Pengalaman Menggunakan Dompet Digital
Sebagai generasi jadul, saya lebih suka membawa dompet kemana-mana terutama jika dompet itu berisi uang tunai yang banyak dibandingkan dengan memiliki dompet digital.
Kepercayaan diri saya bertambah jika dompet itu ada isinya, apalagi jika isinya berupa uang berwarna merah, baru dan banyak.
Wuiss, serasa jadi ibu sultan.
Ah, andai salah satu anakku dulu kuberi nama Sultan, maka pastilah sekarang perasaan itu terbukti. Ibu Sultan hahaha.
Namun, terkadang ada juga perasaan bangga tatkala belanja sesuatu menggunakan dompet digital. Dalam hati berbisik, “gini-gini saya juga punya dompet digital dan bisa menggunakannya.”
Segitu saja saya sudah merasa keren dibandingkan dengan mama saya dan beberapa teman seumuran yang masih kagok menggunakannya bahkan ada yang belum punya dompet digital.
Dompet Digital, Kalian Tahu?
Wow, kalau anak milenia dan generasi Z baca pertanyaan saya ini, mereka pasti senyum-senyum sambil berbisik dalam hati, “ibu saja kali yang tidak tahu dompet digital, kami mah ngerti dan sudah biasa menggunakannya.”
Baiklah.
Dari berbagai artikel, setidaknya saya mengetahui terdapat berbagai macam dompet digital, seperti Gopay, OVO, Dana, LinkAja, Jenius, iSaku dan Sakuku. Dari ketuju jenis dompet digital tersebut tiga di antaranya pernah saya install di gawaiku.
Dompet digital OVO pernah saya pasang untuk keperluan job menulis, tetapi setelah itu saya hapus. Sedangkan Dana masih ada, tetapi tak sekalipun saya gunakan.
Satu-satunya dompet digital yang masih bertahan dan sering saya gunakan adalah Gopay, tetapi nasibnya kurang lebih sama dengan Dana, jarang sekali ada isinya. Sekalinya terisi langsung ludes.
Pengalaman Menggunakan Gopay
Karena ini bukan artikel berbayar (maaf, saya pelit) hahaha, maka saya tidak menuliskan reviewnya. Hanya mau berbagi pengalaman tentang menggunakan dompet digital ini.
Saya menggunakan Gopay karena menginstall aplikasi Gojek. Awalnya saya hanya untuk keperluan naik kendaraan memakai GoRide atau Gocar saja dan biasanya pembayaran melalui Gopay lebih murah dibandingkan bayar tunai.
Dasar otak emak-emak, hemat pangkal nambah saldo di dompet sudah jadi karakter dasar saya, maka rajinlah saya mengisi Gopay.
Semakin lama semakin keasyikan tuh gunakan Gopay seiring dengan munculnya fitur pesanan makanan.
Kalian tahu kan, betapa dahsyatnya godaan GoFood di Gojek ini. Ada banyak makanan yang nampak enak dan lezat berjejeran di sana.
Nah, yang paling sering mengintip saldo Gopay ku adalah si bungsu Nabila. Lalu dia mencari-cari makanan yang pas dengan saldonya, terus membisikkan rayuan mautnya.
“Ma, pesan makanan na… lapar nih.”
“Ih, mama tidak punya uang lagi tanggal tua ini.”
“Tidak pakai uang tunai ji Ma. Masih ada saldo Gopay ta.”
Yah, salaaaam!
Saya jadi mikir, kapan ya saya isi tuh si Gopay? Perasaan sudah dua bulan ini tidak mengisinya.
Sejenak saya berpikir sambil melihat jari-jari Nabila yang dengan lincah memesan makanannya.
Oh alaaa… ternyata, payment beberapa artikelku masuk ke Gopay.
Jadi, kalau ada yang berkomentar. Katanya biasa dapat cuan dari tulisan, tetapi belum kaya-kaya juga. Kalian ngerti kan sekarang? Masa tidak ngerti.
Pssst, cuan nulis itu juga tidak banyak-banyak amat, cukuplah buat beli makanan di Gopay.
Sip! Tantangan Ngeblok 10Pekan dari IIDN Makassar tentang pengalaman menggunakan dompet digital telah saya penuhi.
Semoga masih bisa menaklukkan tantangan berikutnya.
Salam dari Makassar
Dawiah
Post a Comment