Gagal Jadi Anak Bungsu
Dia lahir pada bulan Juni tahun 1997. Ia menjadi putra keempat dalam keluarga kami. Selama tujuh tahun ia menjadi anak bungsu dan mendapatkan perhatian lebih dari kakak-kakaknya, sayangnya dia sering tak dilibatkan dalam permainan karena dianggap masih terlalu kecil untuk permainan anak besar. Dia bernama Faisal Fahmi dan lebih sering dipanggil Ami.
Tak Nyaman Jadi Anak Bungsu
Jika
ketiga kakaknya main bola, Ami hanya ditugaskan berdiri di pinggir lapangan
menonton dan memungut bola jika bola keluar dari lapangan. Saat ketiga kakaknya heboh membahas taktik
permainan selanjutnya, ia hanya duduk sendiri memainkan bola kertas buatan
kakaknya.
Saya
pernah tanya ke mereka, kenapa tak ikutkan adiknya main. Ketiganya serentak
menjawab, “Masih kecil Mama.”
Katanya,
nanti jatuh dan kakinya luka atau kepalanya kena bola dan benjol.
Mungkin
itu sebabnya ia kurang akrab dengan kakak-kakaknya.
Namun
begitu, jika ada anak lain yang mengganggu dia maka ketiga kakaknya akan kompak
melindunginya. Mereka akan membalas orang tersebut. Bahkan saat bermainpun,
ketiga kakaknya akan ikut main demi memenangkan dia.
Seperti
waktu itu, ia bermain kelereng dengan teman
sebayanya. Kelerengnya sudah hampir habis, ia gelisah dan selalu menengok ke
kakak-kakaknya yang juga sedang main dengan jenis permainan yang berbeda.
Si
sulung melihat kegelisahannya, ia lalu menghentikan permainannya dan berkata
penuh wibawa.
“Ical.
Uci berhenti-ko main itu, kita main kelereng bareng Ami!”
Sontak
keduanya berhenti lalu bergabung dengan adiknya, main kelereng.
Tak cukup 15 menit, lawan mainnya dihabisi. Semua kelereng milik lawan beralih ke mereka berempat.
Tak cukup 15 menit, lawan mainnya dihabisi. Semua kelereng milik lawan beralih ke mereka berempat.
Hasilnya,
anak tetangga pulang sambil menangis.
“Hiks..hiks…
ceccengi Ami, naborongiki kakaknya.”
Tahun
2004, kedudukannya sebagai anak BUNGSU tergeser dan itu anugrah tersendiri buat
dia. Ia menjadi kakak dan sangat menikmati perannya itu.
Sambil
berbisik ia bercerita ke saya,
“Ma untung Nabila lahir, sekarang saya juga sudah jadi kakak.”
“Ma untung Nabila lahir, sekarang saya juga sudah jadi kakak.”
“Kamu
nda suka jadi anak bungsu?” Tanya bapaknya.
“Kusuka-ji Pak, tapi tidak terlalu suka.” Jawabnya lugu.
Mungkin
maksudnya dalam hal-hal tertentu ia merasa nyaman jadi anak bungsu, tetapi
kurang nyaman pada hal lain, terutama
bermain bersama kakak-kakaknya.
Untung Ami Bisa Naik Motor
Saat
Ami berusia 15 tahun, diam-diam ia diajari naik motor oleh kakak sulungnya. Kakak
kedua dan ketiga melapor ke saya.
“Ma Ami belajar naik motor, kenapa diizinkan, nanti jatuh.” Lapor Uci.
“Ma Ami belajar naik motor, kenapa diizinkan, nanti jatuh.” Lapor Uci.
“Masih
kecil - ki mama, dia belum bisa menguasai motor.” Ical menimpali.
Ah, mereka
terlalu mengkhawatirkan adiknya.
Untungnya
kecemasan mereka tidak terjadi. Ami berhasil meyakinkan kedua kakaknya kalau ia
bisa mengendarai motor. Kelak kedua kakaknya itulah yang pertama kali menikmati
kepintaran Ami naik motor.
Saat
Uci, putra ketiga kuliah di ATKP, Ami yang selalu antar jemput dia ke asramanya di Salodong. Setiap ia pulang
mengantar atau menjemput kakaknya, ada saja cerita yang ia bawa tentang kakaknya itu.
Bagaimana kakaknya yang cuek saat berjalan di depan yuniornya, padahal yuniornya sedang memberi hormat, tentang sikap kakaknya yang pendiam tapi suka cerita macam-macam saat dibonceng, tentang cita-citanya yang ingin kerja di luar kota Makassar, dan apa saja yang ia perbincangkan dengan kakaknya itu.
Baca juga tentang: Uci di sini
Bagaimana kakaknya yang cuek saat berjalan di depan yuniornya, padahal yuniornya sedang memberi hormat, tentang sikap kakaknya yang pendiam tapi suka cerita macam-macam saat dibonceng, tentang cita-citanya yang ingin kerja di luar kota Makassar, dan apa saja yang ia perbincangkan dengan kakaknya itu.
Baca juga tentang: Uci di sini
Dan
saya sangat berterima kasih tentang itu. Saat Uci beranjak dewasa, ia semakin sulit diajak
bicara. Sibuk dengan tugas kampusnya ditambah lagi ia hanya bisa pulang ke
rumah sekali dalam sepekan. Sekalinya pulang, ia malah main game dengan
saudara-saudaranya.
Kabur Dari Pesantren
Suatu
hari ia mengabarkan kalau ia diangkat menjadi guru mengaji di tempatnya mengaji. Hm, pantas
saja beberapa anak tetangga memanggilnya ustaz.
Karena
itulah kami sepakat memasukkan dia ke pesantren. Mungkin ia mau menekuni bidang
agama.
Sayangnya
ia hanya bertahan selama delapan bulan. Ia kabur dari pesantren setelah
melewati drama tiga babak. Anak yang kelihatannya penurut dan pendiam itu,
bisa membangkang juga rupanya.
Keluar
dari pesantren ia pindah ke sekolah baru, tak sampai sebulan ia merasa tak cocok
dengan sekolah barunya. Akhirnya ia kami pindahkan lagi ke Madrasah Aliyah.
Alhamdulillah ia suka dan bertahan hingga tamat sekolah.
Alhamdulillah ia suka dan bertahan hingga tamat sekolah.
Dan
itulah satu-satunya masa tersulit kami dalam menghadapi perubahan sikapnya.
Pendiam yang Jenaka
Banyak
orang yang mengatakan dia anak yang pendiam, tetapi tidak begitu jika bersama
keluarganya.
Ia
suka sekali bercerita apa saja kepada saya, termasuk tentang pemain-pemain bola
idolanya. Darinya saya mengenal Steven Gerrard, Mohamed Salah, Christian
Ronaldo, dan beberapa pemain sepak bola lainnya.
Saya
banyak mengenal karakter teman-temannya, melalui ceritanya. Caranya bertutur
yang diselingi dengan banyolan tak jarang mengundang tawa.
Kadang
dia memanggil saya dengan panggilan “neng” atau “Sis”
Saat mengobrol dengan dia melalui wahtsApp kadang mengundang tawa, ada saja kata-kata unik yang diungkapkan.
Saat mengobrol dengan dia melalui wahtsApp kadang mengundang tawa, ada saja kata-kata unik yang diungkapkan.
Yah
dia telah dewasa sekarang dan lima tahun terakhir, dialah yang selalu setia mengantarkan saya kemana-mana. Dia menjadi anak andalan dalam keluarga besar
kami. Siapapun yang minta pertolongan kepadanya, ia selalu siap membantu.
Saya
yakin, siapapun pendamping hidupnya kelak akan sangat bahagia hidup bersamanya karena
ia penyayang dan perhatian, seperti kasih sayang dan perhatiannya kepada saya.
Jika
saya kurang sehat, selain bapaknya Ami lah yang selalu berada di samping saya, menjaga
dan merawat dengan sabar. Raut wajahnya tak pernah cemberut sekalipun ia lelah.
Ia gagal
menjadi anak bungsu, tetapi ia mensyukuri itu. Katanya, setidaknya
pernah
menjadi anak bungsu selama tujuh tahun.
Untunglah adik yang menggagalkan predikat itu anak perempuan, maka masih bisalah disebut sebagai anak bungsu laki-laki.
Teruslah menjadi anak yang sabar dan baik hati. Kelak semua cita-cita dan harapanmu akan terwujud, saya jaminkan dengan doa-doa yang akan mengetuk Arasy sepanjang usia saya.
Catatan:
Cecceng (bahasa Makassar) = curang
Naborongiki = dikeroyok
Untunglah adik yang menggagalkan predikat itu anak perempuan, maka masih bisalah disebut sebagai anak bungsu laki-laki.
Teruslah menjadi anak yang sabar dan baik hati. Kelak semua cita-cita dan harapanmu akan terwujud, saya jaminkan dengan doa-doa yang akan mengetuk Arasy sepanjang usia saya.
Catatan:
Cecceng (bahasa Makassar) = curang
Naborongiki = dikeroyok
Masya Allah bahagiaku baca.
ReplyDeleteSaya juga membatin bahwa in syaa Allah Ami bisa jadi penyejuk hati kedua orang tua, apapun profesinya nantinya dia tetap bisa sukses meraih hati orang tua, terutama mamanya dengan karakter khasnya.
Tantangan buat calon istri Ami nih. Harus bisa setara karakternya dalam membahagiakan ortu dengan perhatian khasnya.
Ndak boleh cemburu kalo Ami membahagiakan ortu dan saudara2nya. Harus rela berbagi perhatian.
Sebaliknya bagi mamanya, jadi tantangan tersendiri juga, jangan sampai berekspektasi terhadap pilihan hati Ami nantinya. 😍😘😘
Aamiin. Terima kasih Niar, semoga mamanya bisa membagi hati nantinya hahaha...
DeleteSehat terus sibungsu dan kakaknya. semoga selalu rukun dan saling menyayangi hingga maut memisahkan.
ReplyDeleteWhaa iyaya karena adik yang lahir perempuan jadi tetap saja menjadi laki laki bungsu. Ddduuuh senang kalau dengar cerita kehidupan sehari-hari Bunda nih, rameee...
ReplyDeleteRameee anaknya banyak, itu dulu waktu masih kecil. Sekarang mah, sudah mulai sepi. Eh malah curhat hihihi...
DeleteMashaa Allah, Bunda, seneng banget baca kisah anak-anak Bunda yang akur ya. Pasti suasana ramai ya, kalau lagi kumpul semua, seru...
ReplyDeleteYuni suka sekali kisah saudara yang saling menjaga satu sama lain begini. Meski kadang saling ejek, tapi tetap saja saling menyayangi. Hhehe
ReplyDeleteSeru ya Bun, membesarkan para jagoan yang luar biasa. Aku aja cuma 2 jagoan di rumah udah ramenya ampuuun palagi bunda ada banyak jagoan hehhee... bundanya aman, banyak penjaganya. 😀😀
ReplyDeleteWah anak simbok jagoan semua rupanya. Jangan khawatir, simbok tiga jagoan yang jagain.
DeleteKalau di Sunda namanya "pangais bungsu" (kakak si Bungsu). Alhamdulillah Ami engga cemburu ya dng adik, krn jadi anak bungsu gagal. Suami, anak bungsu, beda dng kakak langsung 9 thn. Dikira perempuan tapi cowok lagi. Haha...Ibu mertua putranya 7, laki semua.
ReplyDeleteMasya Allah!
DeleteTidakkebayang ramainya rumah mertua mbak kalau mereka kumpul yah..
Senang bnaget baca ceritanya, mbak.
ReplyDeleteSemoga selalu rukun dan saling menyayangi dan mendukung, ya :)
Senangnya baca cerita ini, hatiku terasa menghangat. Semoga anal-anakku juga bisa kompak dan rukun seperti anak-anak bunda yaa. aamiin
ReplyDeleteAaamiin.
Deletehahaha, saya dulu 5 tahun jadi anak bungsu, setelah adik saya lahir, saya kegeser jauh jadi prioritas paling akhir :D
ReplyDeleteAnak saya juga 7 tahun jadi anak tunggal sampai adiknya lahir :)
Wah punya pengalaman rupanya. Tetap bahagia kan jadi anak bungsu ataupun tidak.
DeleteMasya Allah, barokallah teruntuk ananda semua ya Mbak. Alhamdulillah ananda selalu ada di sisi Mbak. Semoga sehat selalu Mbak dan semua ananda.
ReplyDeleteSaya anak pertama alias kakak. Punya adik laki-laki dan perempuan. Dulu kirain mau jadi dua bersaudara aja, ternyata adik bungsu lahir pas saya kuliah. Malah Ada yang nyangka anak saya. Hehe padahal dia adik bungsu saya. Seru memang ya punya adik bungsu. Hehe ...
ReplyDeleteMasya Allah😍cerita keluarga yang hangat dan menginspirasi. Salam untuk putra dan putri Bunda 😍🤗
ReplyDeleteWah, bahagianya memiliki anak laki-laki seperti Ami. Sehat selalu ya Mba untuk seluruh keluarga.
ReplyDeleteWaaah....Ami keren ya, sukses terus ya Nak & menjadi kebanggan orang tua.
ReplyDeletemasyaallah. senangnya punya anak2 yang baik dan saling menyayangi, ya. barakallah buat sekeluarga
ReplyDeleteTurut senang membacanya. Semoga Ami, mba dan keluarga sehat serta selalu dalam lindunganNya. Aamiin
ReplyDeleteMasya Allah mbaaaak, senangnyaa saya baca ini. Ibu yang bisa mengerti benar tentang anaknya. Begitu pula sebaliknya anak yang senantiasa berbakti kepada Ibunya. Anak sulung saya laki-laki, masuk usia 13 tahun, dannn memasuki masa dimana pola pikirnya kritis-kritisnya, dengan baca ini saya sadar, yaaaa memang beginilah anak usia segini. Terimakasih teladannya mbk, saya jadi belajar banyak hal
ReplyDeleteMasyaa Allah, tabarakallah. Kalau ngomongin anak emang nggak ada abisnya ya mbak. Banyak sekali.
ReplyDeleteTapi saya suka bacanya. Tiap anak punya cerita sendiri. Saya jadi ngebayangin drama yang dihadapi mbak dan suami waktu Ami abis kabur dari pesantren itu. Banyak yang bbilang kalau masa pubernya anak tuh amazing banget
Masya Allah.. Seneng bacanya, Bun.. Karena nggak mudah juga punya anak-anak yang rukun. Apalagi mau belain adik atau Saudaranya. Di rumah juga kayaknya nggak jauh beda.. Bungsu selalu dianggap terlalu kecil untuk terlibat permainan kakaknya. Dia sedih kadang juga marah ngambek.. Hihi
ReplyDeleteBunda..saya senang baca cerita tentang Ami. Masya Allah Tabarakallah,semoga diberikan kesehatan dan kesuksesan untuk si anak yang batal jadi anak bungsu. Juga sehat semua untuk Bunda sekeluarga. Aamiin
ReplyDeleteCeritanya bikin nyesss. Masya Allah. Semoga Ami dan semuanya selalu jadi penyejuk hati orang tuanya uwuwu ❤
ReplyDeleteKisahnya mirip anak nomor empatku yang juga gagal jadi anak bungsu setelah enam tahun kemudian adiknya lahir. Kadang si nomor empat ini mengomel ke adiknya kalau lagi kesel dan bilang begini, "Sebenarnya to, saya anak bungsu tapi karena lahirko tidak jadima anak bungsu. " Hehehe
ReplyDeleteHahaha...kadangji juga Ami begitu, na ejek-ejekji adiknya
DeleteAnak bungsu itu memang sesuatu ya kak, hihi, soalnya daku juga bungsu. Meski terkadang jadi anak bawang karena selalu dianggap anak kecil padahal udah besar, tapi kedewasaan mental itu datang juga dengan sendirinya
ReplyDeleteKelihatan dari namanya hihihi... tapi asyik kan jadi anak bungsu, sering dapatprioritas pertama
Deletenaaah karena suami juga anak bungsu, ada hal-hal menarik dan juga bikin gengges karena aku sendiri anak pertama yang waktu pertama adaptasi agak gimana gitu. BUkan dari sisi dia lebih manja atau apa, tapi dari pola asuh orang tuanya karena ia dengan kakak-kakaknya beda 12 tahun..
ReplyDeleteAnak bungsu sering dianggap enggak mandiri y padahal banyak jg anak sulung yg g mandiri hehe
ReplyDeleteSaya anak bungsu jg bunda
Waktu yg kemudian menjelaskan kegigihan anak bungsu :)
Hihihi..ada juga yg tak begitu suka jadi anak bungsu ternyata..padahal jadi prioritas dalam segala hal kan ya..? Senang pastinya punya banyak saudara yg bisa diajak kompak kayak gini..suka bacanya
ReplyDeleteBahagia bacanya, kebayang betapa ramainya keluarga. Semoga sehat dan rukun selalu, Mbak.
ReplyDeleteAaamiin. Alhamdulillah kalau mbak senang membacanya.
Delete