Sepagi
ini aku sudah merasakan debaran halus di dadaku. Ia melintas di depanku,
mengirimkan aroma wangi tubuhnya. Aku menghirup dalam-dalam, menyerapnya,
menikmati aroma itu, lalu kusemayamkan di dalam dadaku. Aku tak mau aroma itu
hilang hingga berganti aroma tubuhnya yang baru.
Akan
kusimpan aroma itu hingga sore saat aku datang konsultasi di ruangannya.
Aku
sudah menyiapkan ruang khusus di dalam dadaku, ruang untuk menyimpan segala
sesuatu tentang dia. Laki-laki kesayanganku.
Ah,
aku memang selalu cinta padanya. Dari ujung kaki hingga ujung rambutnya tak
pernah luput dari perhatianku. Aku tahu makanan kesukaannya, kebiasaannya memejamkan
mata setiap kali mendengar seruan azan sesayup apapun suara itu.
Aku
hafal lagu kesukaannya, aku mengerti arti kerutan keningnya, hafal ekspresinya
saat marah, saat senang, saat sakit, dan apapun tentangnya.
Sore
yang basah.
Sisa
air hujan tergenang manis di jalan yang
tidak rata, memercik ke kaki-kaki yang menginjaknya tanpa sengaja. Aku berjalan
di antara tanah yang tidak rata itu, mencari jalan aman agar kaus kakiku tidak
basa oleh percikan air dalam kubangan kecil itu.
Ruangan
kantor FMIPA UNM Makassar masih lengang. Mahasiswa masih banyak yang belum
pulang berlibur dari kampung. Hanya di ruangan administrasi terdengar musik
lembut pertanda kalau sudah ada aktivitas di sana. Aku melongok ke dalam
ruangan itu. Pak Nasrun kepala administrasi menoleh sambil menganggukkan
kepalanya.
“Assalamualaikum
Pak.”
“Waalaikumsalam, awwe rajin sekali kau Wali.” Sapa Pak
Nasrun ramah.
“Iyah
Pak, hari ini jadwal bimbinganku yang terakhir, kalau sudah disetujui oleh
pembimbingku maka tinggal cari jadwal ujian de.” Jawabku semangat.
“Aamiin,
eh adami dosen pembimbingta di ruangannya, ketemuka tadi.”
“Iye Pak, terima kasih.”
Debaran
di dadaku semakin berdegup kencang saat aku melangkahkan kaki menuju ke
ruangannya. Ruangan itu tertutup rapat tetapi aku yakin ia ada di dalam. Hanya
ada dua kegiatan yang dilakukannya. Kalau bukan menulis di laptopnya pasti ia
mengaji melalui telepon genggamnya.
“Weh,
sotoy kamu Wali!”
Suara
keras menghardik lamunanku. Suara yang selalu menentang perasaan cintaku
padanya.
“Mau
taruhan?” Balasku menantang.
“Malas
ah, main taruhan. Palingan juga kamu suruh aku mengintip semua kegiatannya
sebagai bahan taruhanmu.” Katanya lemas.
“Bhahaha…”
Aku terbahak puas.
“Sana
pergi! Saatnya aku menemui cintaku, kesayanganku, kekasih hatiku.” Kataku puas
“Pergi
saja. Dasar sinting.”
Astagfirullah!
Percakapan
macam apa ini? Bisa-bisanya suara hatiku bicara bersahut-sahutan seperti itu.
“Fokus
Wali … fokus woiii…” Suara itu muncul lagi di telingaku.
Baiklah.
Bismillah, aku mengetuk perlahan pintu ruangannya.
“Ya
silahkan masuk.”
Oh
Allah! Suara itu membuatku semakin gemetar.
Tanganku
dingin bagaikan terendam di dalam mangkuk
yang berisi es kristal.
Perlahan aku membuka pintu. Tak lupa kusiapkan senyum termanisku.
“Assalamualaikum
Pak.”
“Waalaikumsalam.”
Ia menjawab salamku sambil memutar kursinya.
“Ada
yang bisa Bapak bantu?”
“Iya
Pak, skripsiku sudah lengkap.” Jawabku tergagap.
“Berarti
bisa langsung ujian di..” Ia membuka
map yang kusodorkan kepadanya.
‘Siap
Pak” Jawabku mantap.
“Ucapkanlah
‘Insya Allah’ jangan main siap-siap saja.” Ia menatapku lurus sambil tersenyum
samar.
“Ha…
ha… ha…” Hii … lagi-lagi suara hatiku mengejek puas.
“Eh
.. iya eh … Insya Allah Pak.”
“Jangan
gugup begitu, belum juga ujian. Bagaimana nanti kalau ujian kamu gugup kayak
nenek-nenek ompong.” Candanya sambil melirikku.
Oh Allahku, angkat aku Tuhaaan!
Jerit
hatiku.
Aku merasa melambung melihat lirikannya. Itu pasti lirikan mesra, ia kagum melihat senyumku. Apakah ia sudah jatuh hati kepadaku? Semoga ya Tuhan.
Aku merasa melambung melihat lirikannya. Itu pasti lirikan mesra, ia kagum melihat senyumku. Apakah ia sudah jatuh hati kepadaku? Semoga ya Tuhan.
“Woiii
… sadar woiii …!” Sahabat hatiku berteriak nyaring.
“Astagfirullah”
Seruku tanpa sadar.
“Kenapa?”
Matanya menatapku heran.
“Eh
..ah … tidak apa-apa Pak. Maaf Pak, aku tidak sengaja.”
“Jangan
gugup, santai saja. Kamu sudah memenangkan perjuangan dalam menyelesaikan
skripsimu. Tinggal satu langkah lagi kamu jadi sarjana.’ Hiburnya masih saja
melirik mesra ke arahku.
Sekuat
tenaga aku menahan segala rasa yang berkecamuk.
“Sekarang
kamu hubungi Pak Nasrun, minta jadwal ujian.” Suara itu bagai perindu yang mendayu.
“Baik
Pak, terima kasih.”
Berhasil!
Yeaah…aku berhasil bicara tanpa gagap.
Ia
mengangguk sambil tersenyum. Kembali gagapku muncul.
Buru-buru
aku keluar dari ruangannya. Bisa mati berdiri aku nanti jika berlama-lama di ruangan itu.
Kulangkahkan
kakiku menuju ruang administrasi, saatnya bertemu laki-laki setengah baya yang
senyumnya selalu mengembang setiap ada mahasiswa yang datang menemuinya.
Sayangnya
senyum Pak Nasrun itu tidak menimbulkan
getaran aneh di dadaku.
“Syukurlah,
bagaimana kalau senyuman Pak Nasrun juga memesonamu.” Bisik suara hatiku.
“Iyah
yah, bisa kacau duniaku ini.” Balasku geli.
To be continue ….
To be continue ….
Cerita ini ada kaitannya dengan cerita sebelumnya, penasaran?
Terima kasih saudariq Dawiah tetaplah menulis dan semoga sukses selalu Aamiin
ReplyDeleteAlhamdulillah memang luar biasa tulisannya,semoga sukses selalu dan teruslah berkarya saudariq Dawiah
ReplyDeleteAamiin. Terima kasih saudaraku
DeletePenasaran sama kelanjutannya... ^_^
ReplyDeleteSabar ya..
Deletedeh bunda dari unm parang tambung juga yah. saya juga parang tambung bun tapi FT
ReplyDeletekampus kenangan hehehe
Deletelanjutkaaaaaann... penasaran nih hehehe...
ReplyDeleteSiap!
DeleteBhahahahaha penasaran dong Bund. Tambah getol aja ngefiksi-nya. Btw emang paling nggak enak kalau ketemu yg bikin deg deg serrr, yee pengalaman zaman muda dulu sih.
ReplyDeletePengalaman aku juga.
DeleteBunda... makassar banget ππ penasaraaaan
ReplyDeleteMakassar ... Ewako! hahaha ...
DeleteLuar biasa tulisannya mba.. ditunggu mba kelanjutan cerita fiksinya.. mantap
ReplyDeleteJadi kepo dg endingnya..hehee
ReplyDeleteDuh saya baca bikin saya juga ikut deg2an berasa saya yang disenyumin sama si dosen. Bagus mba ceritanya ππ»
ReplyDeleteEh jadi ini tentang mahasiswi yang jatuh cinta pada dosennya ya? Gimana kelanjutannya, Mbak? Ditungguin ya..
ReplyDeleteSenyummu begitu memesonaku...
ReplyDeleteCieee..
Dan saya penasaran jadinya:)
Wah ini mah realita berbalut fiksi. Lanjutkan bun.... aku juga suka fiksi, sayangnya bang ilham (baca; ide) lagi ambekan. π
ReplyDeleteCeritanya bikin pinisiriiiinn Bunda.. jadinya gimana ini endingnya?
ReplyDeleteAsli Mak penasaran deh waaah ini sudah episode keberapakah? Siap berselancar mencari kepingan yg lain lah ini biar penasarannya tertuntaskan
ReplyDeleteHehe...penasaran ki apa beng kelanjutanna...kutunggu ki nah..
ReplyDelete������ Salam ewako...!
Latjutkan mbak, kepo endingnya. Tulisannya selalu sampe ke hati
ReplyDeleteTulisannya kurang panjangggg. Iihh kak Dawiah bikin penasaran deh.. segera launching ya
ReplyDeleteDeuh jadi ingat jaman masih jatuh cinta... Aroma parfumnya pun udh bikin klepek-klepek hehehe...
ReplyDeleteWeh lucu ini.
ReplyDeleteJatuh cinta sama fosen πππ
Oh my good so sweet gehehehhehe senyum2 sndirika
ReplyDeleteMbak Dawiah kereeenπ jadi berasa kembali ke jaman kuliah lalu inget dosen favorit teman-teman dan senyuman menggodanya.. hihihi.. keren..! Penasaran lanjutannya..
ReplyDeletePenasaran sama lanjutannya bun.. Cerita ini bikin ingat kembali dosen andalan di kampus hehehhehe
ReplyDelete