Dari semua jenis bacaan yang pernah saya baca, bacaan jenis fiksilah yang paling sering saya baca. Rasanya
asyik saja manakala menelusuri kata demi kata lalu dirangkai menjadi kalimat yang
mendramatisasi hubungan antar manusia
atau antar makhluk.
Seakan berada dalam alur yang diciptakan oleh penulisnya. Ikut serta
atau hanya sekedar jadi penonton atas kejadian atau konflik yang dialami oleh
tokoh-tokoh hasil rekayasa penulis.
Masih teringat jelas novel pertama yang
saya baca, yaitu Siti Nurbaya; Kasih Tak Sampai karangan Marah Rusli. (Ketahuan
umurnya, hehehe…).
Saya masih mendapati novel itu ditulis dan
dicetak dalam bahasa Melayu dengan menggunakan ejaan lama, dimana kata “U” ditulis “OE”, atau kata “J”
dituliskan dengan “DJ.”
Tokoh yang berperan dalam novel inipun
masih sangat jelas. Ada Syamsulbahri sebagai tokoh protagonis, juga Sitti
Nurbaya. Lalu ada tokoh antagonisnya, yaitu Datuk Maringgi. Sedangkan tokoh pendukungnya
adalah Sultan Mahmud Syah ayah Syamsulbahri, Baginda Sulaeman, Siti Maryam, teman-teman
Syamsulbahri yakni Zainularifin dan Bakhtiar.
Setting cerita novel ini terdiri atas dua bagian, yaitu di kota Padang
dan di Jakarta dengan latar waktu sekitar tahun 1920-an.
Novel Siti
Nurbaya; Kasih Tak Sampai ini diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun
1922.
Novel kedua yang masih lekat dalam ingatan
saya adalah “Salah Asuhan” karangan
Abdoel Moeis. Diterbitkan oleh Balai Pustaka dan dirilis pada tahun 1928.
Sumber gambar: Yahoo,com |
Novel Salah
Asuhan ini menceritakan tentang cinta terlarang antara Hanafi dan Qory dikarenakan
perbedaan kebangsaan. Sedangkan setting ceritanya mengambil latar kota Solok
Sumatra dan Semarang.
Adalah Hanafi seorang pemuda terpelajar berdarah
Minangkabau yang dipaksa menikah dengan Rafiah oleh mamaknya karena balas jasa.
Pertemuan Hanafi dengan cinta lamanya Qory menjadikan Hanafi berhati dua.
Hanafi menceraikan dan meninggalkan
Rafiah demi menikahi Qory yang berdarah indo-Prancis.
Rupanya perbedaan latar belakang keduanya menimbulkan
konflik yang tak berkesudahan. Puncaknya Qory meminta cerai lalu pergi ke
Semarang. Hingga akhirnya meninggal dunia akibat penyakit kolera yang
dideritanya. Karena didera rasa penyesalan yang teramat dalam, Hanafi akhirnya
jatuh sakit. Ia memilih kembali ke Solok dan minta maaf kepada mantan isterinya
Rafiah, juga kepada ibunya.
Novel ketiga yang masih lekat dalam ingatan
adalah Tenggelamnya Kapal Van der Wijck yang dirilis pada tahun 1938.
Setting cerita karangan Hamka ini adalah Cilacap, Makassar, Minangkabau, serta
Jakarta yang dahulu masih bernama Batavia.
Dikisahkan tentang Pendekar Sutan yang
diasingkan ke Cilacap selama 12 tahun, lalu menetap di Makassar. Hasil pernikahan
Pendekar Sutan dengan gadis Makassar, Daeng Habibah membuahkan anak yang diberi
nama Zainuddin.
Setelah Zainuddin menjadi yatim piatu, ia
berangkat ke Minangkabau. Sayangnya kehadiran Zainuddin di Minangkabau tidak
diterima dengan baik, karena masyarakat Minangkabau menarik struktur
kekerabatan dari ibu. Ia dianggap bukan darah Minangkabau karena ibunya
berdarah Bugis.
Rasa kesedihan akibat terkucilkan itulah
yang kerap ia curahkan kepada Hayati hingga menimbulkan benih-benih cinta di
antara mereka. Singkat cerita, hayati dijodohkan dengan Azis kakak kandung
sahabatnya, Khadijah dan Zainuddin diusir dari tanah Minangkabau.
Mengetahui kekasihnya Hayati telah menikah
membuat Zainuddin putus asa, ia lalu pergi ke Batavia lalu ke Surabaya. Di
Surabaya inilah Zainuddin meraih kesuksesan sebagai penulis. Di saat yang
bersamaan keluarga Azis dan Hayati pindah pula ke Surabaya.
Azis yang memiliki kebiasaan buruk
menjadikan keluarganya dalam kesusahan. Lalu Zainuddin datang sebagai penolong.
Sayangnya konflik rumah tangga Hayati dan Azis berujung pada keputusasaan yang
membuat Azis bunuh diri.
Walaupun Zainuddin menolong keluarga Hayati
hingga Aziz berterima kasih dan menitipkan istrinya Hayati kepadanya, tetapi
Zainuddin tidak bisa memaafkan Hayati. Zainuddin masih menyimpan dendam atas
penghianatan Hayati yang meninggalkannya dan menikah dengan Azis.
Hayati akhirnya disuruh pulang ke Batipuh
dengan menumpangi kapal Van der Wijck. Dalam perjalanan, kapal itu tenggelam yang
membuat Hayati meninggal dunia. Sepeninggal
Hayati, hati Zainuddin dirundung kesedihan hingga ia sakit dan berujung pada
kematian. Ia dikuburkan di samping kuburan kekasihnya Hayati.
Ketiga novel itu memang sangat populer pada
era tahun 1970-an. Bahkan oleh guru bahasa Indonesa saya, waktu itu dijadikan
bahan bacaan untuk kemudian ditelaah. Jadi jangan heran kalau ketiga novel itu
masih saya ingat hingga kini.
Teman-teman yang pencinta bacaan fiksi,
novel atau buku fiksi apakah yang masih membekas dalam ingatan?
Jawab di kolom komentar yah.
Novel-novel di atas pernah aku baca semua Mbak, ya karena tugas sekolah juga sih. Tapi yang aku suka itu karyanya Hamka yang Tenggelamnya Kapal Van der Wijck. Waktu itu belum kenal sama Dee Lestari dkk sih. Hehehe.
ReplyDeleteBuku yang paling berkesan buat saya salah satunya Harry Potter. Gak pernah bosa baca buku ini. Saya suka banget :)
ReplyDeleteRasanya saya juga sudah baca ketiganya, Kak. Atau mungkin dua, yang Salah Asuhan saya belum baca. Para sastrawan kita ini punya kelebihan ya, Kak, dalam mengekspresikan dan mengimajinasikan karyanya.
ReplyDeleteBtw, baru kita' baca lagikah? Detailnya kita' tuangkan di sini.
DeleteSaya suka Tentang Kamu nya Tere Liye. Meski bukan novel lama tapi novel ini membuatku "sudi" untuk kembali membaca novel.
ReplyDeleteKalau novel lokal saya dulu jarang baca, bacanya novel luar jaman anak-anak hehe karya enid blyton seperti lima sekawan dulu jadi favorit
ReplyDeleteSaya sudah baca ketiga novel itu waktu SD, dan baca lagi waktu kuliah, sekarang jadi pengen baca lagi, legend banget deh novelnya
ReplyDeleteAku belum pernah baca buku-buku diatas nih. Kalau novel yang membekas banget itu Miss Jutek , novel ini aku baca waktu kelas 1 SMP tapi masih aku ingat banget.
ReplyDeleteSamalah saya Bun. Dulu disuruh guru baca karya² Pujangga Baru. Hebat iiih...masih ingat jalan ceritanya...
ReplyDeleteBunda saya suka suka baca novel. Sitti Nurbaya ini juga saya baca dulu. Lalu lanjut nonton sinetronnya di TVRI hihihi
ReplyDeleteUntuk novel Salah Asuhan dan Tengggelamnya Kapal Van der Wick juga baca.
Jadi tugas pelajaran waktu SMP dan SMA.
Wah kok jadi pengin baca ulang ya saya. Apa masih dijual ya novelnya..duh
Lha, kok aku juga suka ketiganya, Mbak. Sampai jaman dulu tuh aku nggak bisa kelewat nonton sinetron Salah Asuhan sama Kasih ak Sampai ini. Favoritku pokoknya, padahal masih jaman SD.
ReplyDeleteWah mba. Saya malah belum pernah baca novel-novel di atas hiks. Jadi penasaran. Apalagi sampai ada yang difilmkan ya dan terkenal. Sata kebanyakan baca novel asma nadia ama tere liye
ReplyDeleteAku belum mbaca yang Tenggelamnya Kapal Van Der Wuick tapi udah nonton filmnya. Bagus sekali filmnya mba. Tapi endingnya dibuat berbeda dengan bukunya. Bagus mba yuk nonton
ReplyDeleteWah Bunda bacaannya berisi semua ih. Aku mah penggemar fiksi menye-menye doang hehehe..
ReplyDeleteDua novel yang disebutkan di awal artikel ini juga kubaca lho mba, pas jaman masih SMP dulu. Untuk pelajaran Bahasa Indonesia diwajibkan membaca buku ini dan membedahnya bersama-sama di kelas. Aku suka lho dengan cerita-cerita seperti ini. Kalau aku sih, ada beberapa novel yang selalu kuingat. Silkworm karya Robert Galbraith dan Harry Potter karya JK Rowling. Dan faktanya, Galbraith dan Rowling itu orangnya ya sama :)) Rowling memang luar biasa banget daya fantasinya. Out of the box.
ReplyDeleteSelain itu aku juga suka John Grisham, novelnya yang paling kusuka adalah A Time To Kill. Judulnya sih ngeri, tapi ceritanya enggak sih, justru baguuuss banget. Mengangkat ketidaksetaraan ras yang ada di Amerika.
Untuk novel Indonesia, sampai sekarang idolaku tetap S. Mara Gd. Meski sudah tidak mengeluarkan novel baru lagi, Tante Mara ini telah berhasil memikat hatiku melalui novel serialnya, dengan Kapten Polisi Kosasih dan Gozali sebagai pemeran utamanya.
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck itu aku suka banget. Udah dua kali baca. Filmnya pun udah aku tonton. Tapi sayangnya aku nggak punya Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Aku cuma pernah punya novel Di Bawah Lindungan Ka'bah.
ReplyDeleteAku suka banget bukunya Hamka, Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjck, sampe sekarang setiap adegan ya belum bisa kulupakan. Hayati oh Hayati
ReplyDeleteSama kaya Mba Myra dan Mba Uniek, Harry Potter! Sesuka itu sampai nggak pernah bosen baca ulang novelnya meski udah hafal. Tetep tegang, tetep berdebar-debar padahal ya udah tau endingnya kaya apa. Begitulah kalau udah cinta ya Mba, hahahaha.
ReplyDeleteHuaaaa, novel yg fenomenal semua. Udah pada diangkat ke layar lebar juga, tp tak satu pun saya membacanya :D
ReplyDeleteAku juga baca sastra lama dan dulu teman2ku pasti merasa aneh. Kisah mereka tuh sedih, tapi abadi sampai nanti
ReplyDeleteAyat ayat cinta mba kalo aku, sama buku nya mba Alaika Abdullah wkwkm
ReplyDeleteAku baru nonton filmnya, belum pernah baca novelnya. Pasti ada sensasi yang berbeda ya, Mbak. Kalau bacaan fiksi, aku suka banget sama yang judulnya Diorama Sepasang Albanna karya Ari Nur. Setelahnya sih buanyaaak. Entahlah, saking nggak jagonya jadi karya setiap penulis buatku selalu istimewa.
ReplyDeletekebetulan ibuku guru sastra, jadi beliau punya semua novel ini hehe. semua novel hebat ini adalah sejarah dalam dunia sastra
ReplyDeleteWahh... Novel2 keren tuh. Dulu waktu SMA pernah diresensi dan dikupas dlm kelas. Kita seumuran ya Mb Dawiah...hehe
ReplyDeleteSaya belum pernah baca novel2 di atas, tapi pernah liat sinetron/filmnya. Situ Nurbaya mah pas saya masih SD. Tak terlupakan. Nah, Kalo novel yg sangat berkesan itu AAC nya Kang Abik Karena saat itu membersamai saya saat merantau. Terasa banget ruh perjuangannya bagi saya. Setelah ya, banyaaak sih novel yg saya suka. Rata2 romance :)
ReplyDeleteNovel yang pernah aku baca sampe selesai sambil diresapi cuma Twilight, jadi itulah yang masih membekas dalam hati hehehe :D
ReplyDeleteKetiga novel di atas keren keren banget ya, Mbak. meskipun sudah lama tapi masih terkenang ceritanya. Saya nonton Siti Nurbaya itu waktu kelas 3 SD dan masih inget banget alur ceritanya dan malah jadi kepingin searching di YT, ada enggak ya.
ReplyDeleteSemua novel nya sudah pernah aku baca mbak..bahkan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck aku nonton filmnya sampai 2 kali saking bagusnya.
ReplyDeleteJustru kalo novel lama cerita nya itu seperti magic ingat trus ya mba kyk membekas gitu akupun msh ingat jln cerita novel2 diatas
ReplyDeleteNovel-novel di atas itu, karya yang sangat terkenal hingga difilmkan ya, Bunda..
ReplyDeleteTetapi satu pun, belum sempat saya baca, hiks ...
Buku Siti Nurbaya itu dulu jadi buku pertama untuk bahan tugas pas masa kuliah dulu hehehe jadi kangen baca buku itu lagi, bagus soalnya topik yang diangkat :)
ReplyDeleteNovel yg sdh difilmkan semua nih ya. Aku suka novel detektif ��
ReplyDeleteHeuu~
ReplyDeleteSedih niaan...
Itulah mengapa kita tidak boleh terlalu membenci sesuatu atau mencintai sesuatu yaa...
Karena ternyata batasnya tipis.
Aku jadi terenyuh baca Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.
Ini bacaanku waktu smp nih, yang bikin aku kesemsem sama karya2nya para sastrawan baik pujangga lama maupun baru. Memperkaya banget karya2 mereka ini. Favoritku Rubuhnya Surau Kami karya AA Navis
ReplyDeleteMbak itu novel2 yang aku baca sejak kecil, ada di perpus sekolahku. Novel2 bagus yang banyak pesan moralnya ya? Kangen sama karya2 sastra kyk gtu...
ReplyDeleteKalau ngomongin soal Novel yang berkesan ada salah satu novel yang aku suka. Dan menginspirasi diriku untuk menulis. Still karya Esti Kinasih
ReplyDeleteNovel-novel yang Bunda sebut itu sebetulnya dibaca karena ada tugas sekolah. Tapi sampai sekarang masih ingat. Jadi kangen ingin baca lagi ...^_^
ReplyDeleteiya sama. Nyaris semua novel2 lama karangan pujangga baru, pujangga lama, masih terkesan dalam ingatanku. Terutama yang karangannya sutan takdir alisyahbana dan hamka. duh... terkesan banget. Tapi novel jaman sekarang juga ada sih beberapa yang aku suka banget. Kapan2 aku tulis juga ah di blogku versi ak.
ReplyDeleteAku udah baca semua novel klasik ini mbaaa. Inget banget terbitan Balai Pustaka dan pinjamnya dari perpustakaan sekolah SMP 2 Tanjung Karang. i love them.. gaya bahasa klasik dan latar belakang budaya yang kental membuat aku tau lebih banyak tentang Indonesia!
ReplyDeleteAku suka yang tenggelamnya kapal Van der Wijck
ReplyDeleteBerasa nonton drakor aja sih
Dan jadi tahu kalau semua itu bisa saja menjadi nyata. Ga kaget ada kisah mirip dalam hidupku
Wah itu novel-novel legendaris yang saya baca di perpustakaan sekolah saat SMA. Walaupun bahasa sastranya sangat tinggi ya.
ReplyDeleteKlo saya lebih tertarik ke bacaan nonfiksi kak. Tapi bukan berarti tak suka dgn bacaan fiksi. Skali2 butuh juga baca novel
ReplyDeleteAsyik baca novel dek, seakan terbang ke awan-awan. Eh itu sayaji hahaha
Deletenovel-novel di atas pernah saya baca saat masih SMP, Mba. masih ada lagi teman-temannya; SALAH PILIH, LAYAR TERKEMBANG, AZAB & SENGSARA, SENGSARA MEMBAWA NIKMAT, ATHEIS
ReplyDelete*ketahuan umurnya nih :D
Tozz hahaha...
DeleteSaya gak pernah baca novel ketiganya di atas tapi nonton filmnya.
ReplyDeleteSayangnya film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk beda banget akhir ceritnya antara novel dan film.
Kalo buku fiksi yang paling berkesan buat saya itu "Little House on The Praire" yang ditulis dalam versi Bahasa Indonesia. Novelnya saya baca setelah nonton filmnya di tv masa kecil dulu. Jadi suka novelnya karena emang udah suka duluan sama filmnya.
Ih buku "Little House on The Praire" belum pernah saya baca, padahal sukaku nonton filmnya di tv.
DeleteJudul-judul novel yang kak Dawiah tulis akrab di telingaku, tapi belum pernah baca. Saya juga suka fiksi, terutama yang berbau misteri (bukan horor), atau fantasi. Favoritku waktu ABG dulu seri petualangan Lima Sekawan-nya Enid Blyton. Ingat sekali dulu waktu SMP, kalau pas jadwalnya pinjam buku di perpustakaan selalu baku rebutan sama teman-teman pinjam buku-bukunya Lima Sekawan ini.
ReplyDeleteBuku Lima Sekawan juga dulu sering saya baca, bahkan pernah saya miliki. Sayangnya sudah terbakar.
Delete