Sebuah Edisi Muhasabah
Hai, September!
Alhamdulillah, kita masih dipertemukan dan menjadi September ke sekian puluh tahun kita. Kalau orang lain melihat kebersamaan kita, mereka bisa bilang, “tak terasa yah sudah sejauh ini perjalananmu…”
Padahal, rasanya itu, tak bisa dirangkai dengan kata-kata apalagi digambarkan dengan lukisan.
Ada satu cerita di awal bulan September yang secara tidak sengaja kembali menyadarkan saya, bahwa tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang berjalan secara kebetulan.
Ceritanya, hari itu saya memutuskan pulang dengan berjalan kaki karena sekalian mau singgah belanja di Indomaret. Siang yang terik seakan melongo melihat kenekadan saya berjalan kaki.
Hm, jarang-jarang jalan kaki ke sekolah sekalipun jarak rumah dengan sekolah tempat saya mengajar hanya sekitar 400m. Soalnya terlanjur nyaman dimanjakan sama anak, ke sekolah selalu diantar jemput, ini sebelum doi bekerja. Setelah dia bekerja dan tidak ada waktunya menemani saya ke mana pu, barulah terasa.
Baiklah, kita kembali ke cerita.
Setelah beberapa menit berjalan kaki akhirnya saya tiba Indomaret. Ternyata di dalam Indomaret banyak yang antre di depan kasir dan itu cukup menghalangi pelanggan lain yang mau belanja di rak dekat kasir.
Saya memutar melewati satu rak untuk mencapai rak lainnya yang menyimpan bahan yang saya butuhkan. Di ujung rak saya bertemu seorang ibu yang sedikit bersandar di ujung rak, ia mengangguk ramah. Saya pun balas mengangguk.
“ibu mau belanja yah?” saya mengangguk, dalam hati, masuk ke sini pasti mau belanjalah, masa mau ngadem.
“Saya juga mau belanja, tapi sekalian menunggu anak saya yang sedang bertugas.”
“Iya Bu, anaknya bertugas di mana?” Saya basa basi demi membalas keramahannya.
“itu Bu yang di kasir. Alhamdulillah, anak saya sudah naik pangkat, dari pelayan menjadi kasir. Lumayan gajinya bu, bisa membantu saya bayar listrik dan beri uang jajan untuk adiknya.”
Si ibu bicara cepat seakan tak mau memberi saya kesempatan bicara. Dia berbicara diselingi dengan senyuman semringah menampakkan kebahagiaan yang tak terkira. Saya ikut bahagia menatap matanya yang berbinar dan saya merasa senyum saya merekah Ikhlas.
“Sebenarnya saya kasihan sekaligus bangga sama anak saya itu Bu, dia lebih memilih bekerja daripada kuliah padahal dia lulus di Universitas Negeri Makassar (UNM). Adiknya lebih membutuhkan biaya agar bisa tamat SMA.” Kembali si ibu bercerita. Sekelabat matanya mengembun.
Entah kenapa hati saya ikut basah.
“Tidak apa-apa Bu, Setelah adiknya tamat SMA, kakaknya bisa kuliah nanti.” saya mengelus bahunya.
Si ibu kembali tersenyum, ia mengibaskan tangannya, mungkin berusaha menghalau keresahannya.
“Eh, saya jauh-jauh ke sini belanja minyak kelapa karena kata anak saya ada promo, lagi turun harga. Tuh di sana.” Tunjuknya. Si ibu berhasil menghalau resahnya sekaligus mengakhiri obrolan kami.
“Oh iya yah, terima kasih tadi saya melewatinya.”
Si ibu mengangguk, masih dengan matanya yang menyiratkan berbagai makna
Perasaan saya campur aduk. Tadinya energi yang terkuras karena berjalan kaki menjadi semakin terkuras karena kelelahan, bukan tentang fisik, tapi lebih ke perasaan.
Ada yang berkecamuk dalam jiwa, berbagai pikiran sekaligus penyesalan berseliweran di sana.
Seakan mengingatkan, betapa kontroversinya keadaan si ibu dan anaknya dengan keadaan saya sendiri sekarang. Si anak pejuang tangguh untuk keluarga dan ibunya yang bangga dan bersyukur serta selalu mendukung apa pun yang dilakukan oleh anaknya.
Sementara saya yang alhamdulillah sudah melewatinya beberapa tahun kemarin. Putra-putra saya sudah mandiri dan tanggungan keluarga tinggal si bungsu yang tidak lama lagi menuntaskan kuliahnya, lalu mengapa masih sering mengeluhkan banyak hal yang tidak penting?
Sambil antre di kasir, saya mengamati wajah anak perempuan yang dimaksud si ibu, wajah anak gadisnya. Dia sibuk melayani pembayaran pelanggan dengan senyum yang tak henti-henti. Siapa sangka di balik wajah manis itu tersimpan semangat juang dan pengabdian yang tulus kepada keluarganya.
Siang itu, perasaan saya melompat-lompat dari terharu, sedih, bahagia, menyesal lalu bersyukur. Ternyata begitu mudahnya Allah membolak balikkan hati manusia. Melalui obrolan singkat dengan si ibu yang nampaknya biasa saja, tetapi telah berhasil mengobrak abrik perasaan.
Tentu ini bukan kebetulan, ada skenario-Nya di sana.
Karena tidak ada sehelai daun pun yang jatuh tanpa izin-Nya.
Demikian pula kejadian hari itu.
Saya yang tidak biasa pulang dengan berjalan kaki, tiba-tiba jalan kaki dan singgah di Indomaret. Bertemu dengan seorang ibu yang dengan sabarnya saya mendengarkan ceritanya padahal kita tidak saling kenal.
Melalui si ibu saya tersadarkan untuk terus bersyukur atas nikmat Allah yang dianugerahkan kepada saya dan keluarga.
Hikmah
Terkadang kita sibuk menghitung-hitung kekurangan diri atau sibuk membandingkan pencapaian diri dengan orang lain, seakan kebahagiaan kita bergantung pada hal tersebut.
Seperti sikap overthinking saya akhir-akhir ini, mempertanyakan pada diri tentang kegiatan apa yang akan saya lakukan nanti kalau masa pensiun tiba.
Mereka-reka, apakah kesepian akan menyergap? Masih bisakah berkarya meski tidak lagi menjadi ASN? Masih cukupkah gaji pensiun membiayai rumah tangga? Dan, masih banyak lagi.
Pertanyaan itu tak tampak dan tak pernah terucapkan, tetapi sering datang menyelusup diam-diam dalam pendar-pendar sel syaraf di kepala.
Sungguh hal bodoh yang tidak semestinya ada.
Alih-alih memikirkan hal yang pasti, yaitu kehidupan di akhirat, malah sibuk memikirkan hal-hal sepele yang duniawi.
Usia semakin senja, seharusnya semakin fokus mempersiapkan diri.
Saya menjawil jidat sendiri. Maka tidak ada salahnya kalau saya berterima kasih kepada siang yang terik hari itu, berterima kasih kepada si ibu yang tanpa dia sadari telah menghangatkan sanubari saya melalui ceritanya. Bukankah semesta tidak bekerja dengan sendirinya?
Terima kasih kepada si gadis manis yang “bercerita” tentang perjuangannya dan menyadarkan, bahwa hidup itu bukan tentang makan, minum saja, melainkan ada tanggung jawab yang harus dipenuhi untuk memenuhi tanggung jawab lainnya yang jauh lebih besar, yaitu mengabdi kepada Allah Azza Wajallah.
Bahwa hidup di dunia adalah perjuangan tiada akhir untuk mencapai cita-cita kita yang sesungguhnya, yaitu kemenangan di keabadian.
Tak perlu silau dengan kehidupan orang lain sebab kita memiliki kehidupan sendiri dengan kilaunya sendiri.
Nasihat buat diri yang miskin ilmu ini.
“Dunia ini ibarat bayangan. Kejar dia, maka engkau tak akan bisa menangkapnya. Balikkan badanmu darinya, maka ia tak akan punya pilihan lain kecuali mengikutimu.” (Ibnu al-Qayyum).
Makassar, 4 September 2024
Dawiah
Kalau ASN masih dapat uang pensiun kan nantinya, Bun? Insya Allah kalau rezeki adaa aja.
ReplyDeleteMemang bener Bun kalau tidak ada yg kebetulan di dunia ini karena semua hal sekecil apapun sudah diatur oleh-Nya.
Aku percaya banget dengan tidak ada yang kebetulan dan membaca tulisanmu ini sungguh waktu begitu manis mengatur, dialog dengan si ibu menghadirkan banyak makna. Terima kasih sudah menulisnya.
ReplyDeleteSedih mba. Aku pun sekarang udah mulai kepikiran tiap liat anakku yang umurnya 2 tahun. Dulu aku pas awal ngerantau di Jakarta, itu luar biasa beratnya. Tentu aku sebagai orang tua, ga mau kelak anakku menanggung beban. Kalo kata anak sekarang, generasi sandwich.
ReplyDeleteInsya Allah, rezeki mah ga akan ketuker. Asalkan kelak kita terus berupaya, insya Allah Gusti agung akan menganugerahkan yang terbaik saat kita tua kelak nanti.
Yah. Kadang kita tuh menyadari ya. Bahwa kita terlalu memusingkan hal yang tidak ada. Padahal, ada banyak hal yang seharusnya menjadi alasan kita bersyukur.
ReplyDeleteSegala sesuatu yang terjadi di dunia ini tu emang nggak ada yang kebetulan yaaa, kdang baru sadar beberapa saat setelahnya, dan aku setuju banget sama kata kata "Tak perlu silau dengan kehidupan orang lain sebab kita memiliki kehidupan sendiri dengan kilaunya sendiri." <3
ReplyDeleteHidup didunia ini semuanya sudah diatur dan mengikuti garis hidup. Banyak hal kecil yang terlewat kita syukuri padahal banyak orang yang tidak bisa mendapatkan hal serupa. Terkadang kita bertemu orang orang yang tak dikenal justru mengingatkan kita lewat percakapan
ReplyDeleteIMHO, gak salah kok kalau kita sampai terpikir mengenai masa depan. Bisa dibawa dalam doa kok, semoga apa yang menjadi kekhawatiran bisa dihindarkan. Dan harapan2 kita disampaikan juga lewat doa. Sambil sesekali kita melihat di sekitar dan menjadikannya sebagai sarana untuk mensyukuri kehidupan ini :)
ReplyDeleteterssirat bangga tapi sebetulnya jauh dalam hatinya sedih, karena anak gadinya "terpaksa" jadi sandwich generation, dan hal ini masih terjadi dibanyak keluarga. terlepas dari semua itu, inti ceritanya adalah tentang bersyukur ya mba. Kadang kita merasa kondisi kita udah yang paling wah banget painfull nya, padahal orang lain lebih painfull lagi dari kita. terkadang, Allah itu maha lucu sih menurut saya, seringnya mempertemukan dengan kejadian diluar perkiraan tapi tepat disaat kita membutuhkan. seperti pertemuan mba dengan ibu gadis kasir tadi. ceritanya jadi penyegaran rohani juga buat saya. makasih udah share mba.
ReplyDeleteSetujuuuu mba. Terkadang Allah KSH teguran ke kita melalui orang lain. Dan itu pasti bukan suatu kebetulan. Aku juga percaya, segala sesuatu yg terjadi, memang sudah tertulis semuanya.
ReplyDeleteBeberapa kali aku ketemu dengan orang yg optimis seperti si ibu tadi. Yg hidup lebih susah, tp mereka semangat dan bersyukur dengan apapun yg Allah KSH buat mereka. Pantes aja segala sesuatunya jadi terasa cukup ❤️.
Sesuatu yg bisa kita ambil pelajarannya ya mba. Jangan terlalu banyak mengeluh dan syukuri apa yg Allah beri.
Tulisan mba adalah keresahan hatiku beberapa waktu lalu, merasa selalu ada saja yang kurang. Padahal kalau mendengar cerita teman, sepertinya saya lebih baik tapi kenapa kok saya kurang? Sepertinya memang ketidakpercayaan pada rejeki yang sudah diatur Allah kadang membuat saya seperti ini. Tapi pelan-pelan saya mencoba memantaskan diri untuk itu. Insha Allah mba, saya dan kita semua akan mendapatkan rejeki tanpa merasa kekurangan karena sudah dicukupkan-Nya
ReplyDeleteSetuju sih di dunia ini memang gada yg namanya kebetulan, semuanya pasti ada alasan atau sebab akibatnya
ReplyDeleteAlhamdulillah... dengan bertemu ibu tadi jadi ada hikmah yang bisa dipetik ya bu. Saya juga gitu, kadang malu juga dengan orang2 lain yang ternyata hidupnya masih jauh lebih susah dibandingkan dengan saya, tapi tidak banyak mengeluh.
ReplyDeleteJd ngaca sm diri sendiri. Setiap manusia punya jalan takdirnya masing-masing. Jd sepatutnya memang kita ga perlu iri dgn kehidupan orang lain. Namun namanya jg manusia. Kadang kita kita iri dgn orang lain. Harus lebih banyak2 bersyukur nih. Quotes penutup nya nampol di hati euy.
ReplyDeleteMemang ada berbagai cara ya Bu untuk Allah mengngatkan kita akan betapa banyak nikmat yang sudah mereka berikan pada kita, termasuk dari orang yang tidak kita kenal. Justru malah dari kejadian yang tidak disengaja dan orang tidak dikenal kita malah jadi belajar banyak
ReplyDeleteKarena semua sudah jadi rejekinya dan sudah waktunya. Makanya memang gak ada yang kebetulan sih ya kalo semisal kita pikirkan
ReplyDeletePernah memahami ya begitu, tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang berjalan secara kebetulan.
ReplyDeletePernah iseng-iseng main ke rumah temen, disana juga dapet hal yang bisa Aku ambil hikmahnya. Seperti membaca blog mba, ini pun gak kebetulan, ada hikmah yang Saya ambil dari ceritanya
Aku kurang lebih paham kondisi si anak perempuan yang memutuskan bekerja untuk membantu adiknya karena aku dulu pernah ada di posisi serupa. Alhamdulillah, anak tersebut tangguh ya mba. Tulus dan berkontribusi besar bagi keluarga, semoga saja ia menemukan jalan supaya bisa melanjutkan kuliah dan mempunyai kehiduoan yang srmakin meningkat secara perekonomian, aamiin.
ReplyDeleteBetul, memang tidak ada yang kebetulan ya. Langkah kaki mbak ke mini market, bertemu si ibu dan dengerin ceritanya jadi bikin semakin bersyukur dan membatasi pikiran yang mulai terisi sama hal-hal khawatir, ovt, dkk. Masya Allah memang Allah sebaik-baiknya yang membolak balikkan hati. Semoga selalu diberikan kelapangan rezeki.
kita nggak bisa liat keadaan orang lain hanya sekedar dari penampilan, dan cerita mba Dawiah ini pernah aku alami. Kadang pas aku berhenti sejenak di suatu tempat, terus nggak sengaja ngobrol sama orang itu, ternyata keluarganya juga lagi berjuang, misalnya anaknya yang lagi kerja di tempat A, gigih buat lolos tes kerja dan sebagainya.
ReplyDeleteSalut sama anak-anak yang berjuang buat keluarga dan buat keluarganya yang selalu support keputusan si anak
Setiap hari ada yang bisa kita petik untuk kita pelajari. Pertemuan dengan orang yng tidak kita sangka akan membuahkan pelajaran yang berharga. Tinggal kita bisa menyikapi dan meneruskan pelajaran itu sendiri
ReplyDeleteBenar sekali bu, mungkin memang masa pensiun bikin galau ya
ReplyDeleteKarena kehilangan rutinitas dan sebagian besar penghasilan
Namun, usia pensiun saatnya jadi waktu yang tenang, bisa menikmati hidup
Bisa terus berkarya dengan menulis dan alhamdulillah masih ada pendapatan setiap bulan ya bu..
Hikmah dari pertemuan yang tak disengaja ini dalam sekali ya bu
Semangat bu, selamat menikmati pensiun dengan bahagia ❤❤
saya pun mengembun membacanya Kak, saya bisa bayangkan perasaan si ibu dan anaknya yang rela berkorban untuk adiknya, selalu ada super hero yang tidak terlihat dalam keberhasilan kita bahkan kita jarang tahu siapa hero kita, terima kasih kak ceritanya, semoga mba kasir mendapatkan rezeki untuk bisa berkuliah, tidak hari ini mungkin esok hari
ReplyDeletebukan tanpa kebetulan ya bertemu dengan kejadian yang membuat hati dan pikiran merenungkan kembali, begitu banyak hikmah yang diambil dan kadang cerita orang lain ini jadi begitu personal di diri kita. selain itu, ada juga rasa-rasa nggak sendiri kalau denger cerita macem-macem dari orang lain ini
ReplyDeleteTak ada salahnya memikirkan masa depan tapi jangan lupa menikmati hari ini. Yap, tidak ada sesuatu di dunia yang terjadi secara kebetulan. Semua sudah tepat dengan hikmahnya.
ReplyDeleteSemua emang sudah diatur dan tertulis di lauhul mahfudz ya Mba. Tidak ada yg kebetulan. Merasa overthinking emang wajar sih Mba, aku pun masih suka gitu kalau lgi kurang mindfull dalam sehari2..
ReplyDeleteMashaAllaa~
ReplyDeleteBarakallahu fiik, Bunda.. Aku baca cerita Bunda juga jadi tersadarkan betapa sering saya kurang bersyukur dengan membandingkan nikmat ini dengan nikmat orang lain. Tentu setiap kemudahan ada perjuangan di sana, yang bukan untuk di "iri" kan, karena Allah beri keistimewaan lain sebab dari pengorbanan serta faktor doa orangtua yang mampu menembus langit arsy Allah subhanahu wa ta'ala.
Artikel ini menjadi reminder juga buat saya yg sudah purnabakti 1 tahun ini. Beberapa bulan sebelum pensiun, saya coba tuh mengatur biaya bulanan kira-kira sebulan uang pensiun. Karena kalau pensiun, kan minus tunjangan-tunjangan waktu masih aktif ASN. Alhamdulillah cukup. Alhamdulillah udah ngeblog 10 tahun yl, adalah dikit-dikit fee, walaupun tidak ajeg. Ya disyukuri saja...
ReplyDeleteMemang bener, saya juga suka overthinking loh...
Cerita anak gadis kasir Indomaret jadi mengingatkan kita, supaya selalu bersyukur.
Kadang saya juga disibukkan dengan urusan duniawi, padahal manusia hanya hidup sebentar dan akan kembali pada sang Pencipta.
ReplyDeleteManusia memang harus sering diingatkan dengan hikmah yang dialami oleh manusia lainnya ya Bund. Kalau tidak begitu, kita akan kurang bersyukur. Sama kok, saya juga sering merasa begitu. Melihat perjuangan orang lain kemudian dalam hati merenung kalau ternyata selama ini saya berisik banget keluhannya
ReplyDeleteSetiap hari ada hikmah yang bisa diambil bagi yang peka. Saya juga kadang menemukan renungan dari perbincangan sesederhana seperti yang diceritakan Mbak Marda.
ReplyDelete