Menjadi Generasi Sandwich Tidak Selalu Buruk

Sunday, September 29, 2024

 


Generasi sandwich/www.mardanurdin.com

Generasi Sandwichkah Kamu?


Istilah generasi sandwich beberapa tahun terakhir menjadi ramai diperbincangkan, terutama di media sosial. Pada umumnya orang beranggapan kalau ia menjadi generasi sandwich adalah derita tiada tara.

Betulkah demikian?

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan generasi sandwich?

Generasi sandwich digambarkan sebagai seseorang yang telah dewasa yang sedang menanggung atau mengurus orang tua yang sudah lanjut usia dan pada saat yang sama mengurus juga anak-anak mereka sendiri. Ini menggambarkan situasi terjepit di antara dua generasi atau yang berlapis bagaikan roti sandwich yang berlapis-lapis. 


Ciri-Ciri Generasi Sandwich


Ada beberapa ciri khas dari seseorang yang termasuk generasi sandwich yaitu:

Memiliki tanggung jawab ganda, artinya selain bertanggung jawab terhadap diri sendiri, dia juga bertanggung jawab atas perawatan orang tuanya yang sudah sepuh  dan bertanggung jawab  pula kepada anak-anaknya.

Sering mengalami tekanan emosional dan kecemasan karena harus memenuhi kebutuhan dua generasi sekaligus. Merasa kewalahan karena beban tersebut.

Mengalami tekanan finansial sehingga harus menunda bahkan mengorbankan keuangan pribadinya, misalnya menabung untuk masa tua.

Sering merasa kekurangan waktu untuk diri sendiri karena mesti berbagi waktu antara diri sendiri, pekerjaan, merawat orang tua dan mengurus anak-anak. Akibatnya sulit bersosialisasi bahkan kurang waktu untuk beristirahat.

Memiliki peran ganda, seperti tanggung jawab ganda, orang yang termasuk generasi sandwich juga memiliki peran ganda, yaitu sebagai pengasuh, penyedia dan pendukung emosional bagi kedua generasi.

Sering mengorbankan kebutuhan dan keinginan pribadi demi kesejahteraan orang tua dan anak-anak bahkan kadang didomplengi sama saudara-saudaranya. Akibatnya selalu mengalami kelelahan fisik dan mental.


Apakah Saya Termasuk Generasi Sandwich?


Dari ciri-ciri yang digambarkan di atas, rasa-rasanya saya pernah menjadi generasi sandwich, bahkan sebelum saya membina rumah tangga. Hal ini terjadi karena bapak yang sakit saat kami anak-anaknya masih belum dewasa dan belum bekerja sementara bapak hanya meninggalkan dua petak rumah kontrakan yang dibayar oleh pengontrak sekali setahun.

Maka sebagai anak sulung, saya merasa bertanggung jawab membantu keluarga saya, berjibaku dengan kuliah sambil kerja. Untungnya waktu itu dua adik saya sudah bisa membantu maka jadilah kami bertiga nyerempet-nyerempet menjadi generasi sandwich. 

Belum bisa disebut generasi sandwich seutuhnya karena kami belum berkeluarga. Namun, ketika bapak meninggal dunia dan saya sudah menikah barulah saya resmi menjadi generasi sandwich.

Beberapa bulan setelah bapak meninggal dunia, saya merasa terpanggil untuk mendampingi mama saya yang “sendiri” mengurus anak-anaknya yang notabena adalah adik-adik saya. Tidak mudah bagi beliau mengurus dan “menjaga” lima anak perempuannya plus satu anak laki-lakinya.

Maka atas izin suami, kami pun pindah ke rumah mama bergabung dalam keluarga besar. 

Jika dijelaskan bahwa salah satu ciri generasi sandwich adalah sering mengorbankan kebutuhan dan keinginan pribadi demi kesejahteraan orang tua dan anak-anaknya, itu betul adanya.

Waktu itu, saya jarang bersosialisasi apalagi bersantai karena saya harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 

Untungnya saat itu, kesehatan mama saya masih fit, beliau masih bugar untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga sehingga saya “dibebaskan” tidak membantu di bidang itu. 

Cukup lama keadaan itu berlangsung hingga satu persatu adik-adik saya menikah dan membina rumah tangganya sendiri. 


Menjadi Generasi Sandwich Tidak Selalu Negatif


Siapa bilang menjadi generasi sandwich itu buruk atau negatif. Saya berani menyatakan itu karena saya telah mengalaminya. Ada kepuasan tersendiri sekaligus rasa syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala karena diberi kemampuan untuk melakukan itu.

Berasal dari keluarga yang relatif pas-pasan dengan jumlah saudara yang tidak sedikit di mana empat adik saya itu masih kecil, belum bisa membiayai hidupnya sendiri dan yang paling utama masih butuh bimbingan dan pendampingan, tentu banyak hambatan yang harus dihadapi. 

Kemudian saya menjadi orang pertama dalam keluarga yang alhamdulillah bisa mendombrak hambatan itu. 

Saya merasa dipercaya oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan semesta mendukung untuk memberi manfaat kepada keluarga saya. Ini adalah kebahagiaan yang tidak semua orang diberi kesempatan itu.

Syukurnya, mama saya memiliki kepribadian yang luar biasa. Beliau mendukung dan mendampingi saya seutuhnya untuk tidak pernah merasa tidak nyaman dengan keadaan itu. Beliau tidak mengizinkan anaknya memiliki kebiasaan buruk yang akan merusak keikhlasan saya sebagai generasi sandwich.

Yaah, walaupun terkadang tidak mendapatkan ucapan rasa syukur, tidak ada terima kasih dan tidak ada tanggung jawab berkelanjutan atas jerih payah saya, tapi itu sama sekali tidak mengurangi rasa syukur saya atas “posisi” itu yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Saya terus menikmati keadaan itu hingga mama saya meninggal dunia. Lalu saya berpikir, tuntas sudah usaha mama membersamai saya dalam menjalani peran itu dan kini saatnya rantai generasi sandwich itu diputus.


Generasi Sandwich Dalam Pandangan Islam


Setahu saya, dalam ajaran Islam, tidak ada istilah generasi sandwich. Adanya adalah bersedekah.

Bersedekah kepada kerabat di mana hubungan kekerabatan yang dimaksudkan adalah orang tua, istri, dan anak yang masih dalam tanggungan dihitung sebagai pahala bersedekah juga sebagai penyambung silaturahim.

Sebagaimana hadist dari Salman bin Amir Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah bersabda yang artinya sebagai berikut.

“Sesungguhnya sedekah kepada orang miskin pahalanya satu sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat pahalanya dua, yaitu pahala sedekah dan pahala menjalin hubungan kekerabatan.” (HR. An-Nasai No. 2583, Tirmidzi No. 658, Ibnu Majah No. 1844).


Memberi nafkah kepada orang tua termasuk salah satu di antara bentuk birrul walidin (berbakti kepada orang tua). 

Jadi tidak bisa dianggap sebagai sebuah beban. Apalagi jika orang tua sudah berusia lanjut, itu adalah kesempatan emas di mana tidak semua orang memiliki kesempatan untuk mendapatkannya.

Salah satu hadist yang menjelaskan hal itu.  Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah bersabda yang artinya adalah:


“Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk surga”. (HR. Muslim No. 2551 dan HR. Ahmad 2: 254, 346).


Sungguh merugi dan celaka jika kita masih memiliki orang tua atau salah seorang di antaranya, bapak atau ibu lalu tidak menggunakan kesempatan itu untuk berbakti, karena itu adalah salah satu pintu masuk surga.

Apalagi kalau orang tua kita, bapak atau ibu dalam keadaan miskin, payah dan tidak mampu lagi mencari nafkah. Atau dalam keadaan sakit. Maka seorang anak wajib menafkahi dan mengurus orang tuanya. 

Bukankah ketika kita lahir, orang tua merawat dan mendoakan supaya anaknya hidup dengan baik dan menjadi anak salih dan salihah?

Namun, ketika orang tua sudah tua dan sakit-sakitan justru banyak anak yang mendoakan agar cepat meninggal, bahkan ada yang menyerahkan tanggung jawabnya kepada orang lain dan ada pula yang memasukkannya ke panti jompo. Itu adalah perbuatan dari anak-anak yang durhaka kepada orang tuanya. (Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas).


Tenangkanlah Jiwamu, Wahai Para Generasi Sandwich!


Agama Islam sangat menghargai upayamu dalam berjuang keras untuk memberikan nafkah bagi keluarga. Allah yang Maha Penyayang tidak akan membiarkan keringatmu dalam berjuang mencari nafkah untuk keluargamu jatuh sia-sia.

Dalam Islam, menjadi generasi sandwich ini tidak dianggap beban. Bahkan bisa jadi berkah buat diri kita. Karena setiap nafkah yang diberikan akan dihitung sebagai sedekah apalagi jika itu diberikan kepada kedua orang tua atau salah satu di antaranya.

Maka janganlah menganggap orang tua sebagai beban yang menyusahkan, sebab Allah subhanahu wa ta’ala telah menjanjikan kebahagiaan dunia akhirat apabila kita mengabdi kepada orang tua. 

Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang artinya sebagai berikut.

“Dari Anas bin Malik radiyahllahu ‘anhu, Rasulullah Sallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rezekinya, maka hendaklah ia berbakti kepada kedua orang tuanya dan menyambung kekerabatan (silaturahmi).” (HARI Ahmad).

 

Demikian, semoga bermanfaat


Referensi:

Almanhaj.or.id

Gramedia.com

Muslim.or.id

Suaraaisyiyah.id


Makassar, 29 September 2024

Dawiah

14 comments

  1. Mindset orang yang menginginkan finansial sehat dengan fokus menata keluarga kecil sebenarnya bagus. Namun, jika memang ada tanggungan saudara atau orang tua, itu adalah anugerah yang justru harus kita syukuri.
    Ini ladang pahala yang justru bisa menjadi jalan rezeki tidak terduga. Bahkan, kita semacam punya "power" karena lebih bermanfaat untuk keluarga dan dapat diandalkan. Balasan rezeki dari Allah bisa saja berupa keluarga yang rukun, kesehatan, hingga pekerjaan yang sukses.

    ReplyDelete
  2. Sepakat, saya pun menikmati saja prosesnya sebagai bentuk bakti saya ke orang tua, tidak perlu mengeluh, capek sih iya, tapi tak perlu terlontar sehingga orang tua tetap nyaman.

    ReplyDelete
  3. teman kantor saya ada yg generasi sandwich mba dan ga selalu buruk kok, dia jadi lebih bertanggung jawab dan terbukti waktu dia menikah, dia bisa menjadi kepala keluarga yang baik sekaligus anak yang berbakti untuk orang tuanya

    ReplyDelete
  4. Saya bukan generasi sandwich, dan saya juga berharap di masa depan anak-anak saya gak jadi generasi sandwich. Makanya, sejak sekarang mulai bekerja keras, biar nanti di masa deoan bisa tetap berdikari. Semoga, aamiin

    ReplyDelete
  5. Generasi sandwich memang ada positifnya. Anak bisa lebih bertanggungjawab. Tetapi, mungkin kembali ke orangtuanya juga. Ada orangtua yang terlalu penuntut. Padahal anaknya sudah berusaha mencukupi semua kebutuhan orangtua. Akhirnya merasa menjadi generasi sandwihich adalah hal berat

    ReplyDelete
  6. Walau mungkin kerap dianggap banyak sisi negatifnya, tetapi ada juga sisi positifnya generasi sandwich ini ya, jadi tergantung bagaimana yang menjalankannya menyikapinya

    ReplyDelete
  7. MashaAllaa~
    Aku selalu percaya kalau bisa memuliakan kedua orangtua, maka rejeki akan datang berlipat-lipat ganda. Jadi, aku gapernah berpikir mengenai istilah generasi sandwich ini.

    ReplyDelete
  8. Bagus sekali artikelnya, mengubah sudut pandang generasi sandwich menanggung orang tua bukan sebagai beban tetapi sedekah dan berbakti. Tetapi yang sering menyulitkan adalah...ini terjadi pada kawan putri saya, ketika ibu/orang tua menuntut ke anak, karena ortu merasa sudah menyekolahkan, jadi sekarang saatnya membalas budi dan menuntut balik.
    Nah...kalau ini memang memberatkan sih buat anak. Naudzubillah min dzalik...

    ReplyDelete
  9. generasi sandwith ini bukankah menjadi tatanan hidup kita di Indonesia ya. aku rasa tidak masalah selagi kita bisa bersatupadan menjalani kehidupan seperti ini.

    ReplyDelete
  10. Sisi positif generasi sandwich bisa terlihat asal sudut pandang dan prasangka seseorang ikut positif juga. Ibaratnya, bisa ambil hal-hal baik di tengah himpitan 2 generasi berbeda.

    ReplyDelete
  11. Saya yang pernah merasakan anak dari generasi sandwich. Ayah saya anak pertama dari 9 bersaudara, sempat ada masa2 adik2nya sampai anak2 adik2nya butuh ini itu dan minta bantuan ke keluarga kami. Karena ibu saya juga kerja jadi masih terbantu tapi saya nyaris nggak bisa kuliah karena ortu jadi susah nabung. Akhirnya ortu mulai lebih memikirkan tabungan untuk masa depan termasuk untuk pensiun. Bukannya nggak mau membantu lagi sih ya, tapi karena adik2nya juga sudah dewasa juga bahkan punya anak, supaya mereka juga mau lebih berusaha.

    ReplyDelete
  12. Kalau menurutku sih mb, di Indonesia perekonomian masih lemah banget ya, juga literasi keuangan jadi namanya generasi sandwich itu udah LUMRAH atau buanyak banget di Indonesia ini. Tidak dipungkiri berdampak negatif juga banyak, seperti stres dialami pasangan yang anak banyak dan harus menanggung orangtua-mertua yang papah, atau lansia yang stres karena anak-anak tidak mampu menanggung hidupnya. Kompleks banget ya hehehe, Bismillah dengan kerjakeras, yakin yang sedang merawat ortu dengan uang sendiri dimudahkan, aamiin dan kita yang kelak menjadi orangtua mulai menata keuangan dan kesehatan, agar anak-anak dimudahkan,aamiin

    ReplyDelete
  13. Generasi sandwich ini memang ga mudah perjuangan dan juga tanggungannya. Jika kita lihat dari kacama agama, masyaallah banget. Semoga lelahnya lillah dan mendapat balasan kebaikan kelak. Walaupun sebagai manusia wajar jika melihat generasi ini sebagai generasi yang "terbebani" dan kadang untuk diri sendiri aja dikesampingkan.

    ReplyDelete
  14. Adeeem banget baca tulisan Bu Dawiah ini, memberikan insight yang berbeda terkait maraknya pembahasan tentang generasi sandwich. Bagi yang berada dalam kondisi ekonomi pas-pasan, menjadi penanggung nafkah dua sisi, untuk ortu dan anak2nya, memang akan terasa cukup berat. Apalagi jika kemudian menyimpulkan tentang kondisi dirinya sebagai generasi sandwich, makin terasa berat deehh.. Namun jika memandangnya sesuai ajaran agama, dimana anak punya kebutuhan untuk menjalankan bakti pada orangtua, maka segala beban berat tadi Insya Allah akan diringankan oleh Allah.

    ReplyDelete