Saat
saya berniat menulis tentang si-sulung ini, saya minta izin sama dia.
Bagaimanapun sekarang Beliau itu sudah
dewasa, saya khawatir ia malu kalau “aibnya” dipublish.
Alhamdulillah,
Beliau mengizinkan katanya, “dengan senang hati.”
Kenapa
minta izin? Kan tidak lucu kalau saya
digugat oleh anak sendiri lalu kena jerat undang-undang IT dengan tuduhan
perbuatan tidak menyenangkan, berhubung
karena kisah masa kecilnya dipublish.
Lahir pada bulan Juni 1991 dengan wajah yang persis sama dengan wajah bapaknya. Saya beri
nama Muhammad Fadlan Afandi, lebih akrab dipanggil Fandi.
Begitu
miripnya, sampai-sampai teman SD bapaknya bisa langsung menebak kalau ia itu
adalah anak temannya, padahal kami belum saling mengenal satu sama lain.
Peristiwa itu terjadi di ruang tunggu, ruang praktik Dr. Farid.
Peristiwa itu terjadi di ruang tunggu, ruang praktik Dr. Farid.
Waktu itu, saya bawa Fandi berobat ke dokter anak, kami hanya
berdua karena bapaknya juga kurang sehat. usianya sekitar tiga tahun. Walaupun
dia sakit, tapi masih lincah berlarian ke sana kemari.
Seorang
laki-laki yang seumuran dengan bapaknya, tidak berhenti memperhatikan Fandi. Mungkin
karena sangat penasaran, beliau langsung mendatangai saya dan bertanya.
“Tabe Bu, itu anak-ta?”
“Iye,
kenapa Pak?” Saya balik bertanya.
“Ibu
istrinya Nasir, anaknya itu Nasir di?”
Tanyanya beruntun.
“Iye,
kenapa bapak tahu, pernah-ki ketemu?”
“Lama
sekali-mi saya tidak ketemu sama bapak.
Tapi dari tadi saya perhatikan anak-ta,
itu mukanya persis teman SD ku dulu, namanya Nasir. Makanya saya langsung
tebak, pasti ini anaknya teman SD ku.” Jawabnya dengan mata berbinar,
menyiratkan kalau tebakannya berhasil.
“ooo…
begitu di?”
“Benarkah
to Bu, kita istrinya temanku. Titip
salam ya sama dia.” Jawabnya senang.
Maka
berbincanglah kami, sekaligus ia memperkenalkan istrinya. Mereka juga membawa anak
sulungnya berobat.
Pulangnya
saya ceritakan kejadian itu dan bapaknya jawab begini.
“Betul
toh, Fandi itu anakku.” Sambil mengedipkan mata.
Hahaha…
siapa juga yang meragukannya.
Satu
hal yang saya sesali sehubungan dengan masa kecilnya, ia tidak menikmati asi
eksklusif. Waktu itu pengetahuan saya tentang ASI belum ada. Bahkan kalau ke Posyandu, ibu-ibu dan petugas Posyandu lebih ribut membicarakan jenis-jenis susu
formula.
Tapi bukan karena itu juga alasannya, melainkan karena saya hamil anak
kedua sebelum saya mengalami haid pertama pascamelahirkan.
Betapa
sedihnya, saat pertama kali mau menghentikan dia menyusu. Usianya hanya terpaut
18 bulan dengan anak kedua. Maka praktis Fandi berhenti ASI saat usianya belum
menginjak dua tahun.
Kalau Tidak Bodoh Sekali, Dia Akan Pintar Sekali
Kalau
anaknya tidak bodoh sekali maka ia akan pintar sekali.
Kalimat itu diucapkan
oleh dokter ahli syaraf yang merawat Fandi. Duhai betapa nelangsanya.
Ceritanya,
waktu itu Fandi terjatuh dari tangga,
jarak jatuhnya sekitar 2 meter dan pingsan selama kurang lebih 10 menit. Sesaat
setelah sadar Fandi muntah dua kali. Maka spontan kami melarikannya ke dokter
terdekat.
Karena
dokter anak lagi tak ada di tempat, maka saya daftarkan Fandi ke dokter ahli
syaraf. Yah karena ini berhubungan dengan kepalanya yang terbentur saat jatuh,
mungkin dokter ahli syaraf bisa membantu menanganinya. Itu yang kami pikirkan
waktu itu.
Setelah
diperiksa, dokter menyimpulkan kalau Fandi kena gegar otak. Ia harus
diterapi sampai sembuh.
Maka
jadilah Fandi sebagai langganan pasien dokter ahli syaraf.
Diakhir proses terapinya, dokter mengatakan bahwa, saya harus ekstra mendampingi Fandi
serta memantau perkembangan otaknya, karena bisa jadi ia akan mengalami
kemunduran perkembangan otak atau malah mengalami kemajuan yang pesat.
“Maksud
dokter bagaimana?” Untuk mempertegas pernyataannya.
“Anak
ibu, bisa saja tidak pandai atau malah sangat pandai. Kalau tidak terlalu bodoh
yah sangat pandai.” Jelasnya lugas.
“Ya
Allah! Jadi apa yang harus saya lakukan agar anak saya tidak idiot?”
“Bukan
idiot Bu, tapi tidak pintar.” Ah sama saja pikirku.
“Berdoalah
Bu, kan ibu sudah ikhtiar dengan melakukan terapi, kalau Allah
berkehendak, apapun bisa terjadi.”
Maka
jadilah hari-hari saya diliputi rasa cemas dan malam-malam penuh doa khusus
buatnya.
Sirnalah Sudah Kecemasan
Tanda-tanda
kalau otak Fandi tidak rusak sebenarnya sudah mulai terlihat, sejak beberapa
bulan setelah paristiwa jatuhnya dari
tangga itu.
Usianya baru 2,5 tahun, dan
ia sudah pandai membedakan warna dan mengelompokkannya.
Walaupun agak lambat berbicara dan lambat pula
berjalan.
Dia lancar
berjalan saat teman-teman seusianya sudah bisa berlari, dia baru terbata-bata berbicara saat anak-anak
seusianya sudah bisa bernyanyi.
Namun
perkembangan otaknya luar biasa.
Enam bulan setelah jadi langganan dokter syaraf dan diterapi, ia menunjukan perkembangan yang signifikan.
Fandi bisa mengarahkan matanya pada lensa okuler lalu mengatur lensa objektif pada mikroskop untuk mendapatkan gambar obyek yang terang.
Ia bisa melakukannya selama berjam-jam, dan tidak mau berhenti sebelum obyek yang dilihatnya terlihat jelas. Walaupun ia tidak tahu gambar apa yang ia amati.
Fandi bisa mengarahkan matanya pada lensa okuler lalu mengatur lensa objektif pada mikroskop untuk mendapatkan gambar obyek yang terang.
Ia bisa melakukannya selama berjam-jam, dan tidak mau berhenti sebelum obyek yang dilihatnya terlihat jelas. Walaupun ia tidak tahu gambar apa yang ia amati.
Selain
itu, ia sangat suka memainkan garpu tala. Ia pukulkan ujung garpu tala lalu
mendekatkannya ke selembar kertas. Saat kertas itu ikut bergetar ia tertawa
kesenangan, bola matanya berputar-putar bahagia.
Seakan memberitahu kalau kertas itu ikut bergetar akibat getaran pada garpu tala.
Seakan memberitahu kalau kertas itu ikut bergetar akibat getaran pada garpu tala.
Yah, ia
sangat akrab dengan alat-alat laboratorium IPA.
Pastilah akrab, tempat bermainnya di laboratoirum IPA, hehehe…
Pastilah akrab, tempat bermainnya di laboratoirum IPA, hehehe…
Saat
itu, saya masih bertugas di SMP Balocci,
kebetulan saya jadi kepala lab IPA, maka setiap mengajar di lab, Fandi selalu saya bawa dan ia senang sekali
bermain dengan alat-alat laboratorium.
Kecemasan atas perkembangan kecerdasan Fandi baru betul-betul sirna setelah ia masuk SD.
Akibat pernyataan dokter yang terus
membayangi pikiran, maka jadilah saya mama-mama yang selalu merepotkan gurunya.
Hampir setiap hari saya bertanya kepada guru kelasnya.
Apalagi kalau melihat
kebiasaannya di rumah yang tidak mau membaca, ia lebih senang pelajaran
berhitung. Setiap kali diberikan buku bacaan, ia tepis dan ia ganti dengan
pelajaran berhitung.
Pernah
satu waktu saya ke sekolahnya, oleh gurunya ia diberi PR berhitung tersendiri.
Saya protes, kenapa anak saya diperlakukan tidak sama dengan temannya. Temannya
diberi PR berhitung tiga nomor eh anak saya diberi PR enam nomor dan berbeda
pula dari yang lainnya.
Ternyata
menurut gurunya, kalau diberi PR yang sama pasti temannya meniru sama dia,
tidak jadi PR tapi dikerjakan saat itu juga.
Masih
menurut gurunya, kalau dia menuliskan PR
di papan tulis, Fandi menulis di buku PR
langsung dengan jawabannya, nah temannya tahu dan meniru. Maka tidak jadi PR
deh. Olehnya itu, ia diberi soal tersendiri dan lebih banyak.
Alhamdulillah,
saya lega.
Ternyata Fandi tidak masuk
kategori tidak pandai sekalipun dalam hal membaca masih kurang, setidaknya
otaknya masih bekerja dengan baik.
Anak Manja yang Dimanjakan
Saya
melihat Fandi suka sekali mengaji, atas dasar itulah saya masukkan ia ke pesantren
selepas tamat SD. Ia ikhlas saja dimasukkan ke sana, tetapi bapaknya kurang
ikhlas.
Bagaimana
tidak saya katakan demikian, tiap hari ia berkunjung ke pesantren. Kalau
tahu ada anak lain yang mengganggu maka Beliau pasang badan.
Saya menyesal juga
kenapa ya saya tidak masukkan ke pesantren yang jauh, biar bapaknya tidak
terlalu sering berkunjung ke pesantren.
Lah,
ini pesantrennya selalu dilewati tiap pulang mengajar, maka
jadilah ia rajin berkunjung.
Selama
di pesantren, beberapa kali Fandi
mewakili pesantrennya mengikuti lomba matematika. Walau tidak pernah menang
tetapi masuk 10 besar dan mewakili pesantrennya sudah membuat saya bangga. Setidaknya
ia lebih pandai matematika dari santri lainnya.
Sayangnya,
cita-cita saya agar Fandi jadi penghafal
Al Qur’an tidak tercapai. Walaupun
begitu, saya tetap bangga kepadanya. Karena ia tumbuh menjadi pemuda yang baik,
rajin sholat, terutama pergaulannya terkontrol.
Ia
selalu menjadi contoh yang baik untuk adik-adiknya.
Cat Hitam Tanda Stres
Suatu
waktu, Fandi minta uang untuk beli cat. Ia ingin mengecat kamarnya. Sebagai
mama yang baik, saya senang. Fandi sudah mulai mandiri. Maka saya berikan uang
itu, dan percaya ia pasti bisa melakukannya.
Alhasil
ia beli cat, lalu bersama temannya ia cat kamarnya dan dengan bangga ia
pamerkan kepada saya.
“Ma,
sudah-mi kucat kamarku, masuk maki,
nyaman sekali suasananya.”
Daaan ... saya tertegun.
Kamarnya
dicat warna hitam!
Dinding
dan plafonnya semua hitam. Astagfirullah!
Apa bagusnya coba?
Kamar
yang hanya seluas 3 kali 3 meter itu semuanya gelap.
Begitu bapaknya datang, Beliau
geleng-geleng kepala sambil berkata.
“Gigimu mami yang kelihatan Nak, itu juga
kalau kau ketawa.” Hahaha….
Peristiwa
itu terjadi selepas tamat SMA. Kata adiknya.
“Fandi stres mama, tidak lulus di
UNHAS.”
Yah
sudahlah, saya hanya minta dia untuk mengubah warna plafonnya jangan hitam
semua, dan dindingnya diberi sedikit sentuhan putih agar tidak terlalu kelabu.
Apakah
itu pertanda stres? Saya tidak tahu. Yang pasti ia kecewa karena tidak lulus di
beberapa perguruan tinggi negeri.
Oleh
bapaknya, ia didaftarkan di STIMIK Handayani.
“Yang
penting ia kuliah, tidak perduli di perguruan tinggi mana. Kalau tinggal di
rumah, ia bisa tambah stres.” Bagitu pikir bapaknya.
Satu
hal yang saya kagumi dari Fandi, ia tidak gampang putus asa. Selama setahun ia menjalani
kuliah di STIMIK sambil ikut bimbingan belajar. Targetnya adalah tahun
berikutnya ia harus lulus di teknik UNHAS.
Alhamdulillah,
Allah mengabulkan harapannya. Ia lulus dan menyelesaikan S1 nya di teknik UNHAS
dengan nilai yang memuaskan.
Gagal Lanjut S2
Kenapa
Fandi gagal lanjut S2, padahal saya sudah setuju dan bersedia membiayai
kuliahnya?
Postingan berikutnya saja yah saya ceritakan.
Bersambung
…
ah, Bunda bikin penasaran. lagi asik-asik baca kisah si Fandi eh malah selesai dan berlanjut. oh iya, gimana perasaannya itu tinggal di kamar warna hitam? :D
ReplyDeleteTerlalu panjangmi, nanti bosanki bacai gang.
DeletePastinya panas hahaha...
ReplyDeleteTerlalu panjang ceritanya bela
Hidup anak sulung... Sebagai anak sulung memang agak-agak gimana gitu. Kadang dilema untuk menjadi diri sendiri dengan panutan buat asik. Beruntung kalau perannya sama, keren, kak.
ReplyDeleteAnak sulung selalu dituntut jadi teladan buat adik-adiknya.
DeleteBunda, maaf ya, saya ngakak mbayangin itu kamar dicat warna hitam. Hahaha..ini yang kemarin nikah bukan bun?
ReplyDeleteIya, Alhamdulillah
DeleteJadi sekarang kamarnya Fandi warna apa kak? Hehehehe.
ReplyDeleteSemangat fandi untuk tetap belajar. Langsung ingat skripsi sendiri ini.
Masa lalu itu Icha, sekarang Fandi sudah tinggal di luar Makasar. Ayo selesaikan cepat skripsinya.
DeleteYaaa... Gantung lagi deh ceritanya Bunda :(
ReplyDeletePadahal saya udah penasaran pengen tau cerita tentang Fandi.
Alhamdulillah yaa Bun, ternyata tidak seperti yang dibayangkan bakal jadi anak yang tidak pintar. Ternyata Fandi malah tumbuh dan berkembang jadi anak yang cerdas.
Nanti dilanjut ya, mata sudah tak mau diajak kompromi hehehe.
DeleteAlhamdulillah, Fandi sudah dewasa sekarang.
Deh padahal tulisannya ini panjang tapi tidak terasa, malah pas bersambung, kok jadi kesel hahaha.
ReplyDeleteSaya harus bisa menulis tentang anak saya kayak seperti ini, setidaknya ada kenangan. Hehe
Tuliski selagi masih kecil. Kalau sudah besarmi, banyakmi kenangan yang terlewatkan.
DeleteAnak sulung selalu jadi kebanggaan Ibu. Ya iyalah first born. Semoga si Sulung tetap shaleh, sukses,dan berbakti ke orangtua ya Bun...
ReplyDeleteAamiin, terima kasih ya sayang
DeleteMasya Allah, Fandiii ... Kita tak harus bisa segala hal, cukup fokus dan ahli dalam 1 hal itu sudah cukup, ya Bunda... Semoga saleh dan mendapatkan istri salehah...
ReplyDeleteAamiin. Insya Allah istrinya sholehah.
DeleteMasyaAllah ... Selalu ada cerita bersambung kalau membicarakan buah hati kita ya, Bund. Ditunggu lanjutannya, yaaa
ReplyDeleteTerlalu banyak kisah yang bisa dituliskan kalau urusan anak, hehehe...
DeleteWaktu seumuran Fandi saya senang sekali bermain di Laboratorium IPA dan menyenangi matematika. Tapi seiring waktu bergeser pula apa yang disenangi. Perjalanan hidup setiap orang berbeda dan selalu melegakan jika selama ini dapat dijalani dengan baik.
ReplyDeleteAlhamdulillah, yang penting tetap berjalan pada jalan yang lurus di.
DeleteWah lebih senior sedikit anakta bunda daripada saya heheh titip salam deh (hahah apa sih)
ReplyDeleteditunggu kelanjutan ceritanya, penasaran kenapa nda sambung s2..
Waalaikumsalam. Nanti saya sampaikan.
DeleteDuhhh penasaaraaan kelanjutannya hdhe. eh saya beda setahun dengan Fandi loh kak. Hihi.. Saya juga senang dengan Laboratorium IPA, dulu ummiku sampe belikan mikroskop ala ala gara gara mau kubawa pulang mikroskop di sekolah hahaha
ReplyDeleteKakaknya atau adiknya Fandi? Eh Nunu kan seumuran dengan anaknya sahabatku, ah nantipi kuceritakanki.
DeleteKak Fandi mengecat hitam kamarnya masih bagus sih, Bunda.. Setidaknya tidak lari ke hal hal yang negatif ketika stress. ((ternyata anak pertama ta lebih tua dari saya, bun)) wkwkwk
ReplyDeleteIya alhamdulillah. Wah Faryl keren, sudah bergaul sama mama-mama, aups hihihi...
Deletewaaah aku penasaran dengan cerita selanjutnyaaa. Sama sih saya juga gagal S2 wkwwk, mau keluar negeri enggak lolos beasiswa. Coba ke UI, enggak keterima wkwk. yaudah sekarang menikmati jadi ibu rumah tangga aja, hehe. biar suami yang S2 hihihi ~
ReplyDeleteJadi ibu rumah tangga jauh lebih mulia loh
DeleteBunda..anak laki-laki memang susah diduga ya
ReplyDeleteCat hitam buat warna kamar...duh
Tapi Alhamdulillah, akhirnya bisa kuliah dan lukus di universitas yang diimpikan.
Ditunggu lanjutan ceritanya..
Iyah tuh. Insya Allah drafnya sudah jadi
DeleteAwalnya sya kira anaknya msih kecil kak, trnyata diceritakan sampe besar. Spertinya Fandi seumuran sama sya deh. Sya lahir 1997 angkatan 2014 dkampus. Kuliah teknik juga. Klo si Fandi, ohiya. Baru cek ternyata 1991. Lebih tua dari saya. Hahaha.
ReplyDeleteNgakak ketawa pas bagian cat dinding wrna hitam itu, trs smpe bilang "tinggal gigimu mami yg kliatan itu nak" hahaha. Spertinya dia terobsesi dengan dunia rock n roll kak. Mkanya di cat hitam smua.
Bdw, Kren ya punya ibu seorang blogger. Klo mau baca cerita masa kecil tinggal buka blog ibu hahaha.
Ahaaa Rey itu seumuran dengan anak keempatku
DeletePenasaran nih sama cerita selanjutnya. Ditunggu yaa bunda..
ReplyDeleteBTW, tahun kelahiran saya dengan anak sulung bunda sama lho..1991, bedanya saya kelahiran Februari :)
Sip, tunggu yaaa
DeleteDitunggu kelanjutan storynya Bunda, seru kiiii hahahha Fandi ini yang menikah kemarin ya Bun? Alhamdulillah
ReplyDeleteIye, sudah jadi suamimi
DeleteKok pake bersambung sih bun....bikin penisirin bingits.
ReplyDeleteLanjutannya kapan nih...
Yah, bunda. saya udah asik baca ceritanya. eh, bersambung. ditunggu cerita selanjutnya ya, bund.
ReplyDeleteWaduh, kamar di cat hitam semua, kok bisa kepikiran gitu ya bun? Rapi salu deh buat putranya,sukses terus ya
ReplyDeleteIbu deket banget ya sama putranya?�� semoga putranya makin soleh & membanggakan ya bu
ReplyDeleteMasyaallah... Saya baca perkata, penasaran dengan ceritanya. Saya gak punya anak laki. Hehe... Nungguin kisah selanjutnya ya Bun...
ReplyDeleteJaket Merah jaket almamaterku mbaa. BTW Kasihan kok si sulung bs jatuh di ketinggian? Beruntung gk parah y gegar otaknya..
ReplyDeleteAlhamduliilah.. Penasaran sm ceritanya bersambung, ditunggu yaa MBA...
Sulung yang keren dunia akhirat. In sya Allah
ReplyDeleteAamiin ya Rabb!
DeleteMasya Alloh, nggak kebayang kalau jadi Bunda.Mendengar penjelasan dokter yang seperti itu pasti sudah dag dig dug saka. Hehe. Alhamdulillah Allah beri yang terbaik ya , Bund. Btw, anakki juga plek sama bapaknya. Suatu ketika ada saudara jauh ketemu Najwa,langsung aja nyeletuk, "Anaknya Didit, ya? Nah, yang ini pasti istrinya," Saya kaget kok beliaunya tahu, ternyata karena wajah Najwa plek bapaknya.Hahaha
ReplyDeleteMbak.. sekarang kak Fandi usianya brp ya? Alhandulillah ya mba. Meski dulu pernah jatuh tp kak Fandi tumbuh menjadi anak yang pandai
ReplyDeleteAlhamdulillah .. Fandi menjadi anak yg membanggakan keluarga ya..
ReplyDeleteAlhamdulillah Fandi tumbuh sehat dan cerdas ya, Mba. Etapi maaf, saya agak sedikit ketawa pas baca bagian bapaknya yang hampir tiap hari mengunjungi Fandi ke pesantren. Biasanya kan ibu ibu yang kayak gitu ya, haha
ReplyDeleteSalut sama Fandi, ndak gampang menyerah. Alhamdulillah.
ReplyDeleteBtw, bagaimanami itu kamar yg dicat serba hitam dii? Dehh gelapnya pasti itu, untung mauji dia rubah kembali cat plafonnya dii.
Menunggu lanjutan kisahnya, Mak :)
Wah, Mas Fandi ini seumuranku. Cerita hidupnua seru abis ya. Kutunggu cerita lanjutnya, Bun.
ReplyDeleteWuehehehe Fandi seumuran adik saya, Mbak. And langsung aku teringat juga sama adek yg nggak lulus PTN dan sempet down juga tapi ngga sampe ngecat kamar jadi hitam, hihihi maaf ya Mbak kok aku mlaah jadi ngakak
ReplyDeleteSemua anak memang memiliki karakter dan takdir hidup yang berbeda-beda ya mba, tapi sebagai ortu kita berkewajiban mengarahkan dan berdoa yang baik-baik. Duh, jadi deg-deg dengan anak sulungku cewek yang cuek habis, moga bisa membuatku tersenyum bahagia, aamiin
ReplyDeleteWah asyik nih ceritanya jadi pengen baca sambungannya hahaha...lucu pas bagian ayahnya bilang yg keliatan giginya aja...hahaha... alhamdulillah setresnya enggak keterusan ya..hehe..
ReplyDeleteYah bersambung. Tapi fandi kan masih muda ya mba, bisa lanjut kuliah S2 nya kapan saja *sotoy, padahal belum baca kelanjutannya hehehe
ReplyDeletePenasaran dengan kelanjutan ceritanya. Fandi ini hampir seumuran dengan adik saya. Kalau adik saya kelahiran 93 :)
ReplyDeleteAnak sulung selalu menjadi kebanggaan bunda. Ihh selisih 4 tahun dengan anak sulungku. Sekarang sedang proses skripsi yang adaa aja hambatannya. Sampai minta cuti karena mau kerja dulu
ReplyDeleteSemoga selalu sehat ya bunda buat abang Fadlan ya,,,sukses dan tercapai semua keinginnanya
ReplyDeleteMaa syaa Allah semoga ananda sehat selalu, dimudahkan langkah dan upaya baiknya dalam meujudkan seluruh impiannya, sukses dan jadi manusia yang bermanfaat bagi banyak orang. Aamiin
ReplyDeleteInspiring bgt mb ceritany
ReplyDeleteSaya enggak bisa membayangkan gimana waktu itu pas kejadian
Anakny hebat bundany juga hebat
Smoga makin sholeh dan cerdas y mba
Wah ternyata anaknya udah ada yg segede itu ya mbak :D
ReplyDeleteBtw kamar hitam asal tau cara pengecatan juga desain interiornya bisa jd bagus lho. Skrng kan lg zaman tu anak laki2 kamarnya hitam digambarin planet2 hehe.
Moga2 anaknya sukses ya mbak, gk ngrasa stres2 lg hehe
Aku lagi membayangkan semua cat diganti warna hitam:)
ReplyDeleteFandy hebat kaya gini karena punya orangtua yang hebat mbak. Menunggu kelanjutan ceritanya tentang Fandy, Allhamdulillah andy mengizinkan ya untuk ditulis
Wah Kak Fandi ini luar biasa ya, soal hitungan matematika bisa jauh di atas teman2nya.
ReplyDeleteAnak lelakiku dulu juga pernah jatuh gitu kebentur kepala mba pas bayi malahan. Udah takut banget waktu itu. Alhamdulillah kesini-sininya tidak apa-apa ternyata.
Menunggu cerita selanjutnya. Punya 2 anak laki2 jadi selalu menarik dengar cerita ortu lain yg pny anak laki2 juga
ReplyDeletembaaa sulungmu udah besaaar ya..dan Aku suka baca perjuangannya yang tak kenal lelah! Selalu semangaaaat yaaa
ReplyDeleteBun ditunggu kelanjutannya aku suka sama ceritanya
ReplyDeleteYa Allah semoga dimudahkan segalanya buat si sulung ya BUnd, semoga sulung mau S2 menuunggu cerita lengkapnya. Bagaimanapun juga orangtua selalu ingin yang terbaik untuk ank, tapi kadang anak maunya beda
ReplyDelete