Menindak
lanjuti kegiatan Temu Nasional dan Pengukuhan Pelatih (TNP) bulan Januari 2018
kemarin, maka inilah kegiatan yang bertujuan memantapkan salah satu kanal
pelatihan IGI, yaitu Satu Guru Satu Buku (SAGUSAKU). Kanal pelatihan ini adalah
kanal pilihan saya sejak awal bergabung di IGI.
Bukan
tanpa sebab saya bergabung di kanal ini, semuanya berawal dari keinginan saya, memiliki buku dan memahatkan karya saya
sebagai warisan yang abadi.
Kegiatan
TNP menghasilkan satu keputusan penting bagi kanal Sagusaku, bahwa guru yang
telah dikukuhkan menjadi pelatih nasional IGI harus dibekali ilmu yang mumpuni,
agar proses pelatihan yang akan dilakukan tidak asal-asalan. Oleh karena itu,
Sagusaku melakukan pelatihan khusus bagi para pelatihnya dengan nama “Pelatihan Coach Nasional Sagusaku IGI
“Delaying.” Kegiatan ini dilaksanakan di Solo Jawa Tengah.
Mengapa
Delaying?
Delaying
adalah singkatan dari Desain, Editing, Lay out, dan Marketing. Materi-materi
inilah yang akan diberikan kepada pelatih sagusaku delaying 2018.
Walaupun
tidak sesuai dengan jadwal pelatihan yang telah dibagikan beberapa hari sebelum
pelaksanaan kegiatan ini, namun semua materi yang telah disiapkan oleh panitia
tetap terlaksana dengan baik.
Dimulai
dengan materi pertama, yaitu proses penerbitan oleh bapak Iqbal Dawami, kemudain dilanjutkan dengan editing oleh bapak Joko Susilo. Hari
pertama kami lalui hingga malam hari. Hari kedua adalah materi desain cover oleh bapak Gusliani
dan Lay Out oleh bapak Peng Keng Sun.
Satu
hal yang perlu diketahui, bahwa prinsip IGI yang Sharing and Growing To Gether
atau berbagi dan tumbuh bersama benar-benar
telah terbukti. Dari guru untuk guru lalu bersama saling memotivasi dan belajar
demi meraih berjuta prestasi.
Adalah
seorang guru SD dari Wonogiri yang memiliki
skill mengedit suatu naskah, membagikan ilmunya, bapak Joko Susilo. Dimulai
dengan informasi tentang sejarah editor yang sudah ada dalam dunia penerbitan
buku di Indonesia sejak tahun 1890. Sementara itu, pendidikan editing di
Indonesia setingkat diploma tiga (D3) baru dimulai sekitar tahun 1980, yaitu
program studi editing D3 di Universitas Pajajaran Bandung.
Editor
dalam penerbitan skala besar dibagi menjadi:
· Chiep Editor adalah seseorang yang memegang
kedudukan tertinggi di bagian editorial, bertugas mengontrol, mengelola, dan
mengeluarkan keputusan strategis berkaitan dengan proses editorial.
· Asisten Editor adalah setingkat dengan sekertaris
redaksi yang bertugas sebagai pembantu editor yang menangani hal-hal teknis
seperti administrasi naskah.
· Managing Editor adalah seseorang yang
mengatur semua kegiatan teknis editorial yang dilaksanakan oleh para editor.
· Rights Editor adalah staf editor yang
bertugas khusus mengurus hal-hal yang berkaitan dengan hak cipta, seperti ISBN
dan copyright.
· Senior Editor bertugas mengatur perencanaan
naskah, negoisasi, penjadwalan atau setingkat dengan kepala bagian.
· Copyeditor adalah staf editor yang bertugas
memeriksa dan memperbaiki naskah yang sesuai dengan kaidah yang berlaku sesuai
dengan penerbitnya
· Picture Editor juga adalah staf editor.
Tugasnya adalah memeriksa dan memperbaiki bahan-bahan grafis untuk penerbitan.
Materi selanjutnya adalah materi pembuatan desain cover yang
dibimbing oleh Pak Guslaini. Nama ngetopnya sih Pak Bhp, beliau adalah guru muda yang berasal
dari Riau. Dengan sabar dan telaten membimbing peserta belajar mengutak-atik
aflikasi Photoshop.
Tahu enggak, di sinilah saya merasa benar-benar sudah
sangat matang (hihihi...makanan kali yeh).
Berbekal dengan petunjuk atau tutorial yang disiapkan oleh
Pak Bhp, kami belajar hingga larut malam. Semua peserta sangat antusias
demikian juga saya. Sayangnya saya belum lulus sampai hari ini, karena saya
belum berhasil membuat desain cover buku saya. Tetapi saya pasti akan
mempelajarinya. Janji pak Bhp!
Materi yang terakhir adalah materi Lay out. Untuk materi ini ada dua orang hebat yang membawakan
materi ini. Pak Bhp (lagi-lagi Bhp, guru muda yang berprestasi dan selalu
semangat) dengan bapak Pengkeng Sun. Sama dengan materi desain cover, saya juga
masih dalam tahap belajar hingga hari ini.
Seperti
pada umumnya pelatihan yang pesertanya berasal dari berbagai daerah, maka nilai
positif yang didapatkan selain materi
itu sendiri, adalah silaturahim. Persahabatan dan pertemanan bertambah, jika
sudah berkenalan sebelumnya maka perkenalan itu akan semakin akrab. Jika
awalnya akrab di dunia maya, maka akan semakin akrab karena bertemu di dunia
nyata.
Banyak
hal menarik yang terjadi dalam kegiatan IGI kali ini. Terkhusus untuk saya dan
teman-teman sekamar. Kami melakukan keseruan-keseruan yang membuat kami selalu
kangen. Sekalipun saya yang terdewasa, bukan tertua tetapi bukan berarti saya
tidak dapat mengikuti keseruan yang guru-guru muda lakukan.
Seperti
menonton sinetron via handpone sambil
bersembunyi di dalam selimut, atau selfi
bareng, bahkan mereka dengan nakalnya
merekam kegiatan saya saat mengepak barang. Asyik dan membuat kami selalu
kangen satu sama lain.
Akhirnya
kegiatan selama dua hari telah berakhir. Waktunya para guru kembali ke daerah
masing-masing untuk mengajar dan mempraktikkan ilmu yang telah didapatkan.
Saat
orang lain mengisi hari libur dengan jalan-jalan atau beristirahat, kami anggota
IGI mengisinya dengan belajar. Sesuai dengan salah satu syair dalam lagu Mars
IGI, yaitu “Pantang Mengajar Kalau Tidak Mengajar.”
Mulialah para guru. Karena berkat jasa para guru, terlahir orang-orang hebat di negeri ini.
ReplyDeleteAamiin. Terima kasih sudah berkunjung
DeleteSuka dengan judul Marsnya, Bunda, “Pantang Mengajar Kalau Tidak Mengajar.”
ReplyDeleteApalagi saat disebut, makin dewasa justru makin semangat Bunda Dawiah-nya..enggak kalah sama yang muda-muda. Salut! Saya nanti mau tiru itu...:)
Hehehe..selama fisik sehat insya Allah saya selalu semangat. Terima kasih ya..
DeleteMaju terus IGI
ReplyDeleteSemangat mba, gurulah pelita, penerang dalam gulita. Jasamu tiada tara. ^_^
ReplyDeleteMantaaapp bunda
ReplyDeleteKerennn sharing and growing
ReplyDeletehebat! Guru-guru zaman sekarang memang harus mumpuni dan mengasah skill lain yang dimiliki. Tuntutan zaman semakin tinggi, begitu pula anak didik butuh guru2 yang semakin kompeten seperti ini. Mantab, Bu Dawiah.
ReplyDeleteAsyiiik ya klo bisa dapat ilmu literasi seperti itu. Sukses untuk pr design cover bukunya ya..
ReplyDeleteselalu kagum dan salut dengan guru2. Guru-guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa
ReplyDeleteKeren ilmunya. Top bgt
ReplyDelete