Ramadan
memang selalu menyisakan kenangan, walaupun kebiasaan-kebiasaan masyarakat
Indonesia selalu sama setiap tahunnya. Namun ada saja cerita menarik yang menjadi pemanisnya.
Demikian
pula yang terjadi dalam keluarga kami.
Jika
tahun lalu, putra sulung saya masih mudik dan bisa berpuasa di lima hari
terakhir sekaligus berlebaran bersama kami, maka tahun ini ia memilih mudik ke
rumah mertuanya, itu berarti ia akan menjalani akhir-akhir Ramadan serta
berlebaran di daerah kelahiran istrinya.
Semoga
tahun depan, giliran kami yang dipilih mereka. Aamiin.
Eh,
tiba-tiba saya membayangkan, jika suatu saat anak-anak sudah menikah atau
bekerja di daerah lain, maka pastilah kesunyian akan menyergap rumah kami.
Mungkin
saat itu kami sudah uzur, lemah dan sepi. Kami hanya akan sahur berdua. Tidak
ada lagi drama membangunkan anak-anak untuk sahur bersama dan tidak ada juga riuhnya
celoteh saat berbuka puasa.
Aarraagh
…
Daripada
saya membayangkan hal-hal yang mengilukan hati, lebih baik saya cerita saja tentang
drama yang pernah terjadi di keluarga kami dalam bulan Ramadan.
Yaah
sekedar mengenang saja.
Drama Saat Sahur
Saat
membangunkan anak-anak untuk sahur adalah drama yang dialami oleh hampir semua
keluarga yang punya anak kecil, eh anak yang sudah remaja juga kadang tak kalah
dramanya.
Dari
kelima anak saya, yang paling sulit dibangunkan itu adalah Uci, putra ketiga
dan putri bungsu saya, Nabila.
Suatu
waktu, entah sahur yang keberapa. Tiga putra saya sudah bangun dan duduk manis
di depan meja makan. Tapi oleh bapaknya, belum boleh makan kalau belum kumpul.
Sementara Uci belum bangun juga padahal sudah tiga kali saya dan bapaknya
bergantian membangunkan.
Waktu
itu, Nabila belum lahir dan Uci masih kelas 3 SD
“Kalau
mauki kasi bangunki Uci bawa memang maki air Ma.” Kata Fandi.
“Saya pa kasi bangunki Ma.” Ami, putra keempat
tampil jadi pahlawan.
Maka
Ami masuk ke kamar sambil membawa timba berisi air.
Tiba-tiba
terdengar suara, gedebuk!
Maaa….!
Ami berlari
keluar sambil menangis, badannya basah.
“Natendangka kakak Uci Ma, tumpahmi air kena bajuku.” Isak Ami.
Fandi
dan Ical serentak terbahak. Saya menahan senyum geli sambil berpandangan sama
bapaknya.
“Rewa duduku, rasako, hahaha….” Ledek Fandi.
“Saya
saja malla-malla kasi bangunki, pasti assempaki too…” Ical ikutan meledek.
“Kauji
bilang, bawa memangki air ka mau ditimbai mukanya kakak Uci.” Ami protes.
“Itu
untuk mama atau bapak, ka tidak berani Uci assempa
kalau mama kasi bangunki.” Fandi
menjelaskan sambil terbahak.
Sejurus
kemudian, Uci keluar dari kamar dengan muka datar.
“Kenapa
nutendangki Ami tawwa Uci?” Tanya Fandi.
“Mauka
nasirami, barani-barani. Mama-ji yang boleh siramka yang lain jangko coba-coba, passempa itu nudapa.” Uci menjawab sambil mengancam.
“Rewana, tantara kapang.” Ical nyeletuk kesal.
“Bukan
tentara tapi pilot, mauka saya jadi pilot.” Uci tak kalah ketusnya.
“Aamiin.”
Kami serentak mengamini.
Maka
dramapun berakhir dan mereka kembali akur.
Sejak
saat itu, tak ada lagi yang berani membangunkan Uci kecuali saya atau bapaknya.
Baju Harus Seragam
Memiliki
empat orang putra yang usianya tidak terpaut jauh, cukup menguras pikiran saat
menjelang lebaran. Pakaiannya harus serupa, baik model maupun warnanya karena jika
tidak, maka akan terjadi drama berkepanjangan.
Pernah
suatu waktu, saya tidak menemukan empat baju dengan warna yang sama. Yang ada
hanya tiga baju, terpaksa warna baju Fandi berbeda dengan ketiga adiknya.
Awalnya
tidak ada masalah. Mereka terima saja, apalagi Fandi sangat puas dengan warna
pilihan saya.
Tiba pada hari H, kami sudah bersiap-siap ke lapangan.
Ical,
Uci, dan Ami sudah berpakaian lengkap. Tinggal Fandi yang masih sibuk keluar
masuk kamar.
“Ndi,
ayo pakai bajumu, nanti kita telat Nak!” Seru saya sambil menyiapkan sarapan.
“Nda kudapatki
bajuku Ma” Keluh Fandi.
“Ada
di balik pintu kamar, mama semalam gantung di situ.”
“Tidak
ada Ma, hilangki.” teriak Fandi
“Ah
masa hilang. Adiji itu.” Saya beranjak ke kamarnya.
Sangat
yakin baju itu saya gantung di balik pintu kamar, lah semalam kan saya yang
siapkan semua.
Tadaaa….
baju itu tidak ada.
Maka
jadilah kami semua bantu mencarinya. Lemari diubek-ubek dan semua sudut rumah
tak luput diperiksa, tapi hasilnya nihil.
“Mungkin
ada yang lebih suka baju ta Nak,
pakai maki saja baju lama, yang
penting kan bersih dan rapi.” Bujuk bapaknya setelah pencarian yang melelahkan
tanpa hasil.
“Baju
keduaku mo de kupake, nda mauka pake
baju lama.”
“Ih
baju kaus, nantipi dipake kalau pulangki lebaran.” Protes adiknya, Ical.
“Biarmi, daripada pake baju lama.” Fandi berkeras.
“Iye, pake baju kaus saja.” Saya putuskan
cepat, daripada telat salat id.
Mungkin
saat itu salatku kurang khusyuk, kepikiran sama baju yang raib entah kemana.
Padahal jelas-jelas saya setrika dan simpan di tempat yang aman. Kalau ada
pencuri yang masuk ke rumah, kenapa hanya satu baju yang diambil, kenapa tidak
ambil saja semua, kan baju-baju itu tergantung di tempat yang sama.
Pulang
salat id, pencarian dimulai kembali.
Iseng-iseng bapaknya buka mesin cuci. Saya
menegur beliau.
“Tidak
mungkin ada di dalam mesin cuci, itu kan pakaian kotor semua.”
Bapaknya
hanya tersenyum dan tetap membuka penutup mesin cuci.
Alamak, baju itu ada di sana lengkap dengan hangernya.
“Siapa
yang simpan bajunya kakak Fandi di situ?” Saya betul-betul gusar.
Tak
ada satupun yang menjawab. Tetapi sekilas saya melihat senyum kepuasan dari
bibir Uci.
“Kenapa
Nak, kamu sembunyikan baju kakak Fandi?” Saya langsung menodong Uci.
“Kenapa
memang warna bajunya beda, ndak sama dengan yang lain.” Katanya ketus.
Melongo
satu detik mendengar jawabannya.
Sejak
saat itu, saya tak mau lagi membedakan warna dan model baju mereka hingga
saatnya mereka bisa memilih sendiri.
Demikian
cerita saya.
Selamat
menyambut hari lebaran, semoga kita terlahir fitri kembali. Aamiin.
Sumber Pribadi, Foto Lebaran Tahun 2013 |
Wuiih...empat orang cowok.
ReplyDeleteIngat seragam ingat mama dulu, karena beliau penjahit jadilah kami couple semua anak perempuan mama
ReplyDeletePasti senang ya Mis, couple sama mama, hehehe...
DeleteCeritanya lucu, tante. Kelihatan pendiam, kak Uci ternyata pemeran utama keonaran hehe. Semoga lebaran tahun depan tante dan keluarga bisa berkumpul bersama, aamiin.
ReplyDeleteYap. Dia memang pendiam tapi suka jahil juga.
DeleteMasyaAllah lucu dek Uci ya, yang mas Fandinya enggak madalah, eh enggak terduga malah si bungsu heheheh.... Seru bunda, anak-anaknya 4 jagoan dan satu putri:)
ReplyDeleteRamai ya mbak, punya anak laki-laki semua
ReplyDeleteSerunya pengalaman berramadhan dan berlebaran bersama anak-anak. Anak-anakku juga mulai berangkat dewasa, bahkan 3 orang terpisah dari kami. Alhamdulillah, lebaran kali ini semua ngumpul di Malaysia.
ReplyDeleteAlhmadulillah, senangnya bisa ngumpul
DeleteSahur memang tiada duanya jika bareng keluarga dan orang-orang tercinta ya,..bikin tenang dan tetram, batinnya menjadi nyaman 😀, salam kenal gan,..mampir ya
ReplyDeleteSalam kenal juga, insya Allah akan saya kunjungi blognya. Terima kasih ya udah ninggalin jejak.
DeleteHahahah... lucu ceritanya, maaf kalau saya tertawa lebar ya Bunda, gak nyangka aja si adek punya pikiran lucu gitu. Saya pun tak akan menyangka pakaian ada di dalam mesin cuci, cerdas deh nyembunyikannya
ReplyDeleteBetul-betul inovatif hahaha....mesin cuci tempat tak terduga
DeleteSerunya lebaran memang selalu jadi cerita. Selamat Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir Batin.
ReplyDeleteMohon maaf lahir batin juga Mbak, maaf telat bukanya
Deletedeh serunya hahaha. banyak drama ya kalau usia anak-anak nda jauh beda.
ReplyDeletedan ini pasti momen-momen yang akan terus dirindukan.
semoga anak2 bisa baca tulisan ini dan mengingat betapa dulu mereka selalu membawa keceriaan dalam kehidupan orang tuanya.
Betul Daeng, momen yang tiap lebaran selalu dirindukan dan jadi bahan pembicaraan.
DeleteHahaha ... Anak-anak suka jahil ya, Bun. Bikin kita gemes. Ini memang jadi kenangan banget saat mereka dewasa kelak dan jauh dari orangtua. Aku kenangan lucu anak 2-3 tahun lalu aja udah melow. Kok anak-anak udah cepat besar, ya? Padahal sulung aja baru 9 tahun, lho, hihihi ...
ReplyDeleteNikmati keseruan mereka ya Mbak, insya Allah akan menjadi kenangan terindah
DeleteJadi baper baca di paragraf awal...
ReplyDeleteKebayang kalo anak2ku juga udah pada tinggal di rumah masing2 dan saya cuman berdua sahur sama suami, hiks...
Pantesan Papi Mamiku selalu cari cucu2nya, biar selalu terasa ramai rumahnya.
Terkirim doa semoga Bunda Dawiah sekeluarga selalu bahagia. Aamiiin.
Masya Allah sabar ta', Kak.
ReplyDeleteSerunya dih 4 anak laki. Anak lakiku dua dan jauh usianya saja pusing ma kalo ketemu ki na ribut 😁
Masyaallah seru ya puasa lebaran di rumah Bunda Dawiah ��. Jadi ingat masa kecilku dulu, kami 4 bersaudara ya kurang lebih ramai dan rusuh gini lah kalau pas puasa wkwkwk.
ReplyDeleteDeh...Bun, kebayang deh bagaimana keseruam ramadhan di rumah ta. 4 cowokta ini pastinya bikin suasana makin rameeee...
ReplyDeleteWalaupun ada kesal tapi lucu ya, kubayangkanmi perasaanx anakta yg di sembunyi baju lebarannya kodong hahahahaa
Baca ceritanya tu geli-geli gimana gitu? Geli karena memang meski nggak ngerti bahasanya, tapi pahamlah dikit apa yang dimaksud. Terutama yang bagian pinginnya bangunin dengan nyiram eh malah kena senjata makan tuan. Sama baju baru yang disembunyiin di mesin cuci. Astaga, gokil banget sih, Mbak. Hehehe
ReplyDeleteYuni pernah bekerja sama orang Sulawesi. Dan bahasanya begitu juga. Udah gitu intonasinya juga keras. Jadi berasa marah aja gitu. Padahal sih nggak.
Dan teman kerja Yuni yang orang Sulawesi itu baik banget.
MashaAllah 4 anak dengan tantangan sahur hehe. Salut bunda. Aku jadi membayangkan entar juga tinggal berdua sama suami, dan gak ada lagi drama bangunin sahur :))
ReplyDeleteAduh...lucu itu kelakuan Uci, menyembunyikan baju kakak Fandi. Kok ya dalam mesin cuci gitu lho. Untung, kakak sabar. Semoga Lebaran nanti bisa berkumpul semua ya Bun...
ReplyDeleteMasyaAllah, suatu saat aku juga pasti mengalaminya ya Mbak. Kebayang sekarang pun ibuku sepi di kampung halaman. Tapi masih ada satu orang kakak tinggal di sana. Sedang mertuaku sendiri karena anaknya di Jakarta semua. Nanti aku pun pasti kangen bangunin Najwa Najib yang selalu susah makan sahur, heheh. Ngebayanginnya aja udah lucu banget.
ReplyDeletedramanya lucu-lucu bunda, past ramai sekali tuh rumah kalau semua pada ngumpul ya. Wah, saya cuma dua anak cewek lagi kalau dibawa suami mereka pasti juga sepi nih
ReplyDeleteIya, saya juga jadi terkenang masa-masa kecil saya menjalani bulan Ramadan bersama keluarga besar. Skrg sudah terpisah2 ya. Mana skrg ada wabah gak bisa berkunjung dulu. Huhuhu
ReplyDeleteWkwkwk, ada-ada aja drama anak-anak ya, Bun. Kalau ingat semua kejadian mereka waktu kecil, jadi bisa senyum-senyum sendiri.
ReplyDeleteBun, saya gak ngerti percakapannya.
Seandainya ada translate di bawahnya, saya kan bisa tau apa perbincangan mereka hehehe
Seru banget ya punya 4 anak laki semua. Pasti waktu msh serumah ramai suasana rumah. Smg selalu sehst semua ya mba
ReplyDeleteWaaah.. serunya punya empat anak laki-laki. Saya yang baru punya dua anak laki-laki aja dramanya minta ampuuun..
ReplyDeleteSalam hangat dari Bukittinggi, Sumatera barat