah baik, tetapi perhatikan kesesuaian konteks dan situasinya.

Wallahualam bissawab.


 

Makassar, 11 Februari 2025

 

Dawiah

 

 

Sumber bacaan:

Abdulkarim ZA & Mahasri S  dalam journals.ums.ac.id 

Almanhaj.or.id

baitulmaqdis.com

voaislam.com

 

 

  

1 comment