Sabar dalam Pengasuhan
Sekalipun SKPEN ku berlaku 1 Januari 2025, tetapi perasaan purna sudah lama terasa. Ibaratnya, hilal purna sudah lama muncul. Karena itulah akhir-akhir ini saya banyak menghabiskan waktu di rumah atau sesekali keluar untuk jalan, tapi jalannya yang dekat-dekat saja, misalnya ke pasar tradisional atau ke swalayan untuk belanja keperluan rumah.
Hitung-hitung, latihan menjadi ibu pensiunan wkwkwk.
Salah satu kegiatan saya di rumah selain urusan domestik adalah menonton Youtube dan sesekali scroll-scroll media sosial.
Disclaimer nih: jangan bilang banyakin ibadah saja yah… Itu mah kewajiban.
Oh yah, kembali ke cerita awal.
Tadi pagi saya buka Thread dan ketemulah satu akun yang bercerita tentang anaknya yang membanggakan di sekolah, dipuji-puji sama gurunya sebagai anak yang pandai, sopan dan sebagainya. Lalu si ibu membatin, alhamdulillah anakku tidak malu-maluin padahal kalau mereka tahu, anakku tuh suka mager di rumah, slowmo, dsb bahkan kami sering berdebat.
Thread tuh ramai dikomentari para ibu dengan cerita yang hampir sama. Ada juga yang curhat tentang keadaan sebaliknya. Untungnya curhatnya itu berakhir damai versi dia. Bisa menerima ibunya dengan segala kekurangannya, dsb.
Habis membaca Thread itu beserta komentar-komentarnya, saya jadi ikut membatin karena tidak berani berkomentar.
Saya bertanya-tanya, “Apakah anakku juga begitu? Apakah pandangan anakku terhadap pola pengasuhan yang saya terapkan, dia terima dengan baik atau tidak?”
Sedikit overthinking ini.
Baiklah, mari menghalau pikiran buruk dan yang berlebihan demi menjaga kewarasan diri. Saya hanya mau berpesan kepada anak-anak saya dan semua anak deh.
Bahwa orang tua itu bukan malaikat. Dia manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan dan mungkin sedikit sekali kelebihan. Jika dia melakukan kesalahan, maka maafkanlah, selama kesalahan itu bukan kesalahan yang berhubungan dengan Aqidah, keselamatan diri dan jiwa. Kalaupun menyangkut fisik, misalnya dicubit, dijewer maka pikirkanlah, kenapa dia melakukan itu lalu maafkan.
Sedangkan buat orang tua, mari memaafkan anak-anak kita. Mereka itu manusia juga yang tidak luput dari kesalahan, maka maafkanlah jika ada kelakuannya yang tidak sesuai dengan ekspektasi orang tua.
Bisa jadi ia hebat di luar, tapi di rumah memusingkan orang tua, misalnya suka mager, slowmo, TUTI alias tukang tidur maka bersabarlah. Setidaknya ada sisi lainnya yang baik dan bisa jadi penyeimbang.
Kalau terjadi sebaliknya, di rumah baik-baik saja sementara di luar sana, perbuatannya nauzubillah, maka kata ustaz, segeralah beristigfar karena bisa jadi itu adalah akibat kelakuan kita, orang tuanya.
Sebagaimana hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah; kedua orang tuanyalah yang menjadikannya penganut agama Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.''
Banyak faktor yang bisa menyebabkan seorang anak melenceng dari fitrahnya, seperti faktor lingkungan rumah, sekolah, bacaan, tontonan bahkan bisa jadi berasal dari salah seorang atau kedua orang tuanya.
Karena itulah kita tidak boleh lalai, sekalipun manusia secara naluri memiliki sifat fitrah, tetapi Allah juga menganugerahkan kita potensi positif dan negatif, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya sebagai berikut.
''Maka Allah mengilhami jiwa manusia kefasikan dan ketaqwaan. Sesungguhnya beruntunglah yang menyucikan jiwanya dan sesungguhnya merugilah yang mengotorinya.” (QS. As Syams ayat 8-10).
Dalam mengoptimalkan potensi positif dan menghilangkan potensi negatif orang tua yang harus berperan penting.
Wallahualam bissawab.
Makassar, 21 Desember 2024
Dawiah
Post a Comment