Anakmu bukanlah milikmu,
mereka adalah putra putri sang Hidup,
yang rindu akan dirinya sendiri.
yang rindu akan dirinya sendiri.
Mereka lahir lewat engkau,
tetapi bukan dari engkau,mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu.
Berikanlah mereka kasih sayangmu,
namun jangan sodorkan pemikiranmu,sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri …
(Khalil Gibran)
Ingat masa-masa lalu, saat anak-anak saya masih kecil, saat mereka masih bergantung segalanya kepada saya. Hampir setiap saat saya dapat melihatnya, menyentuhnya, bercakap-cakap dengannya, bahkan masih bisa berdiri dengan mata melotot memarahi, ketika mereka melakukan kesalahan.
Waktu itu, saya merasa sayalah penguasa atas diri mereka. SEbab setiap akan melakukan sesuatu, mereka akan bertanya, minta pendapat. Bahkan memohon disetujui atas keputusan yang akan mereka ambil.
"Ma .. baju apa yang akan saya pakai besok?"
"Ma .. warna celana ini cocok ndak?"
"Lulus SD, daftar sekolah di mana bagusnya ya Ma?"
"Bolehkah saya makan mi instan?"
"Ma ... kapan kita jala-jalan?"
Dan berbagai macam pertanyaan-pertanyaan lainnya. Kadang dengan gaya merayu, kadang merajuk agar keinginan mereka dipenuhi.
Saat mereka beranjak dewasa, momen-momen nyaris tak pernah terjadi lagi. Mereka sudah bisa menentukan keputusan sendiri.
Apalagi kalau sekedar bertanya tentang jenis pakaian, makanan dan segala remeh temeh kegiatannya.
Memilih dan menentukan kekasih hati pun, mereka sudah tidak membutuhkan usulan orang tuanya. Yaaa, paling-paling hanya memperkenalkan, lalu meminta restu.
Mereka merasa sudah bisa mengatur hidup dan masa depannya sendiri.
Apakah saya harus marah?
Ingat masa-masa lalu, saat anak-anak saya masih kecil, saat mereka masih bergantung segalanya kepada saya. Hampir setiap saat saya dapat melihatnya, menyentuhnya, bercakap-cakap dengannya, bahkan masih bisa berdiri dengan mata melotot memarahi, ketika mereka melakukan kesalahan.
Waktu itu, saya merasa sayalah penguasa atas diri mereka. SEbab setiap akan melakukan sesuatu, mereka akan bertanya, minta pendapat. Bahkan memohon disetujui atas keputusan yang akan mereka ambil.
"Ma .. baju apa yang akan saya pakai besok?"
"Ma .. warna celana ini cocok ndak?"
"Lulus SD, daftar sekolah di mana bagusnya ya Ma?"
"Bolehkah saya makan mi instan?"
"Ma ... kapan kita jala-jalan?"
Dan berbagai macam pertanyaan-pertanyaan lainnya. Kadang dengan gaya merayu, kadang merajuk agar keinginan mereka dipenuhi.
Saat mereka beranjak dewasa, momen-momen nyaris tak pernah terjadi lagi. Mereka sudah bisa menentukan keputusan sendiri.
Apalagi kalau sekedar bertanya tentang jenis pakaian, makanan dan segala remeh temeh kegiatannya.
Memilih dan menentukan kekasih hati pun, mereka sudah tidak membutuhkan usulan orang tuanya. Yaaa, paling-paling hanya memperkenalkan, lalu meminta restu.
Mereka merasa sudah bisa mengatur hidup dan masa depannya sendiri.
Apakah saya harus marah?
Tentu saja tidak
Seperti kata Khalil Gibran. "... sebab pada mereka ada alam pikirannya sendiri ... "
Suatu saat mereka akan memiliki kehidupannya sendiri. Mereka akan memiliki pasangan dan anak-anak serta membina rumah tangganya.
Yah, mereka akan pergi.
Hanya saja hati ini merasa kehilangan.
Ada suatu rasa yang tidak dapat digambarkan. Kemudian rasa itu bermetamorfosis menjadi rindu yang menderu.
Rindu itu perlahan melayang di atas
kepala, menggumpal dan berputar-putar seperti gumpalan asap kecil kemudian
pecah menjadi butiran-butiran lalu menguap dan raib.
Diam!
Dalam diam, dalam kesendirian muncul perasaan tidak diperlukan lagi. Tak lagi dibutuhkan. Terdengar seruan dalam hati. Menggugat keadaan.
Namun pikiran menyadarkan. Ini tidak boleh terjadi.
Bukankah kehidupan akan terus bergerak maju? Tak mungkin mundur.
Dan kita punya andil di dalamnya, bahkan
kita berperan sangat aktif agar anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik.
Bukankah setiap manusia akan mengalami perkembangan. Dari segumpal darah menjadi embrio, lalu menjadi janin hingga terlahir jadi anak. Terus tumbuh hingga dewasa.
Terimalah dengan ikhlas. Sebagaimana orang tua kita dahulu melakukan hal yang sama.
Bukankah setiap manusia akan mengalami perkembangan. Dari segumpal darah menjadi embrio, lalu menjadi janin hingga terlahir jadi anak. Terus tumbuh hingga dewasa.
Terimalah dengan ikhlas. Sebagaimana orang tua kita dahulu melakukan hal yang sama.
Jangan Tinggal Diam
Teruslah
bergerak.
Lawan segala rasa, lawan kesepian, lawan kesedihaa,
dan lawan apapun yang akan membuat diri merasa lemah.
Kita harus bergerak terus, melawan
segala rasa, melawan kesepian, dan melawan apapun yang akan membuat diri merasa
lemah, dan merasa tidak dibutuhkan.
Saya dan kalian, mari melawan rasa
sepi!
Kita gempur itu dengan karya, kita isi
hari-hari kita dengan kegiatan yang bermanfaat.
Elokkan hati dengan bahagia.
Bagaimana kita melakukannya?
Banyak sekali kegiatan yang bisa dilakukan, seperti aktif di majlis-majlis pengajian, olahraga ringan setiap pagi, berkomunitas atau berorganisasi.
“Dawiah, apa yang kamu lakukan?”
Saya membunuh sepi dengan menulis. Saya menuangkan rindu dalam tulisan. Berusaha menulis kisah manis agar yang membaca ikut tersenyum manis.
Menuliskan segala hal yang baik, membagi pengalaman sembari berharap yang membaca dapat memetik hikmah atas pengalaman itu.
Biarlah anak-anak menikmati hidupnya, mengukir kenangan hidupnya. Yakinlah dimanapun berada, mereka tetaplah anak-anak kita, pasti merindukan dan membutuhkan orangtuanya, sebagaimana kita yang masih selalu rindu dan mebutuhkan orangtua kita.
Elokkan hati dengan bahagia.
Bagaimana kita melakukannya?
Banyak sekali kegiatan yang bisa dilakukan, seperti aktif di majlis-majlis pengajian, olahraga ringan setiap pagi, berkomunitas atau berorganisasi.
“Dawiah, apa yang kamu lakukan?”
Saya membunuh sepi dengan menulis. Saya menuangkan rindu dalam tulisan. Berusaha menulis kisah manis agar yang membaca ikut tersenyum manis.
Menuliskan segala hal yang baik, membagi pengalaman sembari berharap yang membaca dapat memetik hikmah atas pengalaman itu.
Biarlah anak-anak menikmati hidupnya, mengukir kenangan hidupnya. Yakinlah dimanapun berada, mereka tetaplah anak-anak kita, pasti merindukan dan membutuhkan orangtuanya, sebagaimana kita yang masih selalu rindu dan mebutuhkan orangtua kita.
Maka
kirimkanlah doa-doamu atas diri anakmu.
Tembus
langit dengan rintihan harapan atas sukses mereka.
Karena
doamu, wahai ibu akan mengguncangkan langit, membangunkan malaikat lalu segera
melaporkannya kepada pemberi anugrah dan ridho Allah Azza Wajallah.
aku sedih ya jadinya :(
ReplyDeleteJadikanlah kesedihanmu untuk datang ke orangtua ananda, kabarkan kalau ananda selalu dan selalu mencintai dan sayang padanya.
DeleteMungkin kayak gini ya perasaan Mamak dirumah, aku yang kerja dan harus kos, adekku yang kuliah di kota sebelah, g ada yang nemenin dirumah, pasti rindu. Pantes aja setiap kali aku pulang pasti cerita soal masa kecilku, dan selaku diulang2. Semoga para ibu didunia ini senantiasa diberikan kesehatan dan kebahagiaan selalu
ReplyDeleteAamiin. Terima kasih sudah mendoakan.
DeleteKarena begitulah cara orangtua mengenang anak-anaknya. Hanya kenangan yang mereka miliki. Salam sama Mamanya ya Nak.
Aku jadi sedih bacanya mak ....
ReplyDeleteTerima kasih sudah berkunjung ke blogku yang sederhana ini.
DeleteSubhanallah kata-katanya masuk ke hati saya Bun. Terima kasih ya untuk tulisannya. Membuat saya harus banyak bersyukur dan menikmati masa kecil anak saya sebelum anak saya beranjak tumbuh dewasa
ReplyDeleteAnak2 yg hebat lahir dari rahim perempuan yang hebat.
ReplyDeleteBacanya sedih deh, walau anak masih kecil tapi tetep rasanya ada sedih perlahan menyeruak.
ReplyDeleteKesepian itu tidak akan terjadi bila terus mengisi hidup ini dengan karya, berbuat yang manfaat buat orang lain, membaca, kumpul dengan komunitas, melakukan hobi, dan semacamnya.
ReplyDeleteBetul Pak. karena itulah saya mengisi waktu luang saya dengan menulis dan membaca. Terima kasih Pak sudah mampir.
Deletejadi ngeliatin anak-anak, nanti kalau mereka besar gimana ya.. terima kasih sudah berbagi mba
ReplyDeleteCurahkanlah segala perhatian kepada mereka agar kelak saat mereka dewasa, kenangan itu menjadi alasan mereka merindukan orang tuanya. Terima kasih sudah mampir.
DeleteIya sayapun sedang menjelang kesana bunda
ReplyDeleteMari menjadi ibu yang selalu dirindukan oleh anak-anak kita. Terima kasih sudah meninggalkan jejak.
DeleteTerharu jadinya Bun... makasih sudah mengingatkan 😊
ReplyDeleteTerima kasih sayang sudah meninggalkan jejak. Teruslah menjadi ibu yang hebat untuk anak-anaknya.
Deleteterima kasih sudah diingatkan, bu.
ReplyDeletesaat anak2 masih belum dewasa spt skr inilah yg membuat saya banyak melewatkan banyak peluang rejeki dan memilih mencurahkan banyak waktu untuk mereka di rumah. ga nyesel, apalagi sirik dgn pendapatan blogger lain lewat berbagai event. krna kebahagiaan bersama anak2 punya 'rejeki' yg lebih besar :)
Betul sekali, bersama anak-anak, melihatnya bahagia adalah rezeki yang tiada taranya.
Deletewah terharu bacanya kak, mamaku setiap hari nelpon saya kak, kalau seharian nggak dengar suara mamanya rasanya ad yang berbeda, meskipun saya telpnan sama mama itu kadang-kadang 2 menitan saja
ReplyDeleteada kata loh kak yang selalu saya dengr"didiklah anakmu sesuai zamannya jangan mengikuti zamanmu waktu kecil"
Iye dan itulah yang harus diperjuangkan para mama. Apalagi zaman selalu berubah.
DeleteKok melting sih saya.. ah, terharu.
ReplyDeleteHehehe...Terima kasih yah sudah tinggalkan jejak
DeleteKak, langsung mewek bacanya ��
ReplyDeleteAkhirnya saya sadar kenapa sampai sekarang Mami-Papiku setiap hari nelfon atau sering banget datang ke rumahku... Mungkin mereka rasa sepi cuma berdua di rumah ��
Mungkin kalo anak-anakku juga udah pada dewasa, udah tinggalin rumah, bisa jadi saya dan suami pun nerasa seperti itu...
Pasti kita akan merasakan hal itu selama kita diberi umur panjang hingga bisa melihat anak-anak kita tumbuh dewasa.
DeleteMasyaAllah baper ka baca tulisan ta, keren menggugah dan sampai ke hati. Sekarang aku paham bagaimana perasaan Mamah ku.
ReplyDeleteMaka teruslah menjadi mama yang dirindukan anak-anak ya sayang
DeleteAkan Saya ingat ini Kak. Hal ini mulai menjadi pemikiranku melihat betapa ibuku tdk mau ditinggal sebentat saja. Kalau saya keluar rumah, ditanya2 kapan pulang. Semoga nanti saya tegar saat anak2 dewasa
ReplyDeleteIye, sunnatullah itu dek. Kita harus siap menerima keadaan itu.
Deletepasti bakal kejadian juga sama saya ini perasaan2ta bund huhuhu mewek ma bayangkan bela...
ReplyDeleteKesempatan mengukir kenangan bersama anak-anak sebelum mereka dewasa, karena ini adalah sunnatullah
Deletebetul bundaa... ah terimakasih pokoknya untuk cerita ta ini bund
DeleteNangis bacanya.. hiks inget orangtua, pingin rasanya merawat beliau hingga tua namun keadaan tidak memungkinkan.. makasih bunda sudah mengingatkan, baca ini malam ini lgsg beri kabar bahwa saya menyayangi beliau-beliau 😢
ReplyDelete