Drama Sebelum Keberangkatan ke Tanah Suci
Hari ini adalah hari ketiga saya dan Ami melaksanakan puasa sunah dalam bulan Zulhijah, telat dua hari dari yang dicontohkan oleh Rasulullah Sallalahu Alaihi Wassalam di mana Beliau melakukan puasa pada sembilan hari pada awal bulan Zulhijah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud.
“Dari Hunaidah ibn Khalid, dari istrinya, dari salah seorang istri Nabi Sallalahu Alaihi Wasallam (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Adalah Rasulullah Sallalahu Alaihi Wasallam melakukan puasa pada Sembilan hari bulan Zulhijah, hari Asyura, tiga hari setiap bulan, dan hari Senin dan Kamis pertama setiap bulan.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Tahun- tahun sebelumnya, saya hanya melakukan puasa sunnah di bulan Zulhijah pada tanggal 8 dan 9 Zulhijah.
Alhamdulillah tahun ini saya berniat melakukan puasa selama 9 hari yang dimulai pada tanggal 1 sampai dengan tanggal 9 Zulhijah.
Sayangnya saya lupa kalau pada tanggal 19 Juni itu sudah masuk tanggal 1 Zulhijah, saya mengingatnya pas pada tanggal 21 yang berarti sudah tanggal 3 Zulhijah.
Sedikit kecewa sebenarnya, tetapi sudahlah, saya menghibur diri, bahwa insyaallah setidaknya saya bisa melakukan puasa selama 7 hari.
Doakan yah, saya bisa melaksanakannya dengan baik dan lancar hingga pada tanggal 9 Zulhijah. Empat hari lagi kawan.
Saya teringat Zulhijah 1440 lalu, di mana waktu itu, saya, suami dan mama mendapat panggilan menunaikan ibadah haji.
Labbaika allahumma labbaik.
Kalimat itu terus terngiang-iang di telinga sampai ke hati saya. Rasanya tidak percaya bisa menunaikan ibadah haji bersama dua orang kesayangan saya sekaligus.
Namun, di balik rasa syukur dan bahagia itu ada berbagai drama yang menyertai perjalanan kami.
Drama yang mengharu biru sekaligus membawa hikmah yang insyaallah menjadikan saya lebih bersyukur atas segala nikmat yang Dia berikan.
Drama Sebelum Keberangkatan
Sudah lama saya ingin menulis tentang berbagai drama yang mewarnai proses keberangkatan kami ke Tanah Suci, tetapi barulah saat ini saya mengumpulkan keberanian menuliskannya.
Drama pertama dimulai dari mama yang sakit keras hingga tidak bisa berjalan. Berbagai macam pengobatan kami lakukan agar mama setidaknya bisa berjalan.
Mama divonis menyandang penyaklit osteoporosis akut. Tulang bagian punggung sudah rapuh demikian pula tulang panggulnya hingga tidak bisa berjalan bahkan berdiri pun beliau tidak sanggup. Ke kamar mandi saja beliau ngesot.
Kami mendapat kabar menggembirakan sebulan sebelum memasuki bulan Ramadan, nama kami muncul pada daftar calon jamaah haji yang akan berangkat pada musim haji tahun 2019 atau pada tahun 1440 H. Alhamdulillah.
Kebahagiaan mama tak sepenuhnya sempurna karena menyadari betapa sulitnya melakukan ibadah jika badan tidak sehat. Bahkan beliau sempat berputus asa dan merelakan saya dan suami berangkat berdua saja tanpa beliau.
Namun, sesuai janji dalam hati, saya katakan kepada beliau.
“Asalkan mama masih bernapas, saya pasti akan membawa mama, bagaimanapun caranya.”
Gagal Ikut KBIH
Ini adalah drama kedua.
Teman-teman yang sudah pernah menunaikan ibadah haji banyak yang memberi nasihat kepada saya, bahwa kalau berangkat secara reguler, boleh secara mandiri saja atau tanpa ikut Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) pun lancar-lancar saja. Apalagi ada suami yang mendampingi.
Namun, ada juga yang menyarankan untuk daftar ke KBIH tertentu mengingat mama yang perlu diurus ekstra karena penyakitnya sehingga kemana-mana harus menggunakan kuris roda.
Sebenarnya saya masih berpikir-pikir, tetapi mama mendesak karena berharap jika mengikuti KBIH pengurus KBIH akan membantu saya mengurus beliau nanti di Tanah Suci.
Akhirnya dengan berbagai pertimbangan saya pun mendaftarkan nama kami ke salah satu KBIH dengan bertanya terlebih dahulu, apakah masih bisa atau sudah penuh?
Alhamdulillah kami diterima dan mengikuti manasik haji di Masjid Raya Makassar, tempat yang penyelenggaraan manasik haji oleh KBIH tersebut, tentu saja setelah saya menyetorkan uang muka pendaftaran sebanyak Rp. 3.750.000 untuk tiga orang.
Biaya pendaftaran waktu itu adalah 2,5 juta per orang jadi yang harus saya bayar adalah sebanyak 7,5 juta untuk tiga orang.
Drama yang sangat mengecewakan kami adalah terjadi pada saat pembagian nama dan regu masing-masing calon jamaah haji di mana nama kami bertiga tidak termasuk dalam rombongan KBIH itu.
Bagaimana bisa nama kami terlempar ke kloter 17 sedangkan rombongan calon jamaah haji yang masuk dalam KBIH itu berada dalam kloter 1.
Katanya, kami terlambat mendaftar ke KBIH nya, kalau memang terlambat, kenapa kami diterima bahkan menerima uang muka kami.
Yah Rabb, ini baru permulaan, kami sudah mendapatkan ujian.
Kalau tidak melihat mama yang sabar dan pasrah, saya sudah marah-marah kepada pengurus KBIH itu, dan demi menuruti nasihat beliau, saya dan suami pasrahkan saja urusannya kepada Allah.
Bahkan beliau melarang saya meminta kembali uang muka itu. Lah, kami kan sudah tidak diurusi lagi oleh KBIH tersebut.
Berhubung saya tidak meminta kembali uang yang sudah saya setorkan, salah seorang pengurus KBIH tersebut tetap mendampingi kami hingga masuk asrama haji. Yang awalnya kami masuk kloter 17, entah bagaimana caranya kami bisa pindah ke kloter 14.
Awalnya saya ditawari pindah ke kloter 5 dengan perkiraan saya masih bisa bertemu dan diawasi oleh pengurus KBIH yang mendampingi di Tanah Suci nanti, tetapi kursi yang kosong hanya untuk 2 orang. Masa iya saya berpisah dengan suami.
Kata suami saya,
“Kenapa mesti mempercayakan nasib kita kepada pengurus KBIH itu sedangkan kita ini datang atas panggilan Allah Subhanuhu Wataala, pasti Dia yang akan mengurus kita di sana. Sudahlah, bismillah saja.”
Qadarullah kami dimasukkan ke dalam rombongan calon jamaah haji kloter 14. Lupakan KBIH itu dan lupakan juga uang mukanya, anggap saja uang itu penolak bala, wkwkwk.
Allahu Akbar, Pertolongan Allah Datang
Saat tiba di asrama haji Sudiang yang mengharuskan kami menginap semalam di sana, saya dan mama kembali mengalami drama yang bikin ngilu hati ini.
Drama apakah itu?
Yah salaam, saya dan mama mendapat kamar di lantai dua sedangkan suami di lantai dasar.
Subhanallah, bagaimana bisa mama naik tangga, jangankan naik tangga dan berjalan, berdiri saja mama tidak bisa.
Kemudian saya berinisiatif mencari kamar kosong di lantai dasar dan mengetuk setiap pintu untuk saya mintai tukaran kamar, tetapi semua kamar sudah terisi penuh dan tidak ada yang bersedia bertukar tempat.
Tidak ada jalan lain, terpaksa kami harus ke lantai dua.
“Bismillah mama, kita naik perlahan-lahan, kalau capek atau sakit, bilang-ki na…”
Mama mengangguk pasrah.
Saya memegang lengannya yang ringkih dan menuntunnya turun dari kursi roda sambil menahan air mata dan menyembunyikan kesedihan, kemarahan dan berbagai rasa kecewa dalam dada.
Dada ini berdegup tidak karuan. Bisakah mama berdiri dan melangkahkan kakinya?
Allahu Akbar!
Mama bisa berdiri dan melangkah perlahan menaiki anak tangga satu persatu hingga tiba di lantai dua.
Begitu masuk kamar, mama tersenyum semringah sembari berkata
“Alhamdulillah salamana (Alhamdulillah, saya selamat).
Ini adalah kuasa Allah yang pertama yang Dia berikan kepada kami terkhusus kepada Mama, karena masih banyak kuasa-Nya yang Dia berikan kepada kami selama berada di tanah suci hingga kami kembali ke tanah air.
Sumber: dokumen pribadi |
Sebelumnya saya pernah menikmati ketawa mama yang renyah ketika membawanya melaksanakan ibadah umroh pada tahun 2015.
Waktu itu mama masih bisa menantangku berlomba jalan kaki dari hotel ke masjid Nabawi atau berjalan cepat dari hotel ke Masjidil Haram bahkan berlari-lari kecil saat melaksanakan sai’ seusai melakukan tawaf.
Dia selalu berjalan mendahului saya yang berjalan lambat di belakangnya sembari berkata, “makanya rajin-rajin jalan kaki biar kakimu kuat seperti mama.”
Dokumen Pribadi |
Ah, mamaku sayang, siapa mengira empat tahun setelah umroh, saat mama dipanggil lagi oleh Allah untuk menunaikan ibadah haji justru mengalami penyakit osteoporosis.
Membawa mama menunaikan ibadah haji adalah peristiwa terindah dalam hidup saya. Sekalipun saya harus ekstra menyediakan tenaga mendorong kursi rodanya, tetapi Allah memberi saya kekuatan yang luar biasa.
Jiwa ini bagai terbang ke angkasa setiap kali melihatnya tertawa riang. Tak sekalipun dia mengeluhkan sakitnya padahal sebelumnya, jangankan berjalan berdiri pun dia tidak bisa.
Mama bisa berjalan kaki dari Masjid Nabawi ke hotel tempat kami menginap, bagaimana kisahnya? Nantikan kelanjutannya yah.
Makassar, 5 Zulhijah 1444 H/23 Juni 2023 M
Dawiah
Saya pernah beberapa kali mendengar cerita, jamaah yang saat berangkat kesehatannya agak terganggu. Tetapi, saat berhaji terlihat kuat. MasyaAllah. Jadi penasaran sama kelanjutan ceritanya. Sehat-sehat untuk semuanya ya, Mbak.
ReplyDeleteMasyallah mba hebat banget perjuangan mba naik haji bersamanya. Ga nyangka mamanya bisa berdiri pas naik tangga ke lantai 2. Ikut terharu aku. Doain semoga aku ama suami bisa naik haji juga nanti. Amin
ReplyDeleteYa Allah, aku jadi ingat almarhum bapak mertua. Jelang berangkat haji, malah sakit kaki, susah jalan, dan kami pun membawanya berobat ke beberapa tempat. Atas kuasa Allah kaki bapak sembuh tepat sebelum waktu keberangkatan, alhamdulillah selama ibadah haji ga ada kendala, bisa jalan kuat, dan sampai pulang tetep sehat. Masya Allah.
ReplyDeleteDrama-drama yang memilukan, pada akhirnya menjadi pengalaman berharga yang dapat diceritakan lagi dengan suasana hati yang sudah lapang dan senang ya mbak.
masyaallah selalu ada pertolongan Allah untuk hambaNya yang membutuhkan ya mba
ReplyDeleteAahh... haru banget bacanya mba. Selalu ada keajaiban ya di Tanah Suci bagi siapa saja yang meluruskan niat untuk beribadah dan menabur ikhlas di setiap langkah. Doakan kami sekeluarga bisa lekas menyusul untuk berhaji ya mbak.
ReplyDeleteMasya Allah... perjuangannya luar biasa mak, aku pun jadi teringat almarhum mama waktu mau haji tahun 2010 pas banget beliau juga sedang kambung sakitnya. Mana berangkatnya sendiri sama teman-temannya, aku khawatir dia kenapa-napa disana. Namanya kuasa Allah, selama menjalankan haji, alhamdulillah mamaku dikasih sehat.
ReplyDeleteMasyaAllah... ikut terharu bacanya, nggak ada yang nggak mungkin bagi Allah ya mbak.. Semoga Allah juga panggil saya dan keluarga untuk datang kerumah-Nya.. Semoga sehat selalu untuk Mbak Dawiah dan Mama yaa...
ReplyDeleteTerharu banget bacanya, Mbak. Dari drama mama sakit, gak diurusi KBIH walau sudah setor uang muka, sampai masuk asrama haji. Apa petugas yang mengatur kamar, gak cek dan ricek lagi ya mengenai kondisi kesehatan para jamaah. Tapi alhamdulillah ya, semuanya, akhirnya berjalan lancar. Salam untuk mamanya ya Mbak, beliau perempuan tangguh...
ReplyDeleteMasyaallah tabarakallah kalo udah niat pasti Allah mudahkan jalannya ya mbak. Selamat menunaikan ibadah haji mbak bahagia bisa js tamu Allah apalagi sama ibunda terxinta. Doakan aku bisa segera menyusul ya mbak
ReplyDeleteSungguh kuasa-Nya memang tak berbatas yaa mba. Alhamdulillah semua bisa dilalui dengan pertolongan dan kekuatan dari-Nya. Doakan semoga kami juga bisa menyusul ke rumah-Nya ya mba
ReplyDeleteMasya Allah,membaca cerita Mba ini moga bisa menjadi pelajaran buat kami nanti, moga juga diberikan kesehatan dan kemampuan untuk bisa berangkat ke sana selagi masih sehat. Terima kasih Mba atas ceritanya moga sehat selalu
ReplyDeleteKenangan dengan ibunda saat ke tanah suci pasti terus teringat ya Mba. Meski ada drama duly sebelumnya. Saya juga jadi pengen deh berangkat ke tanah suci bareng ibu juga.
ReplyDeletewah jadi penasaran mbak sama cerita ibadah hajinya bersama ibunda tercinta. memang kuasa Allah itu di luar nalar kita ya yang awalnya dikira bakal susah ternyata malah dimudahkan Allah
ReplyDeleteLuar biasa indahnya Mbak. Bagaimana sabarnya mama dan kepasrahan yang luar biasa.
ReplyDeleteAda hal hal yang sulit dijalani logika tapi seiring Allah ternyata bisa.
Ya allah, ikut ngilu membaca drama2nya, alhamdulillah semua terlalui, ada Allah yang Maha Menjaga ya mbak, semoga nanti ortuku jg bs berhaji dengan sehat dan selamat dan jadi haji mabrur
ReplyDeleteBanyak kisah sebelum berangkat dan saat ada di tanah suci. Semoga aku juga bisa dapat panggilan ke sana, amin.... Btw, soal puasa. Sudah beberapa tahun lalu, aku milih ambil 9 hari Dzulhijjah buat puasa. Ini kalau gak ada udzur sih ya
ReplyDeleteMembaca berbagai drama dan di akhir selalu ada keajaiban untuk setiap masalah, mashaAllaa~
ReplyDeleteKuasa Allah itu nyata dimanapun berada, terutama di tanah haram, Baitullah.
Barakallahu fiik, Bunda..
Hikmah beribadah mendampingi orangtua, in syaa Allah mabrur.
Banyak ya keajaiban saat ke tanah suci apalagi ketika menunaikan ibadah haji. Pertama ada saja ujian utk menguji kesabaran, selain itu ada pula keajaiban2 tak terduga, sebagaimana misalnya ada yang sakit kemudian di sana menjadi sehat dll.
ReplyDeleteTerima kasih sharingnya mbak, kisah yang sungguh gak alan terlupa yaa :D
Masya Allaaah, kekuasaan Allah itu sungguh luaaar biasa besarnya!
ReplyDeleteaku terharu baca kalimat pak suamimu mbak
“Kenapa mesti mempercayakan nasib kita kepada pengurus KBIH itu sedangkan kita ini datang atas panggilan Allah Subhanuhu Wataala, pasti Dia yang akan mengurus kita di sana. Sudahlah, bismillah saja.”
mak deg! Ya, semua atas ijin Allah kenapa kita jadi repoooot banget ya?
Ya Allah.. ikut terharu sm ceritanya. Berkah selalu mba hidupnya.. krn sudah membahagiakan mama sampai ke level ini. Luar biasa.. Dr sini aku belajar gak ada yang gak mungkin. Cobaan tak melulu menjadi final cerita. Tp tangga menuju jalan yang indah ya mba
ReplyDelete