Mengikuti diklat secara offline di masa pandemi? Apakah berbeda?
Sebenarnya saya
sudah putus asa mendapatkan kesempatan lagi mengikuti Diklat Guru Pembina
Ekskul ini. Sebab saya pernah mengundurkan diri jadi peserta pada Diklat Guru Pembina Ekstrakurikuler angkatan 1 tahun 2020.
Waktu itu nama
saya tercantum sebagai peserta Diklat Guru Pembina Ekstrakurikuler Angkatan 1
yang dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus s.d 5 September 2020 di Bandung.
Sayangnya kesehatan saya saat itu sedang
tidak baik. Terpaksa dengan berat hati saya mengundurkan diri.
Alhamdulillah, beberapa bulan kemudian saya diundang lagi menjadi peserta di Angkatan 6 yang berlangsung pada tanggal 7 Juni - 12 Juni 2021.
Masyaallah ternyata Allah Swt masih memberi kesempatan yang sangat berharga. Langsung setuju dong. Kapan lagi dapat kesempatan menambah ilmu gratis dan pengalaman yang luar biasa.
Persiapan
Persiapan
pertama yang saya lakukan adalah mengecek kesehatan lalu mengontak Ibu Yeni
guru SMPN 2 Makassar, sebab beliau juga menjadi peserta yang mewakili daerah
kami. Bukankah melakukan perjalanan jauh dengan orang yang dikenal lebih asyik
daripada berjalan sendiri?
Kebetulan
beliau itu adalah teman seperjalanan yang asyik. Setelah beberapa kali
berdiskusi, akhirnya kami sepakat berangkat bertiga dengan kepala sekolah
beliau yang kebetulan juga diundang mengikuti Diklat Supervisi Pembelajaran IPA
di kota yang sama.
Persiapan
berikutnya adalah mengurus surat tugas dari Kepala Dinas Pendidikan Kota
Makassar. Dan yang tak kalah pentingnya adalah melakukan Pcr pada malam hari,
sebab surat keterangan telah melakukan Pcr dengan hasil negatif hanya berlaku
24 jam.
Alhamdulillah, semua urusan berjalan lancar.
Perjalanan Mengasyikkan
Subuh yang
dingin ketika saya menuju bandara Sultan Hasanuddin diantar oleh suami, anak
dan menantu. Berhubung waktu keberangkatan tepat pukul 07.00 wit maka harus
tiba di bandara sebelum pukul 06.00.
Berangkat pagi kami pilih dengan pertimbangan, kami bisa tiba di Jakarta sekitar pukul 08.00 wib lalu naik mobil travel ke Bandung dengan estimasi waktu tempuh sekitar 2,5 hingga 3 jam. Jika perjalanan kami lancar, maka kami bisa melapor kepada panitia, mengurus kamar hotel bahkan bisa istirahat beberapa menit sebelum mengikuti acara pembukaan yang dijadwalkan pada surat edaran diklat pada pukul 14.00 wib.
Berhubung ini
adalah perjalanan pertama saya selama masa pandemi, maka saya dan bu Yeni sedikit
kagok dengan adanya beberapa perubahan peraturan. Salah satunya adalah melapor
ke satgas covid bandara dengan memperlihatkan surat keterangan telah melakukan
tes dan hasilnya menunjukkan kalau kami negatif.
Beruntung kami
bersama ibu Andi Mardiani Maddusila, S.Pd.,M.Pd Kepala Sekolah SMP N 2 Makassar
yang sudah beberapa kali melakukan perjalanan dalam waktu dekat. Dari beliau,
saya dan bu Yeni mendapatkan informasi tentang
peraturan tersebut termasuk menunjukkan tempat melakukan PCR dengan pelayanan
cepat dan lancar.
Bismillahi majreha wa mursaha inna rabbi lagafurrahim.
Dengan
melafazkan doa dan harapan perlindungan dari Yang Maha Kuasa, kamipun naik ke
pesawat dan duduk manis di sana.
Jam dinding di bandara Soekarno Hatta menunjukkan pukul 08.30 saat kami tiba di Jakarta. Waktu perkiraan kami tidak terlalu jauh melenceng. Sementara itu, mobil yang akan kami tumpangi ke Bandung sudah menunggu di pelataran bandara.
Ibu Andi Mardiani yang
kami panggil Ibu Kepsek sudah memesannya sejak di Makassar sehingga tanpa menunggu lama
kami langsung naik mobil dengan berbekal sarapan roti dan teh panas hasil
traktiran bu kepsek.
Terima kasih
Bu. Semoga rezekinya semakin bertambah dan menjadi berkah.
Makan siang di Rest Area Cipularang
Setelah
menempuh perjalanan selama kurang lebih 1 jam, mobil yang kami tumpangi
memasuki rest area KM 97 Cipularang. Istirahat dan makan siang dengan menu
utama sate maranggi. Sekali lagi, makan siang saya dan bu Yeni dibayarin sama
bu Kepsek.
Sebenarnya saya
belum lapar. Roti dan teh manis panas masih dalam proses pencernaan, tetapi
demi menghormati bu Kepsek, sayapun ikut mencicipi hidangan yang disediakan
terutama hidangan sate maranggi.
Ada yang lucu
dan sedikit menyesalkan kejadian yang tidak saya katakan kepada teman terutama
kepada bu Kepsek. Ceritanya begini.
Sesaat sebelum
makan, saya memvideokan makanan yang terhidang termasuk keadaan sekitarnya,
lalu saya pasang di status Wa saya. Beberapa saat kemudian, pesan putra saya
masuk.
“Ma, ada lalat
yang ikut numpang makan di sate – ta.”
Gubrak!
Secepatnya saya
hapus video di status saya dan langsung mengamati video yang ada di galeri.
Subhanallah,
lalat-lalatnya ikut mencicipi sate tersebut! Kok tidak ada yang melihatnya yah?
Mungkin karena
kami duduk di bagian belakang yang tempatnya kurang terang, sehingga lalat yang
nangkring pada sate tidak nampak ditambah dengan warna tubuh lalat gelap
segelap warna sate, hihihi.
Diam-diam saya
menjauhkan piring sate dari jangkauan bu Kepsek dan bu Yeni, agar mereka tidak
lagi mengambil sisa sate yang masih ada sekitar 5 tusuk itu. Cukuplah satu
tusuk itu yang sudah terlanjur masuk ke
dalam perut.
Bu Kepsek dan
bu Yeni melirik diam-diam. Barangkali di pikiran mereka, sate itu mau saya
bungkus karena posisinya berada di dekat saya dan beliau tidak bisa
menjangkaunya. Yah, tak apalah mereka
berpikiran demikian, sebab saat meninggalkan warung, sisa sate itu masih ada di
sana.
Semoga saat
tulisan ini saya posting, beliau membacanya dan melalui tulisan ini pula saya mohon
maaf karena tidak memberi tahu soalnya saya tak mau merusak selera makan ibu
kepsek dan bu Yeni.
Alhamdulillah,
selama mengikuti pelatihan hingga pulang ke Makassar, saya, bu Yeni dan bu
Kepsek sehat walafiat. Padahal saya cemas, jangan-jangan kami mengalami sakit
perut sebab makanan itu. Itu berarti, sate yang kami makan belum sempat
dihinggapi lalat. Atau mungkin lalat-lalatnya tahu diri, mereka melihat situasi
dahulu. Hanya sate yang kami tidak sentuh yang dihinggapi. Ha-ha-ha.
Tidur Berdua
Beberapa waktu
kemudian, mobil yang kami tumpangi memasuki area parkir hotel Preanger setelah
sebelumnya singgah di hotel Grand Tebu tempat bu Kepsek mengikuti pelatihan.
Ini yang kedua
kalinya saya dan bu Yeni mengikuti pelatihan di hotel ini.
Yap, tahun 2018
kami mengikuti pelatihan sebagai guru inti dalam program Peningkatan Kompetensi
Pembelajaran (PKP). Sayangnya waktu itu saya tak sempat menuliskan kisahnya.
Setelah melapor
ke panitia diklat, kamipun diarahkan ke bagian resepsionis untuk pengambilan
kunci kamar. Ada yang berubah dari biasanya saat mengikuti pelatihan. Kali ini,
setiap peserta difasilitasi kamar sendiri-sendiri. yah, namanya juga masih masa
pandemi, maka protokol kesehatan wajib diterapkan.
Bu Yeni
berbisik, “saya tidak biasa tidur sendiri.”
Saya katakan,
“dicoba saja dulu kalau masih merasa tidak nyaman, bu Yeni boleh pindah ke
kamar saya, kita tidur berdua.”
Bu Yeni
sepakat. Selanjutnya kami ke kamar masing-masing dan siap-siap mengikuti acara
pembukaan.
Pembukaan
diklat berlangsung hingga pukul 17.00. Setelah itu, peserta dipersilahkan
beristirahat karena esoknya kegiatan diklat dimulai pukul 08.00 s.d pukul 20.00
yang diselingi dengan istirahat, salat dan makan (isoma) selama sepekan. Jadi
tubuh harus fit agar siap menerima materi diklat.
Usai salat
magrib, gawai saya berdering.
“Kandaaa, saya
tidur di kamar – ta na… saya takut tidur di sini, ada temanku.” Teriak
bu Yeni. Suaranya seperti orang ketakutan.
“Iye, ke sini maki.”
Sebenarnya saya juga merasa tak nyaman tidur sendiri di kamar yang lumayan luas
dengan dua ranjang. Jadi bisa dibilang, pucuk dicinta ulampun tiba.
Bu Yeni berkisah,
ia merasa ada seseorang di dalam kamarnya. Seseorang yang tak terlihat tetapi
terasa ada. Katanya lagi, terkadang terdengar suara orang yang sedang mandi dan
saat kamar mandi dibuka, kosong. Hii… ngeri kan ya.
Namun, saya
menganggap itu mungkin hanya halusinasinya bu Yeni saja. Karena sejak awal beliau
memang sudah bilang kalau beliau tidak biasa tidur sendiri.
Hanya saja saya
tak mengatakan itu. Takutnya beliau tersinggung.
Bau Tinja dari Kamar Bu Yeni
Hari keempat
saya menyempatkan singgah di kamar bu Yeni sebelum memasuki ruangan pelatihan.
Begitu masuk, aroma bau tinja tercium sangat tajam dari toilet.
“Bu Yeni lupa
nyiram toiletnya ya?”
“Coba tengok
toiletnya Bu, bersih sekali.” Jawab bu Yeni.
Karena
penasaran, sayapun melongok ke toiletnya. Betul, toiletnya bersih bahkan
mengkilap. Kami beradu pandang dengan mata melotot. Merinding.
“Cepat yuk,
kita ke ruangan diklat!” Buru-buru saya keluar dari kamar bu Yeni.
“Ha-ha-ha …
sudah percaya kan, kalau di kamarku itu ada makhluk yang menumpang mandi, buang
air dsb.” Bu Yeni terkekeh.
“Iya ih, seram
betul kamar bu Yeni.”
Ternyata yang
pindah kamar bukan hanya bu Yeni. Ada juga bu Ari peserta diklat dari
Kalimantan. Kalau ini bukan hanya numpang tidur, tetapi memang tinggalkan kamar
dan memilih stay di kamar temannya hingga diklat selesai. Bu Ari tidak
biasa tidur sendiri makanya cari teman. Yaah, ini sih beda alasannya.
Penutup
Demikian
pengalaman saya mengikuti diklat tatap muka selama masa pandemi. Saya hanya mau
mengatakan, bahwa mengikuti diklat secara tatap muka di masa pandemi sangat
berbeda keadaannya dengan diklat sebelum masa pandemi.
Banyak hal yang
dulunya dilakukan sekarang tidak. Misalnya, makan siang dan makan malam.
Sebelum pandemi, peserta makan di ruang makan, setelah pandemi baik makan siang
maupun makan malam disajikan di dalam dus dan dibawa ke kamar masing-masing.
Ada lagi, selama
masa pelatihan baik peserta maupun fasilitator wajib pakai masker dan di atas
meja selalu tersedia cairan pembersih tangan atau hand sanitiser.
Namun, kami
patut bersyukur sebab pelatihan secara tatap muka sudah bisa dilaksanakan.
Bagaimanapun bagusnya pelatihan daring, pelatihan tatap muka jauh lebih bagus.
Itu menurut saya.
Bagaimana
menurut Anda?
Jawab di kolom
komentar ya.
Makassar, 17 November 2021
Dawiah
Hhahhaaa, selalu seruu kalo nginep di hoteel, dan ada cerita yang menggelitik yaa. Sering banget ku temui juga kalo pas lagi ada acara2 di hotel dan menginap bareng partner roomnya. Hihiii.
ReplyDeleteTapi, alhamdulillah yaa bisa bertatap muka lagi meski dengan aturan2 yang baru menyesuaikan dengan masa pandemi, yang penting tetep menjaga prokes.
untungnya sekarang teknologi udah canggih ya mba, jadi walaupun di suruh di rumah aja kita tetep bisa menimba ilmu di mana saja kapan saja?
ReplyDeleteSaya tetap suka pelatihan tatap muka Bu, selain lebih paham penjelasannya, ketemu dengan teman baru sekaligus pengalaman yang didapat lebih meninggalkan kesan. Seperti makan sate yang ternyata diam2 dibantu sama lalat wkwk
ReplyDeleteAku malah penasaran kenapa bisa ada bau tinja gitu.. wekekek..
ReplyDeletejangan-jangan ada yang buang gas alias kentut kali diantara kalian.. hehehe
Hotelnya bikin ga bisa tidur, memang ada ya orang yang sensitif dengan kehadiran mahluk gaib, jadi bisa merasakan. Kalau aku alhamdulillah enggak dan jangan sampai, soalnya penakut juga ...
ReplyDeleteWih serem juga tuh Mba, sampai ada bau tinja padahal sumbernya ga ada.
ReplyDeleteMemang sih banyak kisah-kisah menarik ketika orang ikutan diklat ya.
Entah itu kisah serem, kisah senangnya juga banyak.
Namun yang jelas memang diklat di masa pandemi ini beda banget dengan biasanya :)
Memang sejak pandemi, semua keadaan jadi agak "abnormal" ya Kak.
ReplyDeleteBut it's okay, yang penting kita sama2 bisa beraktivitas, walaupun dgn pembatasan di sana sini
Btw, sempat jalan2 dan kulineran di BDG kah
Saya pernah menginap di salah satu hotel dan tercium bau seperti itu juga. Apalagi dekat watafel kamar mandi. Setelah diperhatiin banget, di bagian bawah toilet ada air yang ngerembes. Bocornya kecil jadi gak begitu kelihatan. Tapi, baunya memang lumayan tajam.
ReplyDeletePengalaman saya seperti itu. Tetapi, gak tau juga kalau seperti yang dialami bu Yanti. Mudah-mudahan saya gak mengalami. Soalnya penakut :D
Aku kangen banget mba diklat offline gini dari kantorku, kalo aku sih lumayan itung-itung refreshing dari suasana kantor dan hihi suka dapat insentif diklat juga
ReplyDeleteAlhamdullilah perjalanan sampai diklat lancar. Pandemi ini memang bikin was was apalagi kalau di suruh diklat
ReplyDeleteYah horor benar deh di kamar muncul horor kayak gitu ya bu. Hehe. Alhamdulillah perjalanan ke Jakarta lancar bu. Semoga slalu semangat ikut diklat lagi atau kegiatan seperti ini
ReplyDeleteMengikuti Workshop OL via Zoom memang asyik juga ya tp bagi bunda kurang puas lbh afdhol via Workshop ada keseruannya tersendiri. Md2an Pandemi cepat usaidan tuntas.
ReplyDeleteLucu sekali, sekalinya diklat tatap muka malah dapatnya hotel yang kurang nyaman. Hihi.
ReplyDeleteTernyata gak jadi tidur sendiri ya, saya juga gak nyaman tidur sendiri di kamar hotel, apalagi kalau dari awal sudah ada rasa kesan horornya, hehe. Yup, setuju sekali Bund, biar pelatihan secara daring praktis dilakukan tapi tetap saja terasa lebih bagus kalau bisa dilakukan dengan tatap muka even kondisinya tidak lagi sama seperti saat sebelum pandemi
ReplyDeleteBundaaa...ternyata diklatnya di Grand Tebu?
ReplyDeleteIih..atula, deket sama rumah Bunda... Eh, gak deket-deket banget sih.. 15 menit perjalanan. ehhehe...
Bunda sukses dan sehat selalu yaa..
Senang sekali bisa diklat offline bersama rekan dan menyebarkan kebaikan.
hahaha...seru bgt nih acara diklatnya. kenapa bisa ada bau tinja di kamar bu yeni ya. ikut penasaran deh.
ReplyDeleteMd2an seusai Covid 19 Diklat/workshop atau pelatihan bisa kembali dilaksanakan secara offline ya. Sgar para blovger cetar kembali.
ReplyDeletePandemi memang bikin gak bebas jalan ke mana2 ya mbak. Saya jg sudah 2 tahun enggak ke mana2, blm bisa mudik jg krn situasi.
ReplyDeleteAduh kok serem itu satenya. Keinget tetangga malah pernah jg kejadian kek gtu, trus iseng intip di wadah sate abangnya malah udah ada kyk larva belatung2 gtu huhu
Pdhl gpp waktu itu bilang aja mbak bisik2 hehe
Semoga gk ada yg sakit ya...
Seru ya Mba mendapat kesempatan mengikuti diklat Diklat Guru Pembina Ekstrakurikuler. Meski dilakukan di masa pandemi, tapi yang terpenting ilmunya tersampaikan dengan baik. Duh saya jadi kangen berpergian naik peswat setelah baca cerita Mba Dawiyah
ReplyDeletepengalaman di masa new normal memng banyak yang berbeda yaaa mba. AKu juga sudah banyak lakukan kegiatan yang hybrid dan semua sesuai prokes
ReplyDeleteSaya malah gagal fokus pada kisah kamar Bu Yeni nih, bu. Waduuww... ngeri-ngeri gimana gitu ya kalau mengalami sendiri hal itu. Memang paling enak kalau nginap di hotel tuh ada teman sekamarnya. Lebih ayem.
ReplyDelete