Menulis di Media Sosial Ada Etikanya
Sumber: Pixabay.com |
Bergabung
dengan beberapa grup media sosial, seperti grup whatsApp membuka mata saya,
kalau ternyata masih banyak yang belum memahami cara menulis yang baik dan benar di media sosial.
Padahal
media sosial itu sudah ada sejak awal tahun 2000, itu artinya keberadaan media
sosial sudah memasuki dua dasawarsa. Walau tak dapat dipungkiri, kalau baru
satu dasawarsa ini media sosial menjadi sangat populer.
Begitu
populernya, sehingga semua lapisan masyarakat dari anak-anak hingga orang
sepuhpun piawai menggunakannya. Sayangnya, kelincahan menggunakan media sosial
sebagai salah satu sarana bersilaturahim, tidak diikuti dengan kecerdasan dalam
menulis.
Sebenarnya
ajakan menulis yang baik dan benar di media sosial itu sudah lama dan sudah
banyak yang bagikan. Bagaimana etikanya menulis di media sosial, gambar atau
foto apa yang layak dibagikan, berita apa saja yang bisa di-share, dan
sebagainya.
Tetapi
masih banyak yang belum memahami hal
itu, bahwa etika dalam berkomunikasi di media sosial atau di internet pada
dasarnya sama saja etika di dunia nyata.
Ada tiga
hal yang sering diabaikan oleh pengguna media sosial, di mana hal yang
terabaikan itu cenderung membuat pengguna media sosial seakan tidak beretika dan kurang cerdas.
Ketiga
hal itu adalah penggunaan huruf kapital, penempatan tanda baca, dan menyingkat
kata.
Baca juga rahasia menulis di sini
Baca juga rahasia menulis di sini
Penggunaan Huruf Kapital
Pernahkah
sahabat membaca tulisan di media sosial
yang menggunakan huruf kapital semua? Apa yang sahabat rasakan?
Sebelumnya,
mari menyimak dahulu pengertian dan fungsi dari huruf kapital.
Huruf
kapital atau biasa disebut huruf besar, dalam KBBI diartikan sebagai (1) modal
(pokok) dalam perniagaan; (2) besar
(tentang huruf seperti A, B, C, dan seterusnya).
Sedangkan
menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI), huruf kapital dipakai
sebagai: huruf pertama awal kalimat, huruf pertama unsur nama orang, huruf
pertama nama agama, kitab suci, huruf pertama unsur nama gelar kehormatan,
keturunan, keagamaan, atau akademik yang diikuti nama orang, huruf pertama
unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang, dan dipakai pada awal
kalimat dalam petikan langsung. (PUEBI Daring).
Menilik
dari petunjuk penggunaan huruf kapital tersebut, maka menulis di media
sosial yang menggunakan huruf kapital semua adalah tidak sesuai PUEBI.
Menulis kata atau kalimat dengan huruf besar semua di
media sosial bermakna “teriak” atau shouting, sehingga bisa
dikategorikan melanggar etika internet (netiket).
Selain
itu, kata atau kalimat yang ditulis dengan huruf kapital semua di media sosial
tidak ramah pengguna, sulit dibaca, dan sulit dipindai.
Bagaimana
perasaan sahabat membaca kalimat berikut?
DISAMPAIKAN KEPADA
BAPAK DAN IBU, AGAR SEGERA MENGUMPULKAN BERKASNYA.
Bandingkan
dengan kalimat berikut.
Disampaikan kepada
bapak dan ibu, agar segera mengumpulkan berkasnya.
Kalimat
pertama memberi kesan kesal dan berteriak, sedangkan kalimat kedua, kesannya
penulis adalah orang yang ramah dan sopan.
Penggunaan Tanda Baca
Dalam
KBBI, tanda baca adalah tanda yang dipakai dalam sistem ejaan (seperti titik,
koma, titik dua). Terdapat pula tanda tanya, yaitu (1) tanda baca (?) yang
terdapat pada akhir kalimat tanya, (2) sesuatu
yang memerlukan jawaban atau kebenarannya masih diragukan.
Selain
itu, KBBI menjelaskan tentang tanda baca lainnya, yaitu tanda (!) yang dipakai sesudah ungkapan dan pernyataan yang
berupa seruan atau perintah, yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan,
atau rasa emosi yang kuat.
Namun,
penggunaan tanda baca terutama tanda seru oleh pengguna media sosial terkadang
tidak pada tempatnya sehingga kesannya seakan sangat marah.
Contoh.
Disampaikan kepada
bapak dan ibu, agar segera mengumpulkan berkasnya!!!!!
Kalimat
di atas tidak perlu menggunakan tanda seru, sekalipun tujuannya menyeru atau
menghimbau karena berkesan kalau penulis lagi kesal, kecuali si penulis memang
sangat marah.
Penggunaan
tanda tanya (?) juga kadang terlupakan atau malahan berlebihan.
Contoh.
Siapa
yang mengajar hari ini?????
Bandingkan
dengan kalimat berikut.
Siapa
yang mengajar hari ini?
Ada pula
tulisan yang semestinya menggunakan tanda tanya, tetapi tidak digunakan,
akibatnya pembaca atau penerima pesan menjadi bingung.
“Saya
ingin ke rumahmu, bapak ada.”
Kalimat
di atas bisa bermakna ganda, mengabarkan akan ke rumahmu bersama bapak, atau mengabarkan mau
ke rumah akan bertemu bapak.
Tentu berbeda maknanya jika ditulis seperti berikut.
“Saya
ingin ke rumahmu, bapak ada?”
Berhentilah Menyingkat Kata!
“Hdpq bersm suamiq sdh bahgia, tak perlu apa2
lg. Hai pr netizn urslh hidp kln msg2 jng urs hdpx org ln.”
Mungkin
kalimat di atas bisa dibaca dan dipahami maksudnya, tapi kita pegal membacanya,
iya kan?
Apakah
tidak boleh menyingkat kata?
Boleh,
asal sesuai dengan kaidahnya seperti kaidah-kaidah menyingkat kata berikut ini.
Menyingkat
kata nama, gelar, dan jabatan
Menyingkat
nama, gelar, atau jabatan, huruf awal dituliskan dengan diikuti tanda titik di
setiap singkatan tersebut. Misalnya,
Sarjana
Ekonomi menjadi S.E
Abdul
Malik Islami menjadi A.M.Islami
Menyingkat
Nama Lembaga
Untuk
penyingkatan nama lembaga, saat menuliskan singkatannya maka kita cukup
menuliskan huruf depannya saja tanpa menambahkan titik di setiap huruf
singkatannya. Misalnya,
Dewan
Perwakilan Rakyat menjadi DPR
Universitas
Negeri Makassar menjadi UNM
Menyingkat
lambang kimia, satuan timbangan dan takaran
Satuan
timbangan, takaran, dan lambang kimia, sahabat cukup menuliskan huruf depannya
saja tanpa menambahkan titik.
Misalnya,
Oksigen
= O
Kilogram
= Kg
Menyingkat
kata lainnya
Ada
pula kata-kata lain yang bersifat umum dapat disingkat, dan aturannya menambahkan
titik di akhir kata.
Seperti,
Dan
lain lain = dll.
Dan
sebagainya = dsb.
Demikian
sedikit informasi tentang menyingkat kata.
Yuk,
menulis dengan baik dan benar di manapun, terutama di media sosial agar kita
tidak terkesan kurang cerdas dan alay.
Apa pendapat
sahabat dengan kalimat di bawah ini?
“HDPQ BERSM SUAMIQ SDH BAHGIA, TAK PERLU APA2
LG!!!!
HAI PR NETIZN URSLH HIDP KLN MSG2 JNG URS HDPX
ORG LN, NGRTI G???
Pusing ka' baca yang disingkat. Yang tulis suka ya baca pesan disinhkat2?
ReplyDeleteSalah ketik ... "disingkat" maksudnya.
DeleteMasih perluka belajar kembali tentang etika menulis ini. Lamami kutinggalkan, sejak aktif jadi IRT. Sekarang baru mulai belajar lagi.
ReplyDeleteMungkin ini juga salah satu alasan nda produktifka menulis. Takut salah ðŸ¤
Etika menulis sama dengan etika bicara. Apalagi di socmed yang bisa dibaca banyak orang. Btw, font tulisan blognya rada gede ya...aku agak mundurin hp pas baca
ReplyDeleteIya maaf Mbak.
DeleteSaya gunakan font 14, efek mata saya yang rabun 🙈
Sebenarnya itu juga jadi kebiasaan ya Mba, maksudnya cara menulis.
ReplyDeleteDulu saya pikir orang-orang asal nulis itu cuman pas sama orang yang kenal aja.
Tapi bahkan saat menulis emailpun sama, asal banget.
Makanya, menulis dengan baik dan benar itu kudu diniatkan dan tanpa melihat tempat, nggak peduli itu di medsos ataupun chat ama teman akrab :)
Aku paling sebel kalo di WAG ada yang nyingkat-nyingkat kata. Mending kalo singkatannya umum yang semua orang tau, lah ini kadang singkatannya bener-bener cuma dia dan Tuhan yang tau artinya.. 😅😅
ReplyDeleteSedih kalau banyak bertebaran hoax yang malah menyesatkan dan sebabkan kepanikan :( Smoga semua paham etikanya ya mba
ReplyDeleteHihihi, terkadang orang masih anggap remeh perihal etika ini ya.
ReplyDeletepadahal super duper pentiiing pake banget
Memang penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar tidak semudah yang kita bayangkan yaa mba. Tapi harus sering dicoba
ReplyDeleteBanyak anak muda yang alay suka banget menulis dengan gaya tersebut. Eh ternyata orang tua juga ada yang ambil jalan pintas, menulis tanpa etika ya. Jadi pelajaran buat saya nih khususunya dalam soal etika bermedia sosial ini
ReplyDeleteTentu aku setuju banget ini, Bund. Kalau ada emot, tambahi emot senyum biar yang baca ikutan bahagia ðŸ¤
ReplyDeleteSaya kok kesal ya Bunda, pada teman yang suka menyingkat kata. Enggak cuma di media sosial tapi juga saat komentar di blog.
ReplyDeleteKalau satu dua mungkin di alupa ..lha kalau semua, puyeng bacanya
Samaaaaa... Bikin salah paham juga.
DeleteYa kalo zaman waktu pakai SMS, biar hemat pulsa. Hahaha
Hihihi langsung bundet otakku baca bahasa alay . Gak habis pikir aku sama mereka yang nulis kayak gitu. Kebanyakan micin nampaknya. Hehehe
ReplyDeleteJadi inget, dulu itu kirim pesan singkatan karena ingin menghemat pulsa sms. Tapi, kalau sekarang masih diberlakukan. Duh, pening rasanya karena susah dibaca
ReplyDeleteAku idem sama pendapat mbk dian di atas, yang paling maknyonyor itu kalau ketemu tulisan yang disingkat singkat disertai dengan huruf yang diganti ganti misal s diganti z, dan sebagainya. Btw makasih share ilmu kecenya ya mbak. Jadi nambah wawasan aku soal penulisan yang baik dan benar.
ReplyDeleteWah perlu dicatet ini. Selanjutnya bisa dipraktekan ketika menulis di media sosial. Karena menulis itu harus berdasarkan etika
ReplyDeleteKalau huruf kapital paling takut hihi, soalnya huruf kapital identik dengan marah kan yah atau emosi jiwa.Meskipun dunia maya tapi etikanya patut diikuti dan dipahami.
ReplyDeleteSaya rasa kita semua sudah memperoleh ilmu tersebut di bangku sekolah. Namun entah mengapa aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari masih banyak yang 'dilanggar'. Mungkin banyak yang berpikir teori tersebut hanya berlaku di bangku sekolah saja terutama pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Padahal ya, di dunia kerja pun sangat diperhatikan. Saat mengirimkan email kepada klien pun mereka memperhatikan tata bahasa kita lho meskipun jenis emailnya tergolong bukan formal.
ReplyDeleteJadi, saya melihat ini bukan masalah tidak paham tapi karena faktor kebiasaan. Akhirnya karena sudah sangat terbiasa, malah lupa betulan deh harusnya bagaimana. Memang nggak nyaman dan suka terkejut sih kalau membaca postingan teman yang penuh dengan tanda seru. Kok saya dimarahi, huaaa ...
Terima kasih sudah diingatkan ttg etika ini. Masih harus banyak belajar nih saya..
ReplyDeleteIya loh pas baca kalimat yang ditulisnya dengan banyak singkatan tuh rasanya pening banget. Mudeng sih mudeng, tapi rasanya kok gimanaaa gitu ya.
ReplyDeleteBetul, Mbak. Jadi sakit kepala ya kita. Apalagi kalau singkatannya itu berupa singkatan yang nggak wajar lalu disertai tanda seru. Berasa dimarahin gitu. Eh tapi, malah banyak juga lho orang yang kata-kata disingkat tapi boros di tanda titik, hihihi ...
Deletedulu pusing kalo ada yang nulis hurf besar dicampur kecil dalam satu kalimat, jadi mengeja kalau baca.
ReplyDeleteBersyukur masuk ke dunia kepenulisan ini, jadi tahu bagaimana berinteraksi yang baik melalui tulisan. Kadang ya begitu karena tidak tahu si ya Bun... Nah penting yang tahu untuk memberitahu pada yg belum tahu. Semoga netijen makin pintar bermanfaat...
ReplyDeleteTerima kasih bunda untuk tulisannya. Aku jadi teringat waktu zaman SMA dulu, baru pertama kali menggunakan FB. Banyak sekali tulisan dan singkatan yang alay pada masanya. Terus sekarang baca lagi jadi geli sendiri, hahahha.
ReplyDeleteSetuju banget, tulisan di Media Sosial juga perlu menggunakan penulisan yang baik.
Wah suka banget, penting bgt artikel bunda untuk disebarluaskan. Ijin share ya����
ReplyDeleteAduh, pusing saya bacanya. Wali kelas anak saya ada yang kalau di WA nulisnya ada yang ditulis pakai huruf kapital oada kata yang ditekankan.
ReplyDeleteMisal: Hari tadi SUDAH dibagikan buku tabungan.
Pertamanya saya kaget. Apalagi pas japri beliau juga balas dg cara seperti itu.
Tapi kemudian terbiasa. Ternyata beliau memang begitu gayanya.
Wah ilmu baru nih. Tapi emang kalau banyak kapitalnya gak enak dimata juga ya mbak
ReplyDeleteNdak enak baca ini:
ReplyDeleteDisampaikan kepada bapak dan ibu, agar segera mengumpulkan berkasnya!!!!!
Rasanya kayak dimarahi. 😅
Jadi keingetan akun Dosen Pembimbing yang kalau ngetweet pasti pakai huruf besar. Otomatis komentarnya banyak yang menganggap si bapak itu sedang ngegas aka marah.
ReplyDeleteTernyata, jenis huruf dan cara penulisan itu nggak sekadar tulisan ya. Ada emosi yang bisa muncul juga secara tersirat.
Iya, Bun. Sering banget ketemu penggunaan huruf besar dan tanda baca berlebihan. Ada beberapa yang mau menerima teguranl ada juga yang malah sewot dan nge-gas.
ReplyDeleteWah, mantap banget ini mbak. Saya pun setuju menulis di media sosial ada etikanya. Karena kita berkecimpung di dunia online, tentu intonasi berbeda saat bertatap muka dan cara menyampaikannya dengan tulisan ya, mbak.
ReplyDeletebener banget mbak, suka pegel mata dan pengen ceramahiin orangnya langsung, kalau nemu hal-hal yang harusnya udah khatam lah ya penulisannya.
ReplyDeleteapalagi kalau baca blog seorang blogger, harusnya udah gak ada, eh ada aja, serasa pengen kasih kuliah tentang tanda baca dan kbbi ehhh xixixi
MasyaaAllah artikelnya bermanfaat banget mbak, di tengah2 cueknya generasi saat ini sama etika menulis. Terimakasih mbak sdh berbagi
ReplyDeleteKalau ada yang nulis disingkat-singkat, langsung saya tinggalin, males mikir nya. Dan ternyata nggak cuma anak remaja yang suka nulis alay gini, yang umurnya 30 an ke atas pun banyak saya temukan
ReplyDeleteHahaha. Aku ketawa-ketawa sendiri baca contohnya mba. Eh tapi bener loh, aku pribadi kalo nerima pesan atau baca status yg huruf kapital semua, rasanya aku berhadapan sama orang yg lagi marah. Ngeri-ngeri sedap bacanya. Kalo urusan menyingkat kata, mungkin lumrah di Twitter ya mba, tapi kalo di fesbuk sebaiknya mah nulis biasa aja gitu.
ReplyDeleteSelain tiga hal yang sudah mba tulis, juga perlu menulis dengan bahasa asertif, karena teks yang sama bisa dipahami berbeda oleh kepala yang berbeda.
ReplyDeleteSaya pun suka gemes kalo baca tulisan yang gak sesuai penulisan yang sebenarnya.
ReplyDeletePaling sering menemukan kata "di" sebagai awalan tapi dipisah dengan kata dasar, jadinya seperti kata "di" yang menunjukkan keterangan tempat. Seperti "di kuasakan" atau "di sebut".
Huffttt...
Dewi paling enggak bisa baca tulisan yang pakai kapital lalu disingkat apalagi bahasanya alay, ampun deh��
ReplyDeletePaling geli kalau Ada orang yang menyingkat 'nya' jadi X. Jadi gimanaa gitu bacanya
ReplyDeleteYah intinya cara menulis kita di medsos mempengaruhi psikologis pembaca. Kadang harus pakai emoticon biar terkesan ramah hehe
ReplyDeleteSepakat kak..masih banyak yang abai tentang tata bahasa dalam ber medsos.. semuanya hanya berdasarkan kenyamanan penulis pesan.. tidak pembacanya....
ReplyDeletenah iya bener banget ini bun, menulis di sosial media itu ada etikanya, jadi bisa lebih hati-hati dalam menulis. makasih bun telah diingatkan.
ReplyDeleteDalam berkomunikasi memang perlu menggunakan etika, apapun bentuk komunikasinya, baik lisan maupun tulisan agar tercipta kenyamanan dalam komunikasi.
ReplyDeleteYa ampun Bunda aku kesentil dengan postingan ini. Memang meski di media sosial kita semestinya nulis sesuai etika. Pengingat buat saya nih, makasih Bunda:)
ReplyDeleteNah bener ini tmsk kemampuan menulis di era digital yg harus selalu diingatkan..pengalman saya sering dapat balasan respon dari penerima pesan yg pake icon aja pdhal kita sdh cape2 nulis panjang kali lebar wkwk..
ReplyDeleteNah ita tuh. Kadang kan ada yang nulis pakai huruf kapital semua. Kesannya jadi teriak dan dengan nada keras. Kalau saya sendiri sebagai blogger, beruntunglah sudah paham dengan cara penulisan menurut KBBI biarpun baru dasarnya
ReplyDeleteSaya kalau menemukan kesalahan-kesalahan yang Mbak tulis itu di media sosial bawaannya kesal saja, mau marah-marah sih sebenarnya tapi gak jadi karena itu melanggar etika. Yah, zaman sekarang gak cuma mulut saja yang bisa jadi harimau, bahkan jari juga
ReplyDeleteKetemu tulisan 'aneh' begini, rasanya penget tak edit. Lihat tanda seru atau tanda tanya ditulis setelah spasi tuh bikin gereget. Kalo di grup wa, biasa aku perbaiki dengan copas ��
ReplyDeleteNah, iya, inget zaman dulu yang suka nyingkat kata atau huruf alay sebenernya bikin enggak enak dilihat. Agak pusing bacanya. Memang beda penulisan huruf kapital, tanda baca, beda juga maknanya.
ReplyDeleteIya banget tuh bund. Ada temen yg ngetik suka pake tanda pentung. Sepertinya malah jadi kebiasaannya. Mau negur, eee tuaan dia, takut salah omong. Tapi dia udah kadung diomongin sama orang-orang hihi
ReplyDeletebanyak belajar dr tulisan ini. sangat mmbntu saya untuk menulis artikel saya selanjutnya di blog pribadi. terima kasih kak ^^
ReplyDeleteKadang memang masih banyak orang yang abai dengan menulis baik di sosial media, karena nggak dinilai dan nggak kena hukuman jadi suka-suka nulisnya. Dulu saya sering diprotes almarhumah ibu saya mbak kalau nulisnya disingkat-singkat wkwkwk, sejak saat itu jarang menyingkat tulisan
ReplyDeleteWah baru tau ada netiket. Memang manner sekarang tergantung cara kita menulis ya mba. Dan ga lepas dari puebi juga ternyata.
ReplyDeleteTapi Mbak saya kadang kecewa dg para panitia lomba blog. Seolah menulis secara baik dan benar itu dianaktirikan. Mungkin poin penilaiannya kalah jauh SEO blog, infografis, landing page, tampilan blog, logo, slogan, dll. Saya pernah baca juara lomba blog tp bahasanya "tabrak lari". Prihatin.
ReplyDeleteKalau nulis disingkat-singkat ini sebetulnya bawaan dari kirim pesan via sms. Jumlah karakternya kan terbatas banget. Jadi ya serba disingkat. Tapi, kalau sekarang pakai social messenger dan disingkat-singkat itu kok ya hmmm..
ReplyDeleteLebih ngh lagi kalau pakai singkatan yang nggak umum.
Memang nggak nyaman aja dilihat kalau baca tulisan yang semuanya menggunakan huruf kapital apalagi pakai tanda tanya banyak.
ReplyDeleteNoted mbak Marlina. Berguna sekali. Saya jga berusaha banget nggak nyingkat nyingkat kata palagi pake bahasa alay. Biar Yang baca nggak puyeng
ReplyDeleteIyes, idem mba,, etika dalam menulis perlu banget diikuti,, kadang suka puyeng baca yang kalimat disingkat-singkat :)
ReplyDeleteThanks for share :))
Nice post
ReplyDeleteWell we really like to visit this site, many useful information we can get here. photonics-jp.com
ReplyDelete