Apakah saya tergolong tsundoku akut?
Beberapa bulan menjelang masa pensiun datang, saya membeli beberapa buku yang niatnya akan saya baca manakala masa itu datang. Nyatanya, pada hari terakhir bulan Februari ini, yang berarti sudah dua bulan saya resmi menjadi pensiunan, tetapi tak satu pun buku itu saya tamatkan. Prestasi kemalasan yang tidak patut dicontoh wkwkwk.
Sebagai Tsundoku akut yang senang mengoleksi buku, tapi jarang membacanya. Saya cukup impulsif kalau soal buku, tetapi ketimbang impulsive untuk benda-benda lain, masih mendinglah dengan buku, karena buku bisa menjadi obat manakala kita merasa sakit dan butuh alasan untuk menyembuhkan jiwa.
Saya mau spill tipis-tipis buku apa saja yang saya beli itu sekaligus sebagai pengingat buat diri agar segera kembali ke jalan yang benar, beli buku, baca sampai tamat dan Syukur-syukur bisa menuliskan kesan terhadap buku tersebut.
Buku Non Fiksi
Kalau ditanya, suka baca buku fiksi atau non fiksi, jujur saya tidak bisa menjawabnya karena setelah saya hitung-hitung, jumlah buku fiksi dengan buku non fiksi di lemari buku saya itu cukup berimbang. Mungkin masih lebih banyak buku non fiksi karena saya berkewajiban memilikinya sebagai referensi ketika masih aktif sebagai guru.
The Untold Islamic History #2
Buku non fiksi yang paling terakhir saya beli adalah buku karya Edgar Hamas yang berjudul The Untold Islamic History #2.
Mengungkap Kisah Sejarah Islam yang Lama Terpendam, demikian judul kecil pada buku ini yang membuat saya tertarik memilikinya karena selain isinya yang membahas tentang Sejarah peradaban Islam, juga karena tampak mewah.
Bagaimana tidak mewah? Lihatlah bahan kertasnya yang glossy ditambah ilustrasi yang full color dan diksi-diksi yang digunakan pun sangat menarik.
Namun, seperti biasanya, saya sering terdistraksi dengan hal lain yang membuat saya istrihat membacanya di halaman 20. Semoga bisa melanjutkannya dalam waktu singkat.
PhD Parents’ Stories dan Skotlandia I am Love 3
Buku non fiksi lainnya adalah buku karya Ario Muhammad, PhD yang berjudul PhD Parents’ Stories dan buku berjudul Skotlandia I am Love 3 karya Zeni Rahmawati, PhD. Saya belum bisa menjelaskan tentang kedua buku ini karena belum sempat saya buka, masih rapi terbungkus plastik. Sungguh terlalu memang saya ini.
Buku Fiksi
Saya hitung-hitung untuk buku yang baru saya miliki 2 – 3 tahun terakhir, ternyata lebih banyak buku fiksi.
Aku Seekor Kucing
Buku yang saya beli dan belum sempat saya baca adalah Aku Seekor Kucing karya Soseki Natsume. Tahukah kalian? Buku ini saya beli pada Desember 2021 dan saya baru membacanya sekitar 20 halaman. Huuu… betul-betul sangat terlalu.
Belok Kiri Langsing
Buku karya Achi TM ini juga buka sudah cukup lama bertengger manis di lemari buku saya, tapi nasibnya sama dengan buku sebelumnya, saya belum baca sampai tamat. Sempat sih saya baca beberapa halaman, tapi saya teringat dengan satu drakor yang jalan ceritanya sama atau mungkin serupa, tapi tak sama karena latar belakangnya pasti berbeda, iya kan?
Ahaa, agar saya tidak curiga sama isi buku ini, saya mesti membacanya sampai tuntas. Kan, kalau langsung nuduh itu jatuhnya bisa fitnah.
Teruslah Bodoh Jangan Pintar
Buku fiksi lainnya adalah buku karya Tere Liye. Sebagai penyuka karya-karya beliau, hampir semua karyanya saya miliki dan biasanya langsung saya tamatkan. Namun, buku ini tidak sempat saya baca karena keduluan sama anak saya. Buku itu adalah “Teruslah Bodoh Jangan Pintar.”
Bandung Menjelang Pagi
Buku terakhir yang saya beli di bulan pertama memasuki masa pensiun adalah karya Brian Khrisna judulnya adalah “Bandung Menjelang Pagi”
Khusus buku ini, saya sudah hampir menamatkan di hari pertama saya beli, tapi saya hentikan sejenak karena ceritanya sungguh menyesakkan dada. Saya butuh jeda untuk menarik napas lalu menghembuskannya, tapi mungkin saya kelamaan menarik napas sehingga lupa menghembuskannya makanya buku itu belum saya tamatkan sampai hari ini, hahaha.
Dari cerita di atas, bisakah saya disebut Tsundoku akut?
Oh yah, istilah tsundoku ini adalah salah satu julukan yang diberikan kepada pencinta buku. Kalian bisa membacanya di sini
Makassar, 28 Februari 2025
Dawiah