Pelajaran Sejarah kurang disukai anak-anak, benarkah?
Kebiasaan
saya setiap memasuki awal tahun pelajaran, saat pertama kali berjumpa dengan peserta didik baru, adalah bertanya tentang hal-hal seputar
keluarganya, asal sekolah, hobbi dan pelajaran yang mereka sukai atau kurang
disukai.
Pada
umumnya mereka menjawab bahwa pelajaran yang paling tidak disukai adalah
pelajaran matematika, karena menurut mereka itu adalah pelajaran paling sulit
sehingga kurang diminati. Sedangkan pelajaran yang paling banyak disukai adalah
pelajaran seni setelah pelajaran olahraga.
Ini
hanyalah survei kecil-kecilan sehingga tidak bisa dijadikan tolok ukur, karena kenyataannya
banyak juga murid saya yang suka pelajaran matematika.
Namun
demikian, saya bisa menarik kesimpulan bahwa memang ada pelajaran-pelajaran tertentu
yang hampir semua murid menyukainya dari tahun ke tahun, Seperti olahraga dan seni.
Pelajaran Sejarah kurang disukai anak-anak, benarkah?
Kebiasaan saya setiap memasuki awal tahun pelajaran, saat pertama kali berjumpa dengan peserta didik baru, adalah bertanya tentang hal-hal seputar keluarganya, asal sekolah, hobbi dan pelajaran yang mereka sukai atau kurang disukai.
Bagaimana
dengan pelajaran sejarah?
Sepulang
dari kegiatan diskusi tentang sejarah pada Ahad, 31 Maret 2019 di Up Normal
Makassar, saya bertanya kepada Nabila, putri bungsu saya.
“Siapa
pahlawan nasional yang kamu kenal?
Eh, ia
balik bertanya. “Siapa di?”
Sejurus
kemudian, ia jawab juga.
“Pangeran
Diponegoro, Imam Bonjol, Jendral Sudirman, Soekarno.”
Pertanyaan
berikutnya.
“Siapa
pahlawan nasional yang berasal dari Sulawesi Selatan?’
Spontan
ia menjawab. “Sultan Hasanuddin.”
Alhamdulillah,
ia tahu. Tapi hanya itu. Selebihnya ia
tidak tahu.
Pertanyaan
ini sering juga saya lontarkan kepada murid-murid saya, Ironisnya, jawaban
mereka hampir sama dengan jawaban Nabila.
Ada
apa dengan Nabila dan sebagian besar murid-murid saya?
Saya
pikir-pikir, itu bukan kesalahan mereka. Yang salah adalah saya dan sebagian
besar guru-guru Indonesia. Saya dan mereka tidak pernah mengajarkan,
menceritakan tentang siapa, mengapa dan bagaimana sejarah para pahlawan Indonesia
itu.
Untungnya
belum terlambat, karena saya masih hidup
sehingga masih bisa menebus kesalahan
itu dengan menceritakan tentang sejarah bangsa dan tokoh-tokoh pahlawan Indonesia yang telah mengorbankan
jiwa raganya untuk kemerdekaan bangsa ini.
(Hm,
saya harus belajar lagi ini tentang sejarah pahlawan-pahlawan Indonesia.)
Belum terlambat!
Karena
ada bu Irma Devita yang terus berjuang tanpa
lelah membumikan sejarah melalui Irma
Devita Learning Center.
Perjuangan Irma Devita
Awalnya
bu Irma Devita, berjuang untuk kakeknya sang patriot Moch Sroedji agar bisa
dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Pengajuan itu dilakukan pada tahun 2016,
walaupun sulit dan hingga hari ini belum terealisasi namun perjuangan bu Irma
tak pernah surut.
Berangkat
dari kisah-kisah yang diceritakan oleh neneknya, ibu Rukmini istri dari Moch
Sroedji tentang kegigihan kakeknya
berjuang merebut kemerdekaan Indonesia, Irma kecil berjanji kepada neneknya untuk mengabadikan sejarah kepahlawanan beliau.
Hingga
suatu waktu, Irma Devita dirundung kegelisahan seakan ada yang menagih janji yang
pernah ia patrikan kepada neneknya. Ditambah lagi dengan kerisauannya ketika mengetahui bahwa masyarakat Indonesia terutama masyarakat
Jember tidak mengenal sosok Letkol Moch Sroedji, sekalipun ada patung besar Moch
Sroedji yang berdiri di tengah-tengah kota Jember, bahkan namanya dijadikan
nama jalan.
Maka
di sinilah awalnya, bu Irma mulai menapaki sejarah Moch Sroedji. Mengumpulkan
data dan informasi tentang kepahlawanan beliau.
Tak lelah berjalan dari satu tempat ke tempat lainnya demi mengumpulkan data, menyusuri jejak-jejak perjuangan sang Letkol Mochammad Sroedji hingga ke pelosok desa bahkan ke negeri Belanda.
Setelah
semuanya terkumpul, bu Irma menghimpunnya dalam sebuah novel yang bertajuk “Sang
Patriot”
Tidak
berhenti sampai di situ, bu Irma juga menyusun tiga komik sekaligus dengan
judul yang sama, Sang Patriot.
Mengenalkan Pahlawan Indonesia, Membumikan Sejarah Bangsa
Yang menarik
dari kegiatan Irma Devita Learning Center adalah kegiatan sosialisasi yang
tiada henti dan tanpa lelah untuk mendapatkan dukungan agar sang kakek, Letkol
Moch Sroedji mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Nasional, justru berdampak kepada
munculnya nama-nama pahlawan lainnya yang juga sudah dilupakan oleh rakyat,
terutama masyarakat Jember.
Bahkan
tercipta satu program “1 sekolah 1 TNI” dan masyarakat Jember semakin antusias mencari
dan menggali sejarah tentang pahlawan-pahlawan daerahnya.
Inilah
yang disebarkan hingga ke Makassar. Bagaimana masyarakat Makassar, terutama
generasi mudanya agar dapat mengenal sejarah
daerah sekaligus mengenal pahlawan-pahlawan daerahnya.
Hal
ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Pak Tjahyo. Harapan beliau,
bagaimana kita bekerja sama dan menciptakan suatu sistem agar anak-anak lebih
mengidolakan pahlawan bangsa sendiri.
Jangan
sampai anak-anak kita lebih mengenal pahlawan fiktif, serupa batman dan
sejenisnya daripada pahlawan bangsanya sendiri.
Karena
dengan mengenal pahlawan bangsa, maka kita dan anak-anak telah membumikan sejarah bangsa.
Bagaimana Caranya Membumikan Sejarah?
Ada
diskusi dinamis dalam kegiatan hari itu. Bahwa berangkat dari pengalaman saya
di sekolah, yang enam hari dalam sepekan bertemu dan bersentuhan langsung
dengan anak-anak milenal, menemukan kenyataan.
Bahwa mereka,
anak-anak yang lahir di tahun 2000-an ke atas cenderung lebih menyukai informasi
yang visual, kurang konsentrasi untuk membahas sesuatu yang mereka anggap
informasi lama. Atau lebih frontalnya, mereka kurang menyukai sejarah yang
disuguhkan melalui buku yang isi dan
gambarnya kurang menarik.
Walaupun
menurut Anwar Jimpe, berdasarkan pengalaman beliau, yang beberapa kali
menyelenggarakan kegiatan pelatihan kepenulisan, di mana pesertanya tak pernah
sepi dari anak-anak muda, beranggapan bahwa, buku tak akan tergantikan karena
format yang kekinian itu hanya bersifat sementara. Informasi yang didapatkan
akan gampang datang teapi mudah pula
dilupakan.
Kenyataannya,
seperti yang saya tuliskan di awal bahwa, anak-anak milenial kurang menyukai pelajaran
sejarah. Oleh sebab itu mereka kurang mengenal sejarah bangsanya sendiri.
Bukan
salah mereka.
“Mungkin
karena kita yang tergolong generasi X, kurang piawai menyuguhkan informasi
sejarah yang menarik.”
Dan
tahukah Anda? Kalimat di atas diamini oleh dua anak milenal yang duduk di
sebelah kiri kanan saya.
Saya
yakin, kehadiran mereka di acara diskusi itu adalah salah satu awal yang baik.
Semoga
perjuangan kita membumikan sejarah dapat tercapai, dengan harapan akan muncul anak-anak milenal
yang menciptakan sesuatu, mungkin pelajaran dalam bentuk visual yang menarik,
aplikasi atau apapun itu bentuknya yang akan memperkenalkan dan menceritakan tentang sejarah bangsa Indonesia.
Agar
sejarah bangsa Indonesia tidak terkubur oleh masa.
Semoga
perjuangan Irma Devita agar Letkol Mochammad Sroedji mendapatkan gelar pahlawan
nasional segera terwujud.
Saya pun baru tahu sosok Letkol Mochammad Sroedji. Wah...semoga perjuangan bu Irma tercapai ya. Dulu kan pelajaran sejarah ingatnya hafalkan tahun² lahir dan peristiwanya. Kurang menarik jadinya...
ReplyDeleteNah, tugas bersama nih bagaimana mengajarkan sejarah dengan menarik.
Seingat saya juga gitu, makanya pelajaran sejarah ndak nempel di otakku hahaha
DeleteHiks miris ya Bun. Sekarang anak-anak gayanya pun beberapa sdh kebarat-baratan. Bukan hanya guru sih, tapi tugas kita semua para orangtua untuk mengenalkan sejarah perjuangan bangsa. Supaya mereka belajarpun mengerti agar kita tak kembali pada masa kelam dulu. Namun berjuang demi kemajuan bangsa.
ReplyDeleteBetul, kita semua punya tanggung jawab membumikan sejarah agar anak-anak kita tidak melupakan sejarahnya.
DeleteSayaaaa..paling suka pelajaran sejarah. Karena saya di jateng,saya terobsesi sekali dengan cerita majapahit. Kalau pas dulu guru sejarah bilang akan menjelaskan penyebab keruntuhan majapahit, dirumah saya sudah baca buku lain tentang hal itu. Akibatnya saya sekarang jadi penggemar novel sejarah,meski tidak jadi guru sejarah. Hehe..
ReplyDeleteBetul, jangan sampai anak anak kita kenalnya dengan superhero fiktif saja. Pengenalan pahlawan daerah harus digencarkan. Tentu sajadengan cara yang cocok dengan gaya anak kekinian
Wow keren mbak, pasti guru sejarahnya waktu masih SD, SMP hingga SMA juga keren
DeleteMasya Allah keren banget Mbak Irma dengan usahanya dan inovasinya membuat Learning center yang fokus pada sejarah di tengah banyak yang menganggap pelajaran sejarah ini kurang penting.
ReplyDeletewah ternyata masih banyak pahlawan nasional yang belum tercatat. Saya juga taunya seperti Nadia nama-nama pahlawan, hihi. Semoga pahlawan yang masih belum terdaftar menjadi pahlawan nasional bisa segera terdaftar. Aamiin. Keren perjuangan cucunya untuk kakeknya agar bisa diakui jadi pahlawan nasional. Semangat terus buk!
ReplyDeleteYuk kita bergerak bersama, membumikan sejarah agar generasi penerus akrab dengan sejarah bangsa sendiri
DeleteSetuju nih Bund. Saya juga dulu ketika masih sekolah kurang suka pelajaran sejarah. Karena harus menghafalkan banyak nama orang, nama peristiwa, tanggal dan tahunnya, dan lain-lain.
ReplyDeleteBetul banget bun, kalau saya tanya ke anak anak di kelas mereka juga nggak paham dengan pahlawan indonesia. Kalau saya cerita tentang pahlawan anak anak agak bengong. Tapi suka tertarik jika saya cerita
ReplyDeleteTernyata banyak ya para pahlawan yang belum dikenal. Salut dengan kegigihan ibu Irma, menelusuri jejak sejak M Sroedji.
ReplyDeleteFenomena kayak gini terjadi di mana-mana, Bund. Anak muda gak tahu sejarah, gak kenal pahlawannya. Kalau oahlawan nasional msh mending, kalau pahlawan yg berjuang di daerah. Waduh,wis gak paham mereka.Ini tantangan banget lho, agar generasi muda paham akar bangsanya.
ReplyDeleteIyah Mbak, beruntung masih ada mbak Irma Devita yang tak kenal lelah terus menyuarakan keberadaan pahlawan bangsa.
DeleteAlhamdulillah nilai pelajaran saya baik dan menurun ke putra kedua yg menyukai sejarah dan angat menyukai kisah kepatriotan
ReplyDeleteMantul nih mbak Eva
DeleteBerbicara tentang pelajaran Sejarah, anak sulung saya dulu gak suka dengan pelajaran tersebut. Tapi setelah diajak ke tempat bersejarah seperti museum, dia jadi suka.
ReplyDeleteBetul Bu, tugas kita sebagai orang tua untuk menyampaikan kisah pada anak tentang sejarah. Sepertinya semakin sedikit orang tua yang peduli. Saatnya kita kembali menjadi guru untuk anak.
ReplyDeleteSemoga ikhtiar Mbak Eva akan mendapatkan hasil yang membahagiakan. Aamiin
ReplyDeleteJujur, aku baru mengenal nama sosok pahlawan letkol Mochammad Sroedji disini.
ReplyDeleteMelihat besarnya jasa ikut memerdekakan Indonesia, nama beliau pantas untuk segera diakui sebagai pahlawan nasional.
Mungkin metode penyampaian pelajaran sejarah di sekolah untuk generasi sekarang dibuat lebih berbeda konsep dengan yang dulu sepertinya, ya ..., dibuat dengan tehnik grafis atau karikatur misalnya, karena adanya visualisasi menarik bikin anak jadi lebih bersemangat belajarnya.
Saya termasuk orang yang suka dengan pelajaran sejarah.
ReplyDeleteMemang untuk menjadikam seorang pejuang mendapat gelar Pahlawan Nasional tidak mudah, saking banyaknya pejuang di Indonesia, hehe... Sehingga pemerintah betul-betul selektif untuk itu.
Tapi membaca kisah Letkol Soeradji ini, sudah selayaknya alm. mendapat gelar Pahlawan Nasional.
Mantap itu Mam Ery, saya dari dulu kurang suka belajar sejarah, mengantukka hahaha...mungkin karena guruku dulu kurang variasinya di?
DeleteHaha.. Memang selain dari kitanya sendiri yang harus suka, gurunya pun kalo ngajar harus menarik biar murid jadi suka.
DeleteSelain matematika, sejarah menjadi pelajaran yamg cukup membosankan karena materinya buanyak trus biasa guru sejarah monoton menerangkan pelajaran yang satu ini jadinya yah banyak murid yang tidak suka dengan pelajaran sejarah (termasuk saya ups). Tapi kalau diajar dengan metode yang semenarik mungkin pasti banyak yang suka ya Bund.
ReplyDeleteSeperti bagaimana Irma Devita mengemas sejarah perjuangan kakeknya lewat Sang Patriot dalam bentuk novel dan komik.
Itu salah satu yang didiskusikan hari itu, bagaimana sejarah Indonesia khususnya bisa diminati anak-anak.
DeleteNah, memang penting banget ya Bund jika sejarah dikemas semenarik mungkin. Pastinya bakal banyak anak2 yang suka dan tertarik mempelajarinya
Deletesaya termasuk baru tau ini Soeradji bund, tapi memang sih dalah pelajaran sejarah saya kurang suka, seperti membosankan, dulu sempat suka karena ada guruku yang suka sekali caranya mengajar sejarah tidak membosankan tapi setelah itu dak mi lagi hiksss... padahal kalau kita mau lebih mencintai negara kita mustinya lewat sejarahnya bund di'...
ReplyDeletePastinya, kmelalui sejarah kecintaan kita kepada pahlawan dan negara bisa bertambah
DeleteAthifah kayaknya anti mainstream dih Kak karena usia 12 tahun dia bisa dengan cepat selesaikan 3 komik.
ReplyDeleteTanda-tanda anak cerdas tawwa itu Athifah
Deleteiya ya
ReplyDeletesaya sendiri suka baca sejarah baru pi sekarang2 ini
karena bermunculanmi infographic dan visual informasi yang bisa lebih mudah saya pahami
Sejarah memang perlu kita cari tahu dih. Buat saya itu, salah satunya bikin Saya makin bangga jadi org Indonesia. 😍
ReplyDeletesama bunda, saya juga paling anti pelajaran matematika, susah sekali hitung-hitungny. saya lebih juga pelajaran yang membuat kita banyak membaca, termasuk sejarah
ReplyDeletesaya juga termasuk salah satu yang tidak nyaman dengan pelajaran matematika bun, lebih suka pelajaran yang mengharuskan saya membaca. termasuk sejarah hehe
ReplyDeleteAnak-anak melenials banyak juga koq yang suka membaca dan sejarah. Salah satunya adalah The Brondongs Bluesku. Mereka selalu minta tambah uang jajan karena suka beli buku. Bundaaa, mauku jadi muridta deh. Kita mi itu adalah salah satu dari yang nda banyak, guru yang memahami, pengertian disertai jiwa keibuan.
ReplyDeleteIye tawwa The Brondongs Blues ta itu turunan siapa dulu.
DeleteEh tersanjungku de hehehe...
saya pun kurang tertarik dengan pelajaran sejarah, bahkan sejak dulu nilai sejarah saya jelek bunda. Hiks...makasih sharingnya Bunda, pengen deh belajar sejarah lagi. Semoga enggalk terlambat ya
ReplyDelete