Bukan
tanpa sebab, saya dan suami memilih bulan Februari untuk melaksanakan acara
mappettuada buat putra ketiga kami, bukan pula karena ikut-ikutan merayakan
valentine, melainkan karena bulan Februari adalah bulan penuh berkah buat
keluarga kami.
Bulan
Februari, tepatnya tanggal 14 adalah tanggal pernikahan saya 31 tahun lalu.
Selain itu, bulan Februari tanggal 17 adalah tanggal kelahiran putra ketiga kami 26 tahun lalu.
Jadi selain mappettuada, saya dan suami bisa dikatakan merayakan juga ulang tahun pernikahan kami yang ke-31 tahun, sekaligus memperingati milad putra ketiga, si calon pengantin yang ke-26 tahun.
Maka semakin sempurnalah alasan kami memilih bulan itu untuk mengadakan acara
mappettuada.
Walau
tak ada perayaan seperti orang-orang berupa tiup lilin, saling memberi
hadiah, atau diberi bunga, tetapi kebahagiaan kami tak berkurang sedikitpun.
Cukup
saling melirik sembari berbisik-bisik.
“Ma, 14
Februari 31 tahun lalu, kita sudah aqad nikah, sementara Uci baru mappettuada
pada tanggal yang sama.”
“Nda
apa-apa Pa, kan mappettuada juga bagian dari acara pernikahan.”
"Bahagia sekaliki dulu Ma, waktu Amma datang melamar?"
"Tantumi, tidak ada itu gadis yang tidak bahagia kalau dilamar oleh orang yang dicintainya."
Jihaaa .... ha-ha-ha ...
Mengenal Prosesi Perkawinan Adat Bugis Sulawesi Selatan
Mappettuada
adalah salah satu prosesi adat perkawinan suku Bugis yang didahului dengan
beberapa tahapan, yaitu: mammanu-manu dan madduta.
Masyarakat
Bugis mengenal beberapa sinonim kata mammanu’manu, yaitu: mabbaja laleng,
mattiro, dan mappese-pese.
Mammanu-manu
biasanya dilakukan secara diam-diam oleh keluarga dan calon mempelai laki-laki.
Tujuannya untuk mengenal lebih dekat gadis yang akan
dipinang juga keluarga si gadis. Kenapa dilakukan diam-diam?
Konon katanya, agar tidak ada dusta di antara mereka. Keluarga gadis dan si gadis itu sendiri tidak bisa pura-pura baik, pura-pura kaya, dan pura-pura lainnya.
Kan,
mereka tidak tahu kalau sedang di-manu-manui. Wallahualam.
Setelah
calon mempelai laki-laki dan keluarganya mengetahui keadaan keluarga si-gadis
dan menerima keadaan si gadis dan keluarganya, maka dilaksanakanlah proses
selanjutnya, yaitu madduta atau massuro.
Massuro artinya meminang di mana keluarga dari pihak laki-laki datang ke rumah gadis untuk meminang.
Hal-hal yang menjadi bahan pertimbangan dalam proses massuro
adalah besarnya uang belanja atau doi menre (bahasa Bugis) atau doe
panaik (bahasa Makassar) dan mahar.
Seiring dengan perkembangan zaman, mammanu-manu sudah jarang dilakukan karena pada umumnya, kedua calon pengantin sudah saling mengenal.
Bahkan keluarga
masing-masing juga sudah saling mengenal, sekalipun tidak ada hubungan
keluarga.
Tentang Mappettuada
Rangkaian acara setelah madduta atau massuro adalah mappettuada.
Mappettu = memutuskan
dan Ada = kata, maka mappettuada dapat didefinisikan sebagai acara musyawarah untuk
bermufakat yang berlangsung di rumah kediaman calon mempelai perempuan.
Pada
acara mappettuada, kedua belah pihak, keluarga laki-laki dan keluarga perempuan memusyawarahkan beberapa hal, antara lain:
- Jenis dan jumlah sompa atau sunrang, yaitu mahar atau mas kawin.
- Penentuan waktu pelaksanaan aqad nikah.
- Permintaan erang-erang atau leko’, yaitu seserahan untuk calon pengantin perempuan.
- Kesepakatan dalam accatakeng. Accatakeng artinya biaya pencatatan atau pendaftaran nikah di KUA
- Penentuan busana pengantin, tentang warna maupun modelnya (pakaian adat atau pakaian nasional).
- Penentuan waktu dan teknik yang akan digunakan saat mapparola, yaitu kegiatan setelah aqad nikah berupa mengantar pengantin perempuan bersama pengantin laki-laki ke rumah pengantin laki-laki.
- Dan lain-lain yang berhubungan dengan acara aqad nikah dan pesta pernikahan.
Tak kalah pentingnya pada saat acara mappettuada adalah penyerahan uang panaik yang jumlahnya sesuai dengan kesepakatan saat acara massuro atau maddatu.
Selain
itu, pihak laki-laki juga menyerahkan pattenre’ atau passio (bahasa Bugis =
pengikat) berupa cincin.
Dahulu,
acara mappettuada tidak dihadiri oleh orang tua kandung calon mempelai
laki-laki dan calon pengantin laki-laki. Biasanya hanya diwakili oleh keluarga terdekat saja,
seperti om, tante, atau saudara.
Calon
pengantin perempuan juga tidak dimunculkan di depan tamu-tamu. Sehingga
keluarga pihak laki-laki menjadi penasaran, dan menanti-nanti acara nikah untuk
melihat wajah pengantin perempuan.
Seiring waktu, acara mappettuada berkembang dan mengalami perubahan yang cukup signifikan, karena beberapa orang memodifikasinya menjadi semacam acara pertunangan modern.
Sehingga kedua calon pengantin dihadirkan di depan keluarga lalu mereka bertukar cincin sebagai tanda kalau mereka telah saling mengikat janji atau bertunangan.
Adapun acara
mappettuada untuk putra ketiga saya kemarin hanya mengambil sebagian dari
kreativitas acara tersebut, karena putra saya tidak hadir dan saya yang mewakili
dia, memasangkan cincin ke jari manis sang kekasih sebagai tanda pengikat
pada acara mappettuada.
Walaupun acara mappettuada sudah dimodifikasi sedemikian rupa, tetapi ciri khas yang menyertai mappettuada tidak boleh dihilangkan begitu saja, agar kekhasan dan nuansa kedaerahannya masih ada sebagai warisan dari leluhur kita.
Mappettuada, Tak Selalu dan Mesti Dilakukan
Ya,
acara mappettuada tak selamanya dilaksanakan pada rangkaian pesta pernikahan.
Ada yang memilih mengantar uang panaik bersamaan waktunya aqad nikah, tergantung kesepakatan keluarga.
Sebagian masyarakat memusyawarakan uang panaik, tanggal aqad, dan sebagainya pada saat lamaran berlangsung.
Demikian,
semoga menambah wawasan sahabat tentang prosesi adat pernikahan warisan budaya masyarakat Sulawesi Selatan umumnya dan suku Bugis khususnya.
Wah baru tahu bahasanya orang bugis, mappettuada. Kalau di Jawa namanya lamaran. Ach jadi teringat 11 tahun yang lalu saat dilamar sama paksu. Semoga diberi kelancaran sampai hari H nya yach mba. Aamiin. Semoga menjadi keluarga sakinah mawadah warohmah. Aamiin
ReplyDeleteAmin ya rabbal alamin. Makasih doanya ya mbak.
Deletemasyaallah Bunda, terima kasih banyak sharingnya, jadi dapat ilmu baru nih tentang adat bugis
ReplyDeleteAlhamdulillah putra ketiga sudah melakukan prosesi mappettuada, Bunda, bertepatan pula dengan ultah pernikahan Ayah Bunda dan peringatan hari kelahirannya. Semoga dimudahkan dan dilancarkan hingga hari H ya, Bunda.
ReplyDeleteSenang membaca artikel ini, wawasan baru bagi saya
Alhamdulillah, doa yang sama untuk mbak Dian.
DeleteKeren nih Bun...Semoga makin banyak lagi artikel tentang adat dan kebiasaan suku Bugis. Walaupun udh disesuaikan dengan zaman sekarang.
ReplyDeleteKalau dulu di Jawa, aku pas lamaran, aku dikasih satu setel bahan kebaya, kain batiknya, dan setagen, oleh camer. Di kami, serahan pas lamaran tsb, namanya Peningset (artinya diikat, itu sebabnya dikasih setagen, simbol diikat).
Setagen, itu lhooo, kain panjang dan lebar cuma sejengkal untuk dipakai mengelilingi pinggang kalau pakai kain jarik. Zaman dulu belum musim korset...
Waktu itu kami engga ada acara tunangan (tukar cincin). Pasang cincin pas akad nikah...
Wah, saya juga dapat pengetahuan baru nih mengenai adat perkawinan Jawa. Makasih ya.
DeleteZaman sekarang sih Peningset rata-rata dalam bentuk perhiasan yah (haha...dulu saya terima aja dikasih seperangkat kebaya dan kain). Sekarang mah, selain cincin, bisa kalung atau gelang. Sama sih simbol diikat juga yah...
DeleteSaya baru tau ada serangkaian prosesi menjelang pernikahan Mappettuada ini, baca artikel ini jadi memperkaya wawasan saya tentang adat budaya Bugis. Semoga semua acara berlangsung lancar sampai pada hari H pernikahan
ReplyDeleteSeru sekali acara adat ini sebenarnya ya, Kak. Mungkin kalau di Madura, namanya nyabek ocak atau tan-pentan ya.. mungkin nyabek ocak itu massuro dan tan-pentan itu mappettuada nya...
ReplyDeleteTawwa, ada mi anaknya yang mau ikut acara Mappetuada
ReplyDeleteSemoga lancar-lancar kak. Apakah ini yang pertama?
Alhamdulillah, ini yg pertama mengadakan acara mappettuada, tapi kasih nikah anak yg kedua kalinya. Anak pertama menikah dengan adat Gorontalo karena istrinya orang Gorontalo. Amin, terima kasih doanya Daeng.
DeleteAdat atau tradisi pernikahan seru ya. Tiap daerah punya tradisi yang berbeda dan semuanya memberikan kenangan yang tak terlupakan.
ReplyDeleteWah senangnya bunda dan keluarga mau nambah anggota lagi deh sebentar lagi. Pas banget ya di bulan Februari banyak momen yang membahagiakan. Semoga lancar semua ya bun.. sampai met pelaminan. Dikaruniakan sehat, makmur, berkecukupan bahkan melimpah berkahnya untuk keluarga Bunda semuanya. Amin
ReplyDeleteBaru pertama kali dengar kata mappettuada Bund, langsung baca, dan ternyata keren adatnya Bund. Semoga lancar sampai hari-h pernikahan dan samawa, aamiin
ReplyDeleteWah, jadi pengetahuan baru bagi saya. Senangnya mendapat anggota baru di bulan yang bahagia. Selamat, semoga sakinah, mawaddah, dan rahmah.
ReplyDeleteTawwa.. Uci sudah lamaran. Bunda Dawiah akan mantu lagi. Turut berbahagia.
ReplyDeleteSemoga lancar hingga hari H, bunda.
Sehat2 ki semua. Aamiiin...
Cukup saling melirik sembari berbisik-bisik. hehehe... bisa aja ibu ini.
ReplyDeleteMappetuada, terima kasih bu sudah menuliskannya. Jadi tahu sebagian rangkaian menuju acara pernikahan menurut kebiasaan rakyat sulawesi selatan
temanku juga ada nih mba orang Bugis, cuma kemarin ak gak sempat datang ke acaranya, oh ternyata unik yaa acara Mappettuada ini mba
ReplyDeleteBarakallahu bunda.. selamat ya..
ReplyDeleteTak jauh beda dengan saya Bun. Dulu saya dilamar saat saya ulang tahun, yakni tanggal 15 Februari. Beda sehari ya Bun. Beda dengan lamaran anak zaman sekarang.
Kalo suami dulu pake adat Mandailing. Salah satu klan Batak di Sumatera Utara.
Namanya maresek kalo saya tidak salah. Itu si calon suami gak ikut. Hanya keluarganya saja yang istilahnya meminta apakah saya available buat anak mereka.
Asyik sekali, ya, kekayaan budaya kita, terutama di adat pernikahan macam Bugis ini. Sebenarnya, yang sering menjadi masalah itu adalah uang panaik yang dirasa memberatkan bagi laki-laki untuk meminang gadis Bugis. Pengennya mereka sih yang murah-murah saja. Tapi, itu kan berarti mental gratisan. Kalau mau dapat gadis berkualitas, uang panaiknya juga mesti berkualitas. Hehe...
ReplyDeleteWah senang sekali bisa membaca dan mengetahui salah satu tradisi prosesi adat perkawinan suku Bugis. Jaman sekarang emang sudah lebih fleksibel yah masalah menjalankan prosesi adat istiadat ngga sekaku dulu. Tapi melestarikan adat ini yang penting, agar anak cucu kelak masih mengetahui budaya mereka. Pernah baca juga prosesi adat diculik dulu di lombok, sebelum menikah.
ReplyDeleteBtw bunnn selamat untuk putra ketiganya semoga bahagia dan sehat selaluuu..
Sudah putra ketiga saja yang mau menikah ya Bunda...begitu cepat waktu berlalu. Alhamdulillah sang putra sudah akan segera bersatu dengan jodohnya. Semoga keluarga selalu sehat dan semua yang direncanakan berlangsung lancar nantinya. Aamiin
ReplyDeleteSalam kenal ya mbaa Dawiah.. till jannah utk pernikahannya.
ReplyDeleteMasya Allah 31 tahun laluuu ya dan tepat momen bahagia si anak jugaa.. komplitnyaaa .
Pak suami ada darah bugis tapi bercampur jatim 😁
Alhamdulillah, semoga lancar ya Bun pernikahan putranya, aku juga dulu pakai mappetuada pas sebelum nikah..tawwa akad ta 14 February di'
ReplyDeleteSelalu kagum dengan adat istiadat dari berbagai suku daerah di negeri kita ini. Dulu sewaktu menikah saya juga melewati beberapa tahap. Kalau bukan kita yg melestarikan, siapa lagi ya Bund?
ReplyDeleteMappettuada ini sangat detil dan kompleks acaranya yaa, Bun.
ReplyDeleteMashaAllah~
Barakallahu fiikum, Bunda...sudah akan melepas putranya.
Semoga lancar hingga hari H.
Acara yang baik karena mempertemukan dua keluarga.
DeleteDan tentu akan memperluas persaudaraan setelah sama-sama saling menyatu dalam sebuah ikatan pernikahan.
Barakallahu fiikum.
selamat ya Bu, Masya Allah sudah 31 tahun pernikahan ya Bu. Selamat juga ya, Bu, untuk acara mappettuada putranya. Baru tahu ada istilah mappetuada juga nih, nambah kaya pengetahuan dengan mengunjungi blog Ibu
ReplyDeleteWah, ternyata ada beberapa hal yg sama dgn adat Batak. Seru yaaa, ada hal yg dilakukan diam2 spy tdk ada dusta hihihi.
ReplyDeleteBtw ibu, 31 waktu yg luar biasa unt pernikahan. Aku turut bangga. Awet trs ya ibu, sampai hanya maut yg memisahkan. Amen.
Local wisdom yang keren. Tadinya sempat mengerutkan kening; apaan sih Mappettuada? Oh..i see... Dan kemudian sempat bingung juga,kok ibu yang memasangkan cincin? hehe..rupanya oh rupanya...Informatif banget nih
ReplyDeleteSaya jadi tahu istilah Mappettuada berkat tulisan Mba disini, Masya Allah. Selamat untuk Mappettuada Putranya ya Mba, semoga dilancarkan segala sesuatu kedepannya. menjadi Pasangan yang dipenuhi dengan keberkahan, Amiin Ya Rabb.
ReplyDeleteBikin kangen ketemu saudara-saudara dari Makassar Bun, kalau ada acara pasti senang banget karena bisa ngumpul termasuk acara mappetuada ini...
ReplyDeleteSelamat merayakan ulang tahun pernikahan ke 31, telat dikit gpp ya... Seneng banget tentunya di perayaan pernikahan ke 31, sekaligus mau dapat menantu
ReplyDeleteWaah, senangnya sudah melalui prosesi mappettuada untuk putranya, Bun. Saya baru tahu tentang proses lamaran adat Bugis, alhamdulillah sangat menambah wawasan saya.
ReplyDeleteSemoga semua prosesnya dilancarkan dan diberi kemudahan ya, Bun.
Aku baru tahu tentang prosesi mappettuada ini, menarik sekali, Selamat ya mba ada prosesnya yang berjalan lanacar, dan selamat atas ulang tahun pernikahannya.
ReplyDeleteNama istilahnya unik ya, Mbaak. Proses lamaran detil dan banyak juga yang dibahas. Kalau di tempat aku, hanya pembahasan untuk aqadnya saja. Semoga dilancarkan sampai hari H.
ReplyDeletewah masyaAllah mbak, sudah 31 tahun ya pernikahannya. semoga samara selalu, sehidup sesurga dengan suami dan selalu bahagia dunia akhirat. baru tahu saya adat mappettuada, sama dengan lamaran yaa.
ReplyDeleteWah saya baru tau tradisi Mapettuada yang dilaksanakan sebelum menikah. apakah tradisi ini juga dilaksanakan oleh masyarakat bugis campuran jawa yang ada di tanah Bugis mbak?
ReplyDeleteJadi tau nih rangkaian adat pernikahan yang adi di Bugis. Terima kasih untuk sharingnya ya Mb Marda. Mirip-mirip juga ya dengan di Jawa, ada prosesi yang semacam tunangan gitu juga. Tapi kini sudah banyak yang tidak melaksanakannya, langsung ke pernikahan saja. Hantaran dan mahar juga dibawa sekaligus pas akad nikah.
ReplyDeleteIndah sekali tradisi pernikahan adat di Indonesia Timur. Perempuan jadi sangat berharga ya mbak. Kalau di tempat saya Jawa Timur seperti biasa kak, pihak pria melamar lalu pihak wanita mengembalikan lamaran sambil menentukan tanggal pernikahan lalu sudah tinggal tunggu hari H pernikahan
ReplyDeleteBaru pertama juga baca soal adat mapettuda ini. Ternyata ngga seperti isu2 di luar sana kok. Perempuan jg sangat dihargai di sini. Mudah-mudahan jadi keluarga yg bahagia yaaa
ReplyDeleteKalau di tempat saya mungkin seperti seserahan atau sarahan dari pihak laki-laki ke pihak perempuan
ReplyDeletewah bunda udah 31 tahun usia pernikahan ya, saya baru 8 tahun, kalau di kami namanya naik rumah. Indonesia kaya dengan tradisi baik ya bun
ReplyDeletewaahh adat istiadat menjelang pernikahan di bugis menarik ya. Beda dengan di adat sunda, hehehe. jadi tahu sekarang.
ReplyDeleteWah ini semacam nikah ulang gitu ya buat ngerayain hari jadi pernikahan. Keren ya. Namanya juga unik dan tradisinya keren. Perlu dilestarikan ini biar cinta pasangan terus membara. Btw selamat hari jadi ya kak. 31 tahun loh. Panjang itu, semoga langgeng terus
ReplyDeleteKebetulan kakak sy juga sempat beberapa bulan lalu mengadakan acara Mappetuada, walaupun orang tua kami dari Jawa, tetapi karena tinggal di Wilayah bugis tepatnya di Kota Sidrap Sulawesi Selatan, jadinya kt ikut mengikuti budaya yang ada. Bahkan prosesinya lebih panjang, seperti dimulai dari acara ma manu-manu, mappetuada, mapenre dui, mappacci, akad, dan terakhir acara mapparola. Prosesinya panjang dan lumayan melelahkan hehehe tetapi seru.. jadi tambahan pengetahuan jg buat saya, semoga bisa segera mappetuada juga
ReplyDeleteWow bisa jadi referensi nih. 😍
ReplyDelete