Tiga Tokoh Sastra yang Berpengaruh di Indonesia
Sebenarnya
bukan hanya tiga tokoh sastra Indonesia yang paling berpengaruh di Indonesia,
setidaknya itu yang ditulis oleh Jamal D. Rahman dkk dalam bukunya “33 Tokoh
Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.”
Dari judulnya saja, terdapat 33 tokoh bukan?
Namun
saya hanya akan menuliskan tiga di antaranya. Ketiga tokoh tersebut adalah sastrawan-sastrawan
idola saya. Sebagian besar karya-karya mereka pernah saya baca dan masih
teringat sampai sekarang.
Siapa
sajakah mereka? Yuk teruskan membacanya.
HAMKA
Sumber: Ensiklopedi. Kemdikbud |
Terlahir
dengan nama Abdul Malik Karim Amrullah pada 17 Februari 1908 di Sungai Batang,
Tanjung Raya, Agam, Sumatera Barat. Menggunakan nama pena HAMKA setelah beliau
bergelar haji. Hamka atau biasa dipanggil buya Hamka, telah menulis berbagai
jenis karya. Yang dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu karya sastra,
sejarah dan agama.
Karya
fenomenalnya dalam bidang agama, adalah Tafsir Al Azhar yang ditulisnya selama
dalam masa tahanan, akibat tuduhan melakukan gerakan subversif. Tafsir Al Azhar ini ditulis
antara tahun 1964 – 1966.
Selain
itu, ada pula buku agama yang berjudul Falsafah Hidup (1939), Tasawuf Modern
(1939).
Dalam
bidang sejarah, Buya Hamka menulis buku-buku
yang berjudul, Sejarah Umat Islam, JamaludinAl-Afghani, Sejarah Islam di
Sumatra, Riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah, dan Perjuangan Kaum Agama
di Sumatra.
Sedangkan
buku sastra, jangan ditanya berapa banyak karyanya.
Lihatlah karyanya, Di Bawah
Lindungan Ka’bah, Mandi Cahaya di Tanah Suci, Mengembara di Lembah Nyl, Di tepi
Sungai Dajlah, dan masih banyak lagi.
Bahkan
salah satu karya fenomenalnya telah difilmkan pada tahun 2013, yaitu Tenggelamnya
Kapal Van der Wijck.
Baca juga Novel Lama yang Masih Membekas Dalam Ingatan di sini
Baca juga Novel Lama yang Masih Membekas Dalam Ingatan di sini
MARAH RUSLI
Siapa
yang tidak mengenal novel Sitti Nurbaya,
Novel ini sangat dikenal sejak pertama
kali ditulis oleh Marah Rusli pada tahun 1922 hingga saat ini. Begitu
terkenalnya kisah ini, sehingga jika ada seseorang menikah atas dasar pilihan
orang tuanya, maka orang tersebut akan dikatakan sebagai orang yang hidup di
zaman Sitti Nurbaya.
Sumber: Ensiklopedi. Kemdikbud |
Kisah
tentang kawin paksa yang dialami oleh pemeran utamanya, Sitti Nurbaya dan
hubungannya dengan adat Minangkabau sangat melegenda, tetapi jika lebih
ditelisik lagi, maka akan ditemukan persoalan yang lebih kompleks dari sekedar
kawin paksa.
Persoalan itu antara lain, tentang poligami yang tidak disetujui
oleh penulis melalui tokoh Ahmad Maulana, sebagaimana ucapannya berikut ini.
“Sebenarnya pikiranku, sekali-sekali tidak setuju dengan adat beristri banyak, karena lebih banyak kejahatanya daripada kebaikannya’ kata Ahmad Maulana, sambil termenung mengembuskan asap rokoknya. “Banyak kecelakaannya yang sudah kudengar dan banyak sengsaranya yang sudah kulihat dengan mata kepalaku sendiri.” (hal. 192).
Selain
itu, Marah Rusli berbicara pula tentang
emansipasi wanita, perhatikanlah dialog berikut.
“…Sebab itu, haruslah perempuan itu terpelajar, supaya terjauh ia dari bahaya, dan terpelihara anak, suaminya dengan sepertinya…" (hal. 205).
Terlihat
dengan jelas pikiran-pikiran moderen Marah Rusli. Dia sudah berpikir labih jauh
melampaui pemikiran-pemikiran orang lain di zamannya. Maka tidak salah jika H.B
Jassin memberinya gelar sebagai Bapak Roman Modern Indonesia.
Walaupun Siti Nurbaya adalah karya
terbaiknya, sehingga mendapatkan hadiah
dari Pemerintah Indonesia pada tahun 1969, Marah Rusli menulis pula beberapa roman
lain.
Pada tahun 1963, novel ini diterbitkan dalam edisi bahasa Melayu
dan menjadi salah satu buku wajib dalam pelajaran kesusasteraan di sekolah-sekolah
lanjutan di Malaysia. Pada tahun 1991,
TVRI menyiarkan sinetron Sitti Nurbaya
dan mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat, maka sejak saat itu, cerita
tentang Sitti Nurbaya semakin melegenda.
Marah Rusli, penulis novel legendaris itu lahir di Padang
tanggal 7 Agustus 1889. Setelah menyelesaikan pendidikan sekolah rendahnya
diselesaikan di Padang, ia melanjutkan
pendidikan Sekolah Guru di Bukittinggi. Kemudian ia melanjutkan
pendidikannya di Sekolah Dokter Hewan Bogor (kini Institut Pertanian Bogor) dan
selesai pada tahun 1915.
Review buku bisa dibaca di sini
Trilogi Gumaman Kang Maman
Review buku bisa dibaca di sini
Trilogi Gumaman Kang Maman
MERARI SIREGAR
Sastrawan
ini lahir pada 13 Juli 1896 di Siporok, Tapanuli, Sumatera Utara. Meninggal
dunia pada 23 April 1941 2i Kalianget, Madura.
Karyanya
yang terkenal adalah Roman Azab dan Sengsara, dianggap sebagai pemula dalam
kehidupan prosa Indonesia Modern. Roman yang diterbitkan pada tahun 1920 ini
merupakan roman pertama yang diterbitkan oleh Balai Pustaka.
Buku
ini mencerminkan salah satu karya sebagai permulaan kesusatraan prosa Indonesia
modern. Roman Azab dan Sengsara sepertinya ditulis berdasarkan pengalaman dan
pengamatan Merari Siregar sejak masa kecil, hal ini terlihat dari nasihat-nasihat
yang beliau sisipkan dalam karyanya ini, tentang adat dan kebiasaan yang kurang
baik kepada bangsanya.
Perhatikanlah,
kutipan-kutipan dari penulis yang menunjukkan hal tersebut.
“Saya mengarang ceritera ini, dengan maksud menunjukkan adat dan kebiasaan yang kurang baik dan sempurna di tengah-tengah bangsaku, lebih-lebih di antara orang berlaki-laki. Harap saya diperhatikan oleh pembaca.”
“Hal-hal dan kejadian yang tersebut dalam buku ini meskipun seakan-akan tiada mungkin dalam pikiran pembaca, adalah benar beaka, cuma waktunya kuatur-artinya dibuat berturut-turut supaya ceritera lebih nyata dan terang.”
Beliau
juga adalah seorang penyadur, sadurannya diberi judul Si Jamin dan Si Johan,
yang disadur dari gubahan Justus van Maurik yang berjudul “Jan Smees”, yang
terdapat dalam kumpulan cerpen Justus van Maurik yang berjudul Lift het Volk.
Selain
Azab dan Sengsara serta Si Jamin dan si Johan yang terkenal, terdapat pula
beberapa karya yang tidak terkenal, seperti Binasa Karena Gadis Priangan, Balai
Pustaka.
Bagus ya karya-karya mereka, klo saya mengagumi Buya Hamka.
ReplyDeleteKita sama Mbak, saya juga pengagum Buya Hamka
DeleteItu juga tokoh sastrawan idola saya Mbak. Beberapa waktu lalu, saya juga sempat menonton lagi cerita Siti Nurbaya. Baru bisa merasakan kisahnya dengan sungguh-sungguh.
ReplyDeleteLegend banget ini romannya yah...
DeleteWah ketiganya adalah sastrawan legendaris Indonesia ya Bun. Aku plg inget sinetronnya Sitti Nurbaya waktu itu... masih kecil hehehe
ReplyDeleteKecil-kecil nontonya Sitti Nurbaya, pantas saja nggak mau dinikahkan dengan pilihan orang tuanya hahaha, bercanda simbok, sotoy banget ya saya...
Deleteohh ternyata marah rusli toh penulis bukunya siti nurbaya. Baru tau setelah baca artikel ini hahaha. terimakasih suhu,,,
ReplyDeleteBelum lahirki waktu sastrawan itu dibahas di sekolah, saya saja masih SD hehehe
DeleteSudah pernah baca karya ketiga tokoh sastra tersebut. Bahkan sempat berkunjung ke Rumah Buya Hamka yang ada di Sumbar.Karya besar mereka melegenda dan tak lekang ditelan masa. Hebat!
ReplyDeleteWuiis keren berkunjung ke Rumah Buya Hamka, mau juga ah suatu saat nanti.
DeleteNggak salah, yang tiga ini memang sangat dikenal. Kebetulan aku mengikuti karya dari ketiga sastrawan di atas. Terutama Marah Rusli dan Merari Siregar, hehe, aku sudah baca buku-bukunya sejak SD.
ReplyDeleteJaman SMA ketiga pujangga ini buku-bukunya sering jadi bahan diskusi setelah diresensi. Karya-karyanya keren dan sampai kini melegenda.
ReplyDeleteBuya Hamka, ga tau kenapa saya bolak balik baca buku dibawah lindungan kabar. Tp ketiganya sastrawan hebat yg pernah dimiliki I donwsia.
ReplyDeleteKalau saya Buya Hamka, pernah baca bukunya juga Di Bawah Lindungan Kabbah. Eh dari tiga tokoh sastra yang disebutkan di atas Merari Siregar saja yang saya nggak tahu
ReplyDeleteAda dulu masanya karya-karya beliau-beliau ini jadi bahan untuk sinetron dan film ya. Andai sekarang bisa dibuat lagi ya dengan cara pandang berbeda.
ReplyDeleteMembaca nama-nama di atas, saya jadi rindu mau baca kembali novel-novel dulu
ReplyDeletenovel yang sarat cerita budaya dan perjalanan manusia.
sekarang susah ya dapat fisiknya, kalau e-book mungkin banyak tapi saya yang nda suka kalau baca e-book hihihi
Saya juga kurang suka baca e-book, efek mata yang cepat kering kalau terpapar cahaya dari laptop atau hp
DeleteDari ketiganya belum perh satu pun saya baca novelnya. Cuman nonton setelah novelnya difilmnya, hehe..
ReplyDeleteDari 3 tokoh yang tulis diatas, saya hanya familiar di 2 tokoh itu. Hamka dan Mara Rusli. Karya keduanya benar benar telah melekat dihati saya. Klo nyebut nama keduanya langsung ingatka pelajaran bahasa indonesia
ReplyDeleteDari tiga nama di atas, cuma Merari Siregar yang baru saya tahu. Yang dua sebelumnya juga sekadar tahu sih..hahahah. Parah bener yak saya. Untung ada informasi di postingan ini yang sudah dirangkum, jadi tinggal dibaca saja.
ReplyDeleteSuka banget dengar ceramahnya buya hamka, seperti mendengarkan podcast, beliau sangat keren, bisa menciptakan karya sastra yang melegenda.
ReplyDelete