Berjuang Melupakan Amarah

Wednesday, January 8, 2025





Berjuang Melupakan Amarah



Salah satu sifat yang diciptakan Allah dan selalu saya syukuri adalah sifat lupa.

Mungkin sifat lupa secara umum berkonotasi buruk, tetapi tahukah kamu, kalau lupa itu tidak selalu buruk?

 

Sebagaimana kata lupa dan ingat, maka negative dan positif pun adalah sifat berpasangan yang diciptakan oleh Allah dengan hikmah di baliknya. 

 

Misalnya, kita sedang berada dalam kondisi mengingat perlakuan buruk seseorang maka kata “ingat” ini berarti buruk buat pikiran dan hati kita. Tentu berbeda apabila yang diingat adalah perlakuan baik terhadap diri.

 

Sebaliknya, saat kita diberi lupa oleh Allah dalam hal kenangan buruk atau perlakuan tidak menyenangkan maka “lupa” adalah anugerah yang patut disyukuri.  Bayangkan, seandainya kita tidak diberi sifat lupa, maka semua hal yang buruk dalam sepanjang hidup kita akan menjadi sesuatu yang sangat menyiksa.

 

Bukan semata perlakuan buruk orang terhadap diri kita, tetapi perbuatan buruk kita  sendiri (baca = aib) yang ingin dikubur sedalam-dalamnya,  kenaasan yang menimpa akibat ketololan diri, dan masih banyak lagi. Tentu saja, kita ingin melupakan semua itu lalu menggantinya dengan hal-hal dan peristiwa-peristiwa yang baik dengan harapan keburukan itu tertutupi dengan kebaikan.

 

Salah satu keburukan lupa vs ingat versi saya adalah marah yang berujung pada tak mau bersua, tak mau menyapa dan andai bisa, melupakan wajahnya dan menolak kenyataan kalau pernah berkenalan bahkan pernah berjumpa dengannya walau hanya sedetik.

 

Pernah mengalaminya?

Yap, saya pernah mengalami bukan hanya sekali, tetapi beberapa kali.

Berhasil melupakannya?

 

Ada yang berhasil, tetapi lebih banyak gagal, hiks..hiks… hehehe.


Baca juga tulisan tentang LUPA di sini

 

 
Melupakan Amarah

 

Seseorang yang disebut mantan adalah orang yang pernah dekat dengan kita untuk berbagai macam versi. Bisa sebagai mantan kekasih, mantan istri/suami, mantan guru/murid, mantan rekan kerja, dsb.

 

Beberapa puluh tahun lalu, saya pernah memiliki mantan pemuja. Dia bukan pacar atau kekasih, saya tidak mengakui itu karena saya tak pernah merasa menyukainya hingga detik ini. Namun, kenyataannya saya pernah dekat dengannya. Nyaris jatuh dalam rengkuhannya dan sepertinya mulai timbul benih-benih rasa suka kepadanya.

 

Suatu  waktu saya menemukan sesuatu yang aneh dari sikapnya juga sikap saya. Kok, saya bisa tiba-tiba suka yah? Lalu saya menyelidiknya bak detektif Conan. Alhamdulillah, Allah Maha Penolong. Saya menemukan caranya yang tidak elok yang membuat saya menyukainya.

 

Antara percaya atau tidak, tetapi nyata adanya. Bahwa, guna-guna dan sihir bisa mengubah hati tidak suka menjadi suka. Begitu saya temukan benda yang digunakannya, perasaan saya berbalik 180 derajat. Berubah jadi benci dan marah semarah-marahnya.

Mungkin dia mengikuti jargon yang ngetop pada zamannya, yaitu “cinta ditolak, dukun bertindak.” 

 

Saya butuh waktu bertahun-tahun untuk betul-betul melupakan kebencian dan amarah itu. Maka ketika ia meminta maaf dan mengakui perbuatannya, saya tidak langsung memaafkan.

 

Saya berdoa agar melupakan dia dan memberi ingatan baru, bahwa dia bukan siapa-siapa, kami tak pernah punya urusan, kami hanya sekadar kerabat yang tautannya jauh dan longgar.


Ternyata Allah mengabulkannya. Sebab setelahnya, terjalinlah silaturahim, tetapi hampa tanpa ada rasa sedikit pun, setidaknya di hati dan pikiran saya.

Saya melihatnya sebagai orang biasa yang selaiknya orang di pinggir jalan atau seseorang yang baru berjumpa lalu saya tersenyum, menyapa ala kadarnya, basa basi seperlunya demi menjaga etika dalam pergaulan.

 

Mungkin sikap seperti itu pada dasarnya adalah kebencian atau amarah yang tak terukur sehingga tak punya rasa apa-apa lagi.

Mungkin saja begitu, karena ketika dia sakit dan minta untuk bertemu, tak ada sedikit pun niat untuk menemuinya. Entahlah, saya hanya merasa seperti itu.


Di masa lalu dengan orang yang berbeda, saya mengalami perundungan verbal.

Di matanya, saya yang masih anak remaja dianggapnya saingan dalam berbagai hal. Mama saya hanya bisa diam sembari diam-diam berdoa, bahwa kelak orang itu akan datang kepada saya meminta bantuan. 

Doanya diijabah, tapi perasaan saya sudah terlanjur hambar sekalipun kami masih bersilaturahim.

 

Untuk persoalan yang satu ini, saya masih sering mengingatnya dan sesekali bercerita kepada suami. Kata suami, sebenarnya saya belum memaafkan. Ucapan dengan isi hati saya belum kompak. 

 

Mohon ampun ya Allah! 

Saya tidak mau merawat ingatan itu, tolonglah hilangkan perasaan itu atau setidaknya, janganlah membiarkan mulut saya bercerita tentang masa lalu tersebut, entah itu sekadar ngobrol ngalur ngidul sama saudara atau berkeluh kesah kepada suami apalagi bercerita kepada anak-anak saya.

 

Persoalan yang serupa tetapi tak sama terjadi lagi, kali ini menyangkut anak saya. Seseorang menggibah anak saya bahkan cenderung memfitnahnya. Saat itu saya mau bilang, mending kamu menggibah saya deh, daripada menggibah anak saya. 

 

Sungguh sulit melupakannya. Rasanya jauh lebih sulit mengatasinya dibandingkan ketika itu menimpa pribadi saya. 

 

Kalau ada yang “menusuk” saya dari belakang, melakukan segala upaya untuk menjatuhkan lalu berpura-pura baik, berjuang mengambil posisi yang memang akan saya lepaskan dengan cara mem-framing  saya sebagai orang yang gagal, kemudian datang dengan muka munafiknya. Maka hal-hal seperti itu masih bisa saya tolerir dan mencoba memaklumi ketololan intelektualnya.  

 

Namun, jika sudah menyangkut nama baik anak saya. Maaf, saya tidak bisa terima.

Meski kita masih bisa duduk bersama, mungkin kamu masih bisa menerima anggukan kepala, tetapi di hati dan pikiran belum bisa se- move on dahulu.

 

Jangan bilang, saya membiarkan amarah dan rasa mual itu bersarang di otak. Saya sudah berjuang sekuat-kuatnya untuk menormalkan perasaan, tetapi ya Allah, tolonglah jiwa yang lemah ini agar bisa melupakan amarah.

 

Mengelola marah agar tidak meledak ternyata tidak semudah merobek kertas. 

 

Nasihat-nasihat yang ditulis oleh psikolog atau para motivator dalam artikel-artikel maupun tulisan di buku, bagi saya tak ada satu pun yang manjur. Satu-satunya yang menenangkan jiwa lemah saya adalah berdoa dan mohon agar hati saya dibalikkan dari marah menjadi tidak marah. 

 

Bukankah Allah Azza Wajalla Maha Membolak-balikkan hati manusia?

 

Kalau kamu bagaimana?  Apa tindakanmu mengendalikan amarah? Bagi pengalamannya di kolom komentar yah. 

 

Makassar, 8 Januari 2025

 

Dawiah

 

 

 

16 comments

  1. Jujur sampai saat ini aku masih marah akan kejadian 2 tahun lalu
    Saat saya dituduh ambil daster orang
    Padahal dia sendiri yang salah simpan jadinya gak kelihatan
    Ketika daster ditemukan, bukannya minta maaf tapi malah bersikap sombong
    Ya memang sih suami saya ga punya gaji tetap tapi tuduhannya itu bikin saya sakit hati
    Daster harga 70K membuat aku murka
    Sekarang bagaimana? Saya lebih tenang tapi gak peduli lagi dengan orang itu
    Terserah kamu mau jungkir balik kek atau apa aku gak peduli lagi
    Memaafkan sudah lewat mulut tapi masih terus berusaha hilangkan sakit hatinya karena setiap lihat wajahnya aku mendadak bad mood dan mau teriak marah marah rasanya

    ReplyDelete
  2. Ya Allah mba, ga nyangka yah sampe menggunakan ilmu sihir gitu *astagfirullah* Alhamdulilah terselamatkan..iya mba lupa itu ternyata ga buruk juga untuk case2 tersakiti atau terdzolimi oleh orang lain. Terima kasih ceritanya, ini mengingatkan saya juga u/ tdk perlu ingat2 apapun yg mereka lakukan sebisa mgkn terus berbuat baik

    ReplyDelete
  3. hhhmmmm ada gak ya mbaaa sakit hati yg sampai tidak bisa melupakan...saya rasa sie ada cuma saya juga sudah memaafkan hubungan kita juga sudah selayaknya teman biasa namun apa yg pernah dia perbuat itu kok masih nyantol ya dikepala itu termasuk sudah memaafkan atau belum ya? tapi perasaan kita juga sudah biasa aja gt...

    ReplyDelete
  4. Dulu aku susah juga utk melupakan amarah mba. Rasanya tiap ingat kesalahan orang lain yg benar2 nyakitin hati, udah bikin emosi langsung jalan.

    Tapi seiring waktu, aku JD lebih mudah utk bersikap ga peduli . Tp sebenernya bukan berarti lupa. Atau mungkin lebih ke pasrah dan menyerahkan semuanya ke Allah aja.

    Krn aku percaya , balasan dari Yg di Atas, pasti lebih adil nantinya. Itu sih yg bikin aku bisa lebih tenang dan melupakan amarah mba.

    ReplyDelete
  5. Ya Allah, seram banget Bun. Jadi itu dia ngejarnya udah lama banget, pas Bunda masih gadis? Untung ketahuan ya dan untung juga masih diselamatkan oleh Allah. Black magicnya gak kena.

    ReplyDelete
  6. Kalau saya belajar mengendalikan marah dengan 2 hal.
    Yang ketika marah sedang berlangsung, sekuat tenaga saya setting pikiran biar istigfar, dzikir bahkan shalawat.
    Sampai-sampai saya punya shalawat favorit yang ampuh banget bikin saya calm down dengan cepat.
    Tapi itu tahap awal sih, biasanya hanya akan hilang sebentar, abis itu sakit hati lagi.
    Jadi cara kedua ya saya menulis, ini keknya agak ekstrim ya, sebagian orang mengatakan menyebar aib.
    Tapi jujur, menulis bikin saya masih beruntung ga kena GERD dan darah tinggi sementara yang lain udah pada KO karena beban hidup.

    Btw, sebenarnya melupakan itu nggak baik, tapi menurut seorang ahli psikoterapis sih.
    Katanya, lupa itu bikin kita menderita pikun, lebih parah lagi sampai demensia.

    Lalu gimana dong biar ga tersiksa ingat kelakuan jahat orang lain?
    Katanya kita harus membiarkan sakitnya ada, sampai akhirnya kita bisa menerima dan nggak sakit lagi.
    Meskipun praktiknya agak sulit sih :D

    ReplyDelete
  7. Ternyata gak selamanya "Lupa" itu hal yang negatif, bisa jadi positif, tetapi untuk hal yang misalnya melupakan hal buruk, melupakan orang yang gak bermanfaat untuk kita. Nice article Bu Marda

    ReplyDelete
  8. aku pernah memendam amarah cukup lama, dan kemudian aku terjerat penyakit inflamasi dan degeneratif yg mengharuskan operasi dgn sekujur bodi .

    Dokter bilang, selain pola hidup yg kliru, penyakit ini ada kaitannya dgn emosi kemarahan yg tak kunjung sudah

    sejak saat itu, aku berusaha bgt utk tdk marah.

    ReplyDelete
  9. Jadi teringat kata-kata almarhum Gus Dur, ketika ditanya apakah telah memaafkan Megawati. Beliau menjawab, "Memaafkan sudah, melupakan tidak".

    Dan memang benar, ada kalanya kita memaksakan diri untuk melupakan. Padahal, memaafkan dan melupakan tidak perlu beriringan. Kita tetap bisa memaafkan, tanpa perlu melupakan.
    Dahulu ketika keluarga saya jatuh, ayah saya terjun dalam jurang hutang. Saudara-saudara ayah saya ndak ada yang bantu sedikitpun. Malah diomongin yang enggak-enggak. Akhirnya tercetuslah sebuah kata dari mulut saya ke orang tua, "Udah lah yah. Mulai hari ini, kita sodaranya cukup pas kondangan aja".

    Dan begitulah.. meski sekarang hidup berdampingan, tapi jaraknya gak pernah dekat. Kita bisa berdamai, tapi tak perlu melupakan masa lalu.

    ReplyDelete
  10. jadi keinget case waktu aku kuliah dulu, nggak nyangka aja temen yang aku kira baik, bisa-bisanya bikin aku emosi, ditambah lagi temen satu fakultas. Hampir tiap hari ketemu, rasanya liat mukanya aja males, trus si dia ini kayak gak punya salah gitu, sok cool aja
    aku sebenernya males buat nyapa dan emang nggak nyapa
    pernah satu ketika, ketemu di perpus, karena posisi pas aku lewat kudu lewat depan dia, jadi sok nyapa aja, seadanya

    ReplyDelete
  11. Setiap emosi memiliki tujuan dan fungsinya, karena itulah ada. Namun yang perlu selalu diingat bahwa segalanya butuh ketepatan waktu dan kondisi.

    Benar sekali hal yang terbaik untuk melupakan marah adalah berdoa, menaruh rasa itu pada Dia yang berdaulat atas segalanya termasuk hati kita. Minta terus untuk memulihkan luka-luka itu.

    Kalau di metode saya, ada dua bertanyaan yang perlu ditilik lebih mendalam soal amarah.
    1. Apa dampak marah itu pada diri sendiri.
    2. Apa dampak marah itu pada sekitar.

    Menjawabnya perlu dengan hening bersama mengingat bahwa pencipta itu maha kasih.

    ReplyDelete
  12. Melupakan amarah memang levelnya udah tinggi banget mba, upayanya nggak main-main doanya pun terus menerus karena aku pun pernah mengalami susah memaafkan dan melupakan kesalahan seseorang yang pernah sedekat urat nadi hahaha. Tapi paling manjur ya minta di hapuskan ingatan soal orang tersebut sehingga nggak punya rasa marah dan kesal lagi.

    Semangat terus mba, doa itu udah jadi senjata paling jitu sembari terus melatih diri supaya lebih lapang dada dengan segala kecewa yang ada.

    ReplyDelete
  13. aku juga tipe yang agak susah kalo marah. rasanya itu kayak pengen bales cepet2 ke orang yang bikin aku marah. tapi, makin ke sini makin sadar kalo itu nggak baik. dan alhamdulillah perlahan udah bisa manahan diri. kalo dibilang melupakan, nggak juga sih karena aku pasti ingat orangnya dan kelakuannya yang bikin aku jaga jarak.

    ReplyDelete
  14. Betul juga ya Bu bahwa lupa yang diberikan oleh Allah bisa jadi sebuah anugerah atau jalan kita agar tidak menyimpan dendam atau sakit secara berkepanjangan karena bisa melukai diri sendiri. Kalau saya mungkin meredam marah dengan mengubahnya menjadi rasa kasian. Misal saya kemalingan, rasanya pengen marah kepada si maling tapi perasaan marah itu makin lama makin menyiksa maka saya mencoba mengubahnya menjadi rasa kasian, "kasian sekali orang itu jauh dari wangi surga," "kasian sekali dia memilih menjadi orang yang merugikan orang lain dan bukan menjadi orang yang bermafaat untuk orang lain, "kasian sekali di antara semua pahala dia justru memilih dosa secara sadar dan terang-terangan, "seperti itu Bu. Tapi namanya manusia pasti lebih dulu ya marah duluan baru makin lama kita tidak nyaman dengan rasa marah itu dan mencari cara untuk keluar dari itu :)

    ReplyDelete
  15. Kalau saya termasuk yang ingatannya lumayan kuat, Mbak. Jadi kalau orang yang ndak baik sama saya, saya ingat terus hahaha. Tapi kalau dia minta maaf, saya maafkan. Tapi untuk seperti dulu ndak bisa mi lagi. Salah satu jalannya adalah menghindar dengan orang seperti itu. Insya Allah akan ada yang orang-orang yang baik dan sesuai dengan kita.

    ReplyDelete
  16. Aduh bunda, aku tuh masih susah melupakan amarah
    Klo da marah dan kecentok sama sikap orang, aku tuh udah nggak mau ada interaksi lagi
    Dan kadang bagiku forgive not forget

    ReplyDelete