Catatan Awal Tahun 2025
Akhirnya saya memperpanjang domain blog dawiah.com yang bernama EduBlast Sains itu. Hal ini dimulai sewaktu ada email dari Rumah Web yang memberitahu kalau usia domain harus diperpanjang atau dinonaktifkan.
Awalnya ada keraguan antara mau memperpanjang masa aktif domain atau kembali lagi menjadi blog gratisan.
Keraguan itu muncul karena target menulis dan memosting berbagai hal tentang edukasi tidak tercapai. Rugi saja rasanya, dibayar tapi tidak produktif.
Namun, setelah merenung (segitu galaunya hingga butuh waktu untuk merenung), akhirnya dengan ucapan bismillah saya melamar dan memperpanjang domain ke RW untuk kedua kalinya.
Sembari berdoa dan berharap, semoga blog berbayar itu bisa labih rajin memosting tulisan tentang pendidikan yang berkualitas. Amin.
Eh, kesannya si blog yang salah. Padahal pemilik bloglah yang malas, lagi hiatus, mengalami writer’s block atau bahkan kena burnout.
Untungnya hiatusnya saya itu hanya sebulan belum sampai bertahun-tahun hingga lupa paswordnya. Alhamdulillah, sandi blog masih hapal. Aman.
Segitu hilangnya gairah menulis, sampai-sampai admin di komunitas 1M1C memberi saya peringatan, kalau sudah 5 pekan berturut-turut tidak melaporkan postingan blog, kalau lewat lima pekan maka akan dikeluarkan. Duh.
Maka buru-buru deh saya menyelesaikan draf tulisan dan posting di blog utama, mardanurdin.com. Lalu setor link tulisan di 1M1C demi agar tidak dikick.
Kenapa bukan di blog EduBlast Sains (dawiah.com), padahal tema tulisannya bisa dimasukkan dalam kategori edukasi?
Lagi-lagi persoalan domain.
Entah kenapa, masa perpanjangan kedua blog itu berada di bulan yang sama, hanya berbeda tanggal.
Kan, sayang tuh, sudah blog berbayar, tetapi nampak tidak aktif karena jarang diisi.
Lalu, apa alasannya tidak menulis sebulan itu?
Berbagai pertanyaan timbul dalam pikiran saya.
Apakah saya mengalami writer’s block atau bahkan kena sindrom burnout. Saya merenung.
Hm, burnout. Saya jadi ingat tulisan dr. Ekachaeryanti Zain, Sp.KJ dalam bukunya yang berjudul “Bebas Burnout; Tangguh tanpa Rasa Jenuh.”
Dia menjelaskan tentang pendapat Maslach, bahwa sindrom burnout adalah sindrom yang berkaitan dengan respons berkepanjangan terhadap stres emosional dan interpersonal di tempat kerja.
Bukan hanya itu, beliau juga menjelaskan tentang tanda-tanda orang yang mengalami sindrom burnout, yaitu:
- Selalu merasa lelah secara mental dan fisik.
- Merasa tidak bahagia sehingga selalu bersikap sinis, dingin dan negatif, kurang peduli pada sekelilingnya.
- Merasa tidak percaya diri.
Penyebabnya banyak hal dan salah satu faktor internal yang dapat memicu terjadinya sindrom burnout adalah sifat ambisius, idealis, dan perfeksionis yang berlebihan.
Sekilas saya membaca buku itu, saya mencoba menyimpulkan kalau jiwa dan mental saya baik-baik saja. Tidak mengalami sindrom burnout.
Terlebih pada indikator-indikator yang menandai seseorang kena sindrom burnout atau tidak, hal tersebut tidak saya alami dan rasakan.
Saya tidak ambisius kok, tidak terlalu idealis apalagi perfeksionis.
Jadi sejauh ini masih amanlah ya. Semoga terus begitu.
Lalu kenapa hiatus menulis di blog?
Mungkinkah saya diserang writer’s block?
Sebenarnya ini bukan yang pertama kalinya saya mengalami kebuntuan menulis, sudah beberapa kali sejak memproklamirkan diri sebagai penulis blog atau bloger, dan kata orang-orang, penulis mengalami writer’s block itu adalah hal biasa.
Namanya juga manusia biasa bukan nabi, bos! Eh.
Siapa pun bisa mengalami kebosanan, kelelahan, kehilangan gairah, dsb.
Saya pernah sok-sokan menasihati melalui tulisan tentang cara menghalau kebuntuan menulis di tulisan “Alasan, Lama Tidak Update Blog” Nyatanya saya mengalaminya lagi.
Masih Punya Target?
Tulisan di atas adalah draf yang saya tulis pada Akhir November 2024 dan saya baru melanjutkannya pada malam ini, dini hari yang berarti sudah memasuki hari kedua di bulan Januari tahun 2025.
Mengapa ini terjadi?
Ada banyak hal yang menjadi penyebabnya, salah satunya adalah kesibukan saya dalam mempersiapkan diri menuju masa pensiun sebagai guru ASN di sekolah tempat saya mengabdi.
Selain mengurus persiapan administrasi untuk penerbitan Surat Keputusan Pensiun (SKPEN), lalu pengusulan ke kantor TASPEN, pengisian formulir lalu kembali ke kantor walikota untuk penerbitan Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKKP), dan terakhir kembali ke kantor Taspen untuk penyelesaian formulir pengusulan dan untuk difoto. Selain itu, ada juga persiapan yang tak kalah pentingnya, yaitu persiapan mental dalam menyambut masa pensiun.
Teman-teman yang sudah pensiun pada umumnya berpendapat, bahwa masa pensiun adalah masa bersenang-senang karena tidak dibebani lagi dengan pekerjaan kantor atau tuntutan mengajar serta persiapan administrasi guru yang seakan tidak ada habisnya (ini kalau betul-betul dikerjakan, sebab ada juga yang dengan entengnya menyerahkan pekerjaan administrasinya kepada rekan kerja yang mumpuni).
Namun, itu tidak berlaku buat saya.
Saya merasa mampu mengerjakannya dan pada dasarnya, saya suka. Hanya saja, semakin mendekati masa pensiun saya semakin tidak bergairah mengerjakannya. Toh, nama saya sudah tidak terdaftar lagi di aplikasi e-kinerja, terhitung sejak diterbitkannya SKPEN sekalipun masa berlaku SK tersebut jatuh pada 1 Januari 2025.
Beda urusan dengan pengisian nilai e-rapor, karena itu masih tanggung jawab saya sebagai guru yang mengajar di lima kelas. Kebetulan masa kerja saya berakhir bersamaan dengan akhir semester ganjil maka saya wajib menyelesaikannya.
Alhamdulillah tugas dan tanggung jawab itu saya selesaikan sendiri dan itu adalah pekerjaan dan tanggung jawab terakhir saya di sekolah.
Apakah setelah itu saya merasa betul-betul bebas seperti teman-teman pendahulu saya yang pensiun?
Ternyata saya tidak sebebas yang digambarkan teman-teman. Saya punya target sendiri terutama untuk kepenulisan dan blogging.
Saya merasa harus mempelajari lagi materi-materi ajar, khususnya untuk jurusan saya atau yang sesuai dengan mata pelajaran yang pernah saya ampuh kala aktif mengajar di kelas.
Sebab saya telah berkomitmen untuk mengisi blog EduBlast Sains dengan tulisan-tulisan tentang materi ajar IPA sesuai disiplin ilmu saya dan tulisan edukasi lainnya.
Sekalipun sampai hari ini, niat itu belum terlaksana. Masih sebatas rencana. Bahkan menyusun outline saja belum.
Mengalahkan Diri Sendiri
Perjuangan masih panjang terutama berjuang mengalahkan kemalasan, kebuntuan menulis, over-thinking dan sebagainya. Saya harus meyakinkan hati dan pikiran, bahwa menjadi pensiunan bukan berarti pensiun juga berkarya. Ada banyak target yang saya buat sendiri untuk saya taklukkan.
Pernah mengdikte diri untuk tidak ngoyo, tidak punya target, tidak terbebani dengan rencana-rencana dengan harapan hidup saya akan semakin santai dan pikiran makin waras. Mengalir saja bagaikan arus air.
Ternyata itu sangat tidak nyaman buat saya.
Saya pikir, mengalir saja bagai arus air itu tidak sepenuhnya membahagiakan jiwa saya.
Saya menjadi mager terus-terusan hingga badan menjadi melar tak beraturan. Saat itu saya bisa menyelesaikan tontonan drama Korea 16 episode dalam sehari. Akibatnya badan melar tidak karu-karuan, bukannya makin sehat, malah jadi gampang sakit, gampang lelah, dan sebagainya.
Dari situlah saya berpendapat, bahwa:
- Tidak punya target dalam hidup itu sama dengan mati.
- Tidak punya target adalah cara mempercepat kematian jiwa.
- Jika hidup hanya mengikuti arus, maka bukan hanya mengikuti hal-hal baik, hal buruk pun akan ikut. Lihatlah arus air, semakin kencang arusnya maka sebanyak benda yang dialirkan mengikuti arus. Alih-alih memilah benda yang bagus, benda buruk, busuk dan bau pun ikut juga.
- Pensiun bukan berarti berhenti bekerja dan berkarya.
- Boleh pensiun di dunia kerja tempat mengabdi, tetapi tidak boleh berhenti melakukan banyak hal untuk terus mengupgarde kualitas diri.
Terlepas dari pendapat itu, seharusnya bukan hanya wacana. Harus diusahakan dan diperjuangkan karena ternyata menjaga konsistensi jauh lebih susah daripada memulai apalagi hanya sekadar wacana.
Psst, kalimat di atas adalah bisikan dari nurani yang memperingatkan diri dan pikiran ini.
Langkah Konkret
Setelah mengungkapkan curahan hati, menyemangati diri dan bikin target, selanjutnya apa?
Saya mencoba menyusun daftar hal-hal apa yang akan saya lakukan sebagai langkah awal dalam menyambut masa pensiun. Saya berharap daftar itu akan memudahkan saya dalam mewujudkan target-target tersebut.
Yang pasti diperlukan langkah konkret bukan sekadar daftar yang terpajang di dinding, baik di dinding kamar maupun di wallpaper handpone.
Jangan sampai menjadi harapan dan cita-cita semu belaka. Seperti,
“resolusi tahun ini adalah akan menyelesaikan resolusi tahun lalu yang belum terlaksana.”
Begitu saja terus hingga penyesalan datang menjelang akhir tahun. Lalu tiba-tiba tersadar, ternyata resolusi tahun lalu belum terlaksana.
Demikian curhatan saya yang bersembunyi di balik judul "Catatan Awal Tahun 2025. LOL.
Terima kasih buat kamu yang telah meluangkan waktu untuk membacanya.
Makassar, 2 Januari 2025
Dawiah
Post a Comment